Tipologi KUA
Kantor Urusan Agama adalah unit pelaksana teknis pada Kementerian Agama berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan secara operasional dibina oleh Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota. Itulah definisi Kantor Urusan Agama yang baku yang selanjutnya disebut KUA dalam Peraturan Menteri Agama nomor 34 tahun 2016 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Urusan Agama Kecamatan. Kantor Urusan Agama merupakan unit terkecil dan terdepan di Kementerian Agama. KUA berkedudukan di kecamatan. Dalam pasal selanjutnya dalam PMA tersebut disebutkan bahwa KUA dipimpin oleh kepala. Baru pada tahun 2016 inilah KUA mempunyai peraturan tersendiri.
Tugas KUA pun disebutkan secara terinci dalam PMA 34 tahun 2016. Adapun tugas KUA sebagaimana disebutkan dalam PMA 34 tahun 2016 pasal 3 sebagai berikut:
Pelaksanaan pelayanan, pengawasan, pencatatan dan pelaporan nikah dan rujuk
Penyusunan statistik layanan dan bimbingan masyarakat Islam
Pengelolaan dokumentasi dan sistem informasi manajemen KUA Kecamatan
Pelayanan bimbinga keluarga sakinah
Pelayanan bimbingan kemasjidan
Pelayanan bimbingan hisab rukyat dan pembinaan syariah
Pelayanan bimbingan dan penerangan Agama Islam
Pelayanan Bimbingan Zakat dan Wakaf
Pelaksanaan ketatausahaan dan kerumahtanggaan KUA Kecamatan
Layanan Bimbingan Manasik Haji bagi Jemaah Haji reguler.
Berdasarkan tipologinya Kantor Urusan Agama dibedakan menjadi 5 tipologi yaitu KUA Tipologi A, B, C, D1 dan D2. Betul tiap kecamatan ada kantor urusan agama akan tetapi tipologinya bisa jadi berbeda. Ada sekitar 5 ribuan kantor urusan agama se-Indonesia. Selama 10 tahun ini sudah ada 3 aturan yang menetapkan tipologi KUA yaitu Keputusan Direktur Jenderal Bimas Islam nomor 188 tahun 2015, Keputusan Direktur Jenderal Bimas Islam nomor 60 tahun 2020 dan Keputusan Menteri Agama nomor 842 tahun 2024. Peraturan yang terakhir yang mengatur tipologi KUA adalah Keputusan Menteri Agama. Sebelumnya tipologi KUA hanya dituangkan dalam Keputusan Direktur Jenderal Bimas Islam. Dengan adanya KMA tentang tipologi KUA ini mengindikasikan bahwa keberadaan tipologi KUA sangat penting. Penuangan aturan tipologi KUA dalam Keputusan Menteri sudah sangat tepat karena KUA adalah etalase layanan Kementerian Agama di tingkat kecamatan.
Mengapa hanya dalam waktu 10 tahun sudah berganti aturan 3 kali dalam menetapkan tipologi KUA? apakah ada perbedaan antara peraturan tersebut.
Dalam perdirjen bimas Islam nomor 188 tahun 2015 tidak disebutkan secara spesifik dasar pembagian tipologi KUA dan perdirjen bimas Islam ini tidak hanya mengatur tipologi KUA saja akan tetapi juga standarisasi gedung dan berpakaian bagi pegawai pencatat nikah (penghulu).
Begitu juga dalam Perdirjen Bimas Islam nomor 60 tahun 2020 tidak disebutkan secara spesifik dasar pembagian tipologi KUA. Perdirjen Bimas Islam nomor 60 tahun 2020 isinya sama persis dengan Perdirjen nomor 188 tahun 2015. Perbedaannya hanya dalam bentuk gedung KUA. Dalam Perdirjen Bimas Islam Nomor 60 tahun 2020 diatur tentang bentuk gedung KUA baik lantai 1 maupun lantai 2.
Pembagian tipologi KUA baru diatur secara khusus dalam Keputusan Menteri Agama nomor 842 tahun 2024 yang diundangkan pada tanggal 01 Agustus 2024. Dalam aturan tersebut disebutkan dasar pembagian tipologi KUA. Adapun dasar pembagian tipologi KUA berdasarkan:
Jumlah peristiwa nikah dan rujuk
Geografis kecamatan.
Berdasarkan dua variabel diatas didapatkan ada 5 kategori KUA yaitu:
Tipologi A yaitu KUA Kecamatan dengan jumlah peristiwa nikah dan rujuk di atas 1.200 per tahun
Tipologi B yaitu KUA Kecamatan dengan jumlah peristiwa nikah dan rujuk antara 600 sampai dengan 1.200 per tahun
Tipologi C yaitu KUA Kecamatan dengan jumlah peristiwa nikah dan rujuk di bawah 600 per tahun
Tipologi D1 yaitu KUA Kecamatan yang secara geografis berada di daerah terluar, terdalam dan perbatasan daratan
Tipologi D2 yaitu KUA Kecamatan yang secara geografis berada di daerah terluar, terdalam dan perbatasan kepulauan.
Mengapa diperlukan adanya tipologi KUA? salah satunya adalah untuk penempatan pegawai atau penghulu yang bekerja di KUA. Berdasarkan tipologi KUA akan diketahui berapa jumlah pegawai (penghulu) yang dibutuhkan oleh Kementerian Agama dalam mengisi penghulu di KUA. Masih ingat berita viral Kementerian Agama kekurangan penghulu hampir 7 ribu orang. Dasar penghitungannya berdasarkan tipologi KUA. Penempatatan penghulu didasarkan pada kategori KUA. Aturan tersebut sudah dituangkan dalam Peraturan Menteri Agama Nomor 11 tahun 2020. Dalam PMA nomor 11 tahun 2020 dijelaskan sangat detil penempatan kebutuhan penghulu dalam sebuah KUA.
Tipologi A kebutuhan penghulunya antara 7-10 orang
Tipologi B kebutuhan penghulunya antara 4-6 orang
Tiplogi C kebutuhan penghulunya 2-4 orang
Kebutuhan penghulu ini selain didasarkan pada tipologi KUA juga berdasarkan analisis jabatan dan analisis beban kerja.
Perubahan peraturan terkait Kantor Urusan Agama memang sangat dinamis karena mengikuti perkembangan masyarakat yang sangat dinamis. Pelayanan KUA yang sangat banyak membutuhkan pegawai yang banyak agar pelayanan cepat dan memuaskan masyarakat.
Apakah tahun-tahun yang akan datang seiring dengan perkembangan teknologi kebutuhan pegawai (penghulu) bisa digantikan dengan robot atau Artificial Intelejen? Wallahu a'lam. Bagaimanapun KUA sebagai ujung tombak dari Kementerian Agama harus beradaptasi dengan perkembangan teknologi informasi. Pelayanan KUA harus serba teknologi biar tidak dianggap kudet (kurang update) atau jadul. Pegawai atau penghulu KUA harus mengupdate dirinya sendiri agar tidak ketinggalan zaman.