Amok Rakyat
Aksi massa yang dilakukan oleh Aliansi Masyarakat Pati Bersatu telah usai. Aksi massa ini unik? Mengapa unik? Karena tuntutan awalnya adalah penurunan pajak bumi dan bangunan dan pembatalan sekolah 5 hari berubah menjadi pelengseran bupati. Setelah terjadi cekcok antara pimpinan aksi massa yang menggalang donasi di depan kantor pendopo kabupaten Pati dengan plt Sekda Kabupaten Pati pada H-2 puncak aksi, bupati Pati membatalkan kenaikan PBB dan sekolah 5 hari. Keputusan Bupati Kabupaten Pati tersebut final dengan diterbitkannya peraturan bupati tentang pembatalan kenaikan PBB dan sekolah 5 hari.
Bagaimana respon rakyat? Ternyata tuntutan rakyat berubah. Tuntutan yang semula hanya penurunan kenaikan pajak bumi bangunan dan pembatalan 5 hari sekolah menjadi turunkan bupati. Perubahan tuntutan ini menandakan ada yang tidak beres dalam kepemimpinan bupati saat ini. Sebelum pelaksanaan aksi besar-besaran tersebut memang sudah terjadi perang opini di media sosial antara pihak rakyat dan humas pemda. Media sosial dihiasi dengan video yang sangat provokatif. Mungkin yang membuat rakyat kabupaten Pati marah adalah video pernyataan bupati Pati ketika ditanya tentang sikap terhadap kenaikan PBB yang mencapai 250%. Dalam video tersebut bupati bukannya instrospeksi diri akan tetapi dengan nada tegas seakan menantang rakyatnya sendiri yang tidak setuju dengan kenaikan PBB tersebut. Bahkan bupati bilang tidak akan mundur walaupun 50 ribu orang menentang kebijakannya.
Tak pelak video tersebut viral dan selalu diingat oleh warga Pati. Aksi massa pun terjadi dan berakhir dengan kericuhan sebagaimana diberitakan oleh banyak media. Walaupun bupati Pati meminta maaf kepada rakyatnya dalam aksi massa tersebut akan tetapi massa tidak terima bahkan bupati menjadi target pelemparan sandal, botol air minum atau apapun dari massa yang marah. Inilah amarah rakyat. Amarah rakyat ini disebut dengan amok. Rakyat mengamok. Ketika rakyat mengamok apapun akan dilakukan. Inilah logika rakyat. Rakyat mempunyai cara tersendiri dalam melawan pemimpin apalagi dalam sejarah perlawanan rakyat Pati terhadap pemimpin sudah ada sejak tahun 1500-an. Perlawanan rakyat Pati terhadap kenaikan pajak sudah ada sejak tahun 1500-an. Lihatlah sejarah perlawanan rakyat Pati terhadap pemimpin yang menaikkan pajak sebagai berikut:
1. ±1500-an – Protes masyarakat Pati terhadap Kerajaan Demak atas pajak hasil bumi yang memberatkan (kenaikan ±30% dari tahun sebelumnya). Teejadi pada era Tombronegoro.
2. 1540-an – Perlawanan setoran pajak ke Demak (kenaikan kuota ±20%), Kemudian mengalihkan dukungan ke Kerajaan Pajang. Terjadi pada era Ki Penjawi.
3. 1620-an – Perlawanan Pajak Era Sultan Agung, Mataram (upeti beras naik ±40%). Pati menolak kewajiban setor beras besar-besaran. Teejadi di era Adipati Pragola I.
4. 1627–1628 – Pemberontakan Pajak Besar Pati (kenaikan ±50%). Penolakan membayar upeti ke Sultan Agung karena beban berat. Terjadi pada era Adipati Pragola II (anak Pragola I).
5. 1670-an – Perlawanan kewajiban pajak. Terjadi pada era Pragola III (Anak Pragola II) kepada Amangkurat I yang semena-mena (kenaikan ±35%).
6. 1740 – Perlawanan pajak dan anti-VOC (kenaikan bea perdagangan ±25%). Dilakukan oleh pengikut Sunan Kuning (Mataram) di Pati.
7. 1741–1743 – Geger Pecinan. Rakyat Pati ikut menyerbu pos VOC yang memungut pajak tinggi (kenaikan pajak pelabuhan ±40%). Dilakukan oleh pengikut Untung Surapati di Pati.
8. 1811–1816 – Era Daendels dan Raffles. Pajak tanah diberlakukan ketat (kenaikan ±30% sewa tanah per tahun), perlawanan lokal muncul. Tokoh: Ki Kromo Pati.
