Muassasah ke Syarikah
Saat ini jemaah calon haji Indonesia 1446 H/2025 M telah tiba di Mekkah Mukarromah Saudi Arabia untuk menunaikan ibadah haji. Sebagaimana dalam Rencana Perjalanan Ibadah Haji yang dirilis oleh Kementerian Agama RI bahwa keberangkatan jemaah calon haji Indonesia dibagi menjadi dua gelombang yaitu gelombang pertama dan gelombang kedua. Adapun waktu pemberangkatan ditetapkan tanggal 02 Mei 2025 - 15 Mei 2025 untuk gelombang pertama. Gelombang pertama ini turun di Madinah Munawwaroh. Setelah 8 hari di Madinah jemaah calon haji diberangkatkan ke Mekkah untuk melakukan ibadah haji. Sementara gelombang kedua dimulai tanggal 17 Mei 2025-31 Mei 2025. Gelombang kedua ini langsung menuju Mekkah untuk melakukan ibadah haji. Dibutuhkan 41 hari operasional pemberangkatan dan pemulangan jemaah calon haji.
Penyelenggaraan ibadah haji tahun ini adalah penyelenggaraan ibadah haji terakhir bagi Kementerian Agama RI. Mengapa demikian? Karena sesuai dengan peraturan presiden nomor 154 tahun 2024 yang diundangkan pada tanggal 5 November 2024 tentang Badan Penyelenggara Haji, penyelenggaraan ibadah haji mulai tahun 2026 dilakukan oleh Badan Penyelenggara Haji bukan oleh Kementerian Agama. Kementerian Agama sebagai penyelenggara ibadah haji terakhir ini berusaha semaksimal mungkin agar penyelenggaraan ibadah haji tahun ini berjalan sukses. Permasalahan haji yang timbul pada penyelenggaraan haji sebelumnya sudah diantisipasi sedemikian rupa sehingga menutup ruang untuk tidak terjadi lagi pada tahun ini.
Faktanya bagaimana?
Penyelenggaraan ibadah haji tahun ini -2025- luar biasa carut marutnya -begitulah kata seorang kawan mengomentari penyelenggaraan ibadah haji tahun ini-. Saya pun bertanya mengapa carut marut? Kawan tadi menjawab lihatlah bagaimana sekarang jemaah dalam satu kloter terpisah di beberapa hotel. Pasangan suami-istri terpisah. Jemaah lansia terpisah dengan pendampingnya dan lain sebagainya. Saya pun tidak percaya dengan omongan kawan tadi. Kemudian saya membuka media sosial ternyata banyak akun media sosial yang memposting serupa dengan kawan saya tadi. Mungkin kawan tadi itu sudah lebih dahulu melihat postingan media sosial dari pada saya atau memang kawan tadi sudah dapat informasi dari saudaranya yang lagi berangkat haji. Ternyata tidak hanya media sosial yang memposting perihal carut marut penyelenggaraan haji tahun ini akan tetapi Dewan Perwakilan Rakyat juga mengomentari penyelenggaraan haji tahun ini. Anggota DPR langsung gercep ketika mendapat laporan ada ketidakberesan dalam penyelenggaraan ibadah haji tahun ini. DPR langsung memanggil Kementerian Agama untuk memberikan laporan terkait laporan dari jemaah calon haji yang sudah tiba di Mekkah. Terlihat sekali dalam video yang diposting dalam media sosial -tiktok- itu anggota DPR menghakimi dan memarahi Dirjen Penyelenggara Haji dan Umroh Kementerian Agama. Sebagai pihak penyelenggara ibadah haji, Kementerian Agama telah meminta maaf dan berusaha untuk mengatasi masalah tersebut secara cepat. Mengapa terjadi masalah yang lewat dari perkiraan permasalahan yang akan muncul dalam penyelenggaraan ibadah haji tahun ini?
Penyelenggaraan ibadah haji tahun 2025 ini memang berbeda dengan penyelenggaraan haji tahun-tahun sebelumnya. Pada tahun ini penyelenggaraan ibadah haji ditangani oleh syarikah atau Perseroan Terbatas kalau di Indonesia. Arab Saudi mewajibkan semua negara yang mengirim jemaah calon haji agar menunjuk syarikah dalam melayani jemaah calon haji di Mekkah. Sebenarnya aturan penyelenggaraan ibadah haji diserahkan ke syarikah sudah mulai tahun 2023. Sebelum penyelenggaraan ibadah haji tahun 2023, pelayanan haji di tanah suci diurusi oleh muassasah atau semacam badan usaha milik negara (BUMN) kalau di Indonesia. Ketika diurusi oleh muassasah tidak pernah terjadi kejadian seperti penyelenggaraan haji tahun ini. Pelayanan jemaah haji yang dilakukan oleh muassasah sangat baik dan tidak menimbulkan permasalahan yang berarti. Seharusnya pemerintah Arab Saudi tetap mempertahankan pelayanan jemaah haji memakai muassasah. Sejak 2023, pelayanan jemaah haji di Mekkah harus memakai syarikah alias PT. Syarikah ini ditunjuk dan dipilih oleh negara yang mengirimkan jemaah haji ke Mekkah. Tahun 2023 dan 2024, Pemerintah Indonesia hanya memakai satu syarikah. Sementara tahun ini pemerintah Indonesia memakai 8 syarikah. Ketika memakai satu syarikah, permasalahan pelayanan ibadah haji sangat minim walaupun sebenarnya ada persoalan akan tetapi permasalahan tersebut bisa segera diatasi seperti tidak terangkutnya jemaah haji ketika di Muzdalifah sampai siang hari. Permasalahan yang timbul ketika