9. 1830 – Cultuurstelsel, pajak tanah diubah menjadi kewajiban tanam paksa (beban setara ±66% hasil panen). Petani Pati melakukan mogok tanam
10. 1880-an – Perlawanan Pajak Kolonial (kenaikan ±25% pajak tanah & hasil bumi). Tokoh : Ki Samin Surosentiko.
11. 1942–1945 – Perlawanan masyarakat Pati atas Pajak Romusha Jepang memungut “pajak tenaga” (kerja paksa ±60 hari/tahun).
12. 1948 – Agresi Militer Belanda II, Penolakan pajak darurat perang oleh Belanda (kenaikan ±20% setoran pangan).
13. 1965–1966 – Perlawaman Pajak untuk Stabilitas Orde Baru (kenaikan ±15% dari hasil panen).
14. 1998 – Tuntutan Reformasi Pajak dan Korupsi (pungutan liar rata-rata ±10% dari harga jual). Oleh Aktivis mahasiswa dan Petani Pati
15. 2025 – Penolakan masyarakat atas kenaikan Pajak PBB-P2 (kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan ±250%).
Berbekal data di atas, rakyat kabupaten Pati selalu melakukan perlawanan terhadap kenaikan pajak. Tradisi perlawanan ini tidak hanya pada saat ini saja akan tetapi sudah mengurat nadi sejak sebelum penjajah masuk ke Nusantara. Data di atas juga menggambarkan besaran kenaikan pajak yang dilawan oleh rakyat Kabupaten Pati. Kenaikan pajak sedikit pun akan memicu perlawanan rakyat Kabupaten Pati.
Amok rakyat yang terjadi pada aksi massa, 13 Agustus 2025 kemarin tidak bisa dihindarkan. Bagaimana mau dihindari kalau dalam dada rakyat sudah ada kebencian dan kemarahan terhadap pemimpinnya. Salah satu bahasa rakyat adalah amok. Mungkin salah satu pemicu kemarahan dan kebencian rakyat kabupaten Pati terhadap pemimpinnya adalah karena komunikasi publik pemimpin yang amburadul dan sangat jelek -untuk tidak mengatakan arogan-. Bagaimana seorang bupati menantang rakyatnya? Ini adalah komunikasi publik yang sangat jelek. Kalau misal komunikasi publik bupati jelek, seharusnya bupati mengangkat juru bicara yang menyampaikan ide dan kebijakannya. Komunikasi publik bupati Kabupaten Pati menjadi contoh bagi pemimpin daerah lain agar memperbaiki komunikasi publiknya agar rakyat yang dipimpin tetap kondusif.
Apakah tuntutan rakyat kabupaten Pati untuk melengserkan bupatinya langsung dipenuhi? Ada mekanisme konstitusional yang harus dilalui. Jangan sampai gegara aksi massa -ekstra parlemen jalanan- menuntut pelengseran bupati kemudian dengan begitu saja bupati langsung lengser. Tahapan konstitusional harus dilalui. Legislatif dalam hal ini DPRD harus bersikap. Sikap DPRD adalah membentuk pansus hak angket pemakzulan bupati. Pansus inilah nanti yang bekerja untuk memutuskan apakah bupati layak dilengserkan atau tidak dengan mekanisme yang diatur oleh regulasi mereka.
Rakyat Kabupaten Pati harus bersabar menunggu kinerja pansus tersebut sambil mengawasi dan mengawal kinerja pansus. Kerja pansus pemakzulan bupati ini sangat dilema. Bisa jadi hasilnya bertentangan dengan tuntutan rakyat. Kalau hasilnya sama dengan tuntutan rakyat, tidak ada masalah. Tidak bisa membayangkan nanti dalam rapat paripurna akan terjadi gontok-gontokan antar anggota DPRD. Rakyat tidak boleh lengah dengan kerja pansus dan paripurna DPRD. Rakyat kabupaten Pati harus bersabar menunggu kerja pansus.
Aksi massa dan amok massa rakyat kabupaten Pati kemarin menunjukkan bahwa memimpin rakyat tidaklah mudah. Rakyat yang telah memilih bisa menolak pilihannya jika dalam kepemimpinannya menciderai rakyat. Amok massa menunjukkan saluran penyampaian pendapat sudah tidak ada yang bisa digunakan. Amok massa adalah jawaban terhadap kepemimpinan yang menciderai dan menyakiti rakyat. Seharusnya legislatif sebagai wakil rakyat lebih pro aktif menyikapi pemimpin yang menyakiti rakyat. Legislatif seharusnya sadar bahwa dia dipilih dan merupakan wakil rakyat. Ketika rakyat merasa tertekan dan tersakiti jangan tunggu rakyat marah. Legislatif harus bersikap membela rakyat yang diwakili bukan menunggu rakyak mengamok.
Semoga rakyat kabupaten Pati selalu sabar menunggu pansus bekerja.