penyelenggaraan ibadah haji tahun sebelumnya sudah diantisipasi oleh Kementerian Agama seperti antisipasi kepadatan di Muzdalifah sudah ada solusinya yaitu program murur -tanpa mabit di Muzdalifah bagi jemaah lansia dan resiko tinggi- dan program tanazul Mina untuk mengantisipasi kepadatan di tenda Mina ketika mabit di Mina. Ternyata sekarang muncul permasalahan yang tidak terpikirkan oleh Kementerian Agama yaitu terpisahnya jemaah dalam satu kloter dalam beberapa hotel akibat "ulah" syarikah. Untuk mengatasi masalah ini sebenarnya Kementerian Agama sudah gercep yaitu sejak ada masalah di Mekkah, Kementerian Agama langsung menata ulang susunan kloter agar tidak terpisah dalam beberapa hotel dan alhamdulillah solusi tersebut sudah berjalan. Bagi jemaah calon haji yang berangkat gelombang dua sudah tidak ada masalah terpisahnya jemaah calon haji dalam beberapa hotel. Memang penyelenggaraan ibadah haji adalah sebuah tantangan bagi penyelenggara ibadah haji. Bisa dibayangkan bagaimana petugas yang jumlahnya hanya 2% dari total jumlah jemaah calon haji mengatur ratusan ribu orang -sekitar 221.000 jemaah calon haji- yang berbeda latar belakang pendidikan, ekonomi, sosial, budaya, kesehatan dan lain sebagainya. Patut diacungi jempol bagi Kementerian Agama yang sudah berpuluh-puluh tahun menyelenggarakan ibadah tanpa ada masalah yang berarti. Coba bandingkan dengan pengiriman pasukan perdamaian Indonesia ke dunia internasional. Pasukan yang dikirim jumlahnya tidak sampai puluhan ribu apalagi latar belakang mereka sama yaitu militer. Itu pun harus melalui pelatihan enam bulan sebelum dikirim ke luar negeri. Sementara untuk jemaah calon haji tidak ada pelatihan khusus ketika berangkat haji. Ditambah lagi latar belakang mereka juga berbeda mulai dari pendidikan, ekonomi, sosial, budaya, kesehatan dan lain sebagainya. Satu kelompok terbang yang berjumlah 360 orang untuk kloter kecil dan 450 orang untuk kloter besar hanya dipimpin oleh 5 petugas yaitu satu ketua kloter, satu pembimbing ibadah dan 3 petugas kesehatan. Anda bisa bayangkan bagaimana sibuk dan lelahnya para petugas mengurusi jemaah dalam satu kloter. Perbandingannya 1 petugas mengurusi 75 orang.
Tiap penyelenggaraan ibadah haji pasti ada masalah akan tetapi masalah tersebut bukan alasan untuk menjustifikasi kesalahan hanya pada penyelenggara haji. Ada adagium dalam penyelenggaran ibadah haji bahwa ketidakpastian itulah kepastian. Memang berpuluh-puluh tahun penyelenggaraan ibadah haji ketidakpastian itulah yang terjadi seperti ketidakpastian jadwal keberangkatan walaupun sudah dijadwalkan secara rigid akan tetapi masalah teknis di lapangan mempengaruhi jadwal keberangkatan dan kepulangan. Ketidakpastian penerbitan visa. Penerbitan visa tidak bisa diharapkan sesuai jadwal akibatnya ada jemaah yang tidak bisa berangkat bersama kelompok terbangnya dan lain sebagainya.
Adagium tersebut sebenarnya bisa dirubah dengan syarat antara pemerintah dan DPR bersepakat untuk mengubah pola penyelenggaraan ibadah haji. Sejak kepulangan jemaah haji dari Saudi Arabia, pemerintah dan DPR segera memutuskan besaran biaya ibadah haji (BPIH) tahun berjalan dan langsung diumumkan kepada jemaah. Begitu selesai penyelenggaraan haji tahun ini, Pemerintah langsung merilis jemaah calon haji yang berhak berangkat tahun akan datang. Dengan merilis daftar jemaah yang berhak berangkat tahun akan datang dan sudah ada kepastian besaran BPIH maka proses selanjutnya akan lebih mudah. Syarat istitho'ah untuk pelunasan BPIH segera bisa dilakukan dan proses pembuatan paspor juga bisa dilakukan lebih awal sehingga data jemaah yang berhak berangkat tahun akan datang sudah diketahui sejak awal. Data jemaah calon haji yang berhak berangkat yang dirilis sejak awal akan cepat terkoreksi karena data tersebut belum benar-benar fix dan tepat dikarenakan ada jemaah yang meninggal atau sakit. Dengan merilis data jemaah calon haji lebih awal maka akan diketahui data jemaah calon haji yang sebenarnya sehingga penerbitan visa cepat dilakukan.
Masalahnya adalah penetapan BPIH dan pelunasan dilakukan belakangan bahkan mendekati jadwal pemberangkatan akibatnya data jemaah calon haji amburadul alias morat-maret. Akibat data jemaah calon haji yang amburadul akhirnya penerbitan visa juga terkendala. Pola inilah yang harus dirubah. DPR dan pemerintah harus sepakat terkait BPIH kemudian dibuat Perpresnya begitu penyelenggaraan haji tahun berjalan selesai. Kemudian merilis jemaah calon haji tahun akan datang. Dalam jangka waktu dua bulan akan diketahui data jemaah calon haji yang sebenarnya.
Semoga penyelenggaraan ibadah haji tahun akan datang lebih baik.