Provokator di Atas Angin
Sudah sejak 25 Agustus 2025, negeri ini diguncang aksi demonstrasi dari berbagai kalangan. Tiap hari selalu ada aksi demonstrasi bahkan mengarah ke kerusuhan. Aksi demonstarasi berubah menjadi aksi kerusuhan, penjarahan dan pembakaran. Hari ini adalah puncak aksi demonstrasi menurut beberapa informasi dari media sosial. Entah siap yang membuat poster ajakan untuk aksi demonstrasi pada hari ini. Tidak jelas.
Kerusuhan, penjarahan dan pembakaran fasilitas umum oleh orang yang tidak bertanggung jawab seakan menghiasi kehidupan bangsa ini saat ini. Sebenarnya siapakah mereka yang suka membuat kerusuhan, penjarahan dan pembakaran fasilitas umum ini. Saya tidak yakin 1000 persen yang melakukan itu adalah rakyat Indonesia yang sangat cinta terhadap negeri ini. Negeri yang diperjuangkan oleh nenek moyang rakyat bangsa ini. Pembuat kerusuhan, penjarahan dan pembakaran, mereka itulah para pengkhianat bangsa yang hanya ingin negara ini terpuruk dan jelek di mata internasional. Saya yakin hati nurani paling dalam mereka tidak tega membuat kerusuhan, penjarahan dan pembakaran fasilitas umum akan tetapi karena ada pesanan dan agenda tersembunyi, mereka akhirnya melaksanakan perbuatan laknat itu. Saya yakin kalau mereka tertangkap mereka akan meratapi apa yang telah mereka lakukan.
Peristiwa kerusuhan, penjarahan dan pembakaran fasilitas umum oleh orang tidak bertanggung jawab ini mirip dengan peristiwa gerakan 98. Silahkan amati taktik dan pola orang yang tidak bertanggung jawab -provokator- tersebut. Kalau gerakan 98, provokator diorganisir dan mereka orang-orang terlatih tiba-tiba muncul bersama massa aksi dan melakukan kerusuhan dalam aksi massa. Polanya mereka berbaur dengan massa aksi kemudian memancing bentrokan dengan aparat keamanan. Setelah terjadi bentrok mereka menyulut amarah massa dengan bakar-bakaran dan membuat kerusuhan. Setelah terjadi kerusuhan mereka mengarahkan penjarahan dan kejahatan lain agar situasi semakin chaos. Ini pola provokator tahun 1998. Saat choos Jakarta tahun 1998, provokator sangat jelas didatangkan bertruk-truk untuk menjarah dan berbuat kriminal lainnya. Siapa yang melakukan ini. Jelas mereka punya kekuatan baik finansial maupun politik.
Bagaimana sekarang? Nyaris sama. Mungkin arsiteknya juga sama. Bedanya sekarang jaman media sosial maka mereka juga mengikuti perubahan tersebut. Mari kita amati cara mereka bekerja. Provokator membuat konten atau komentar di status orang lain dengan komentar yang sangat provokatif. Membuat konten semisal mengajak aksi demonstrasi dengan isu batalkan kenaikan gaji DPR, Bubarkan Kepolisian, Batalkan kenaikan tunjangan DPR, Turunkan Kapolri dan lain sebagainya. Jangan dikira provokator ini bodoh. Mereka dididik dan terlatih untuk memobilisir massa. Konten itu dibuat dengan desain yang membuat amarah pembaca naik dan marah dengan narasi dalam konten tersebut. Kalau kita jeli siapa pembuat konten tersebut dan siapa yang bertanggung jawab ajakan aksi demonstrasi tersebut? TIDAK ADA. Adanya cuman nama Aliansi saja sementera yang bertanggung jawab dalam Aliansi itu siapa? TIDAK ADA.
Provokator hanya mengajak kapan dan dimana aksi demonstrasi itu akan dilaksanakan. Seperti aksi demonstrasi tanggal 01 September 2025 ini. Tidak ada yang bertanggung jawab. Pola selanjutnya setelah massa berkumpul maka ada yang memprovokasi untuk pergi ke gedung DPR atau markas kepolisian. Massa ini tidak terkoordinasi dan sangat cair sekali karena tidak ada yang memimpin dan tidak ada yang bertanggung jawab. Kumpulan massa ini adalah massa marah yang dipicu konten dari media sosial yang sudah dibuat oleh provokator. Massa seperti inilah yang menjadi makanan empuk provokator.
Pola selanjutnya adalah ketika sudah berhadapan dengan aparat keamanan, provokator tadi memancing bentrokan dengan aparat keamanan. Massa marah dan tidak terpimpin ini otomatis terpancing dan terjadilah bentrokan dengan aparat. Situasi bentrokan inilah yang kemudian digunakan untuk memancing amarah massa yang sudah marah dengan membakar dan merusak semua yang ada di depan mata.
Pola selanjutnya setelah massa membakar dan merusak fasilitas yang ada di sekitar kemudian provokator ini mengarahkan massa untuk menjarah apapun yang ada di sekitarnya. Inilah pola provokator selama ini. Pola ini jelas sudah dipelajari oleh provokator tersebut. Mereka paham psikologi massa. Ingat provokator ini diarsiteki oleh orang yang sangat paham ilmu komunikasi. Siapa yang paham ilmu komunikasi? Silahkan ditebak sendiri.
Provokator inilah yang tidak ingin Indonesia damai, maka dari itu kepada semua pihak yang akan melaksanakan aksi demonstrasi belajarlah kepada aktivis kawakan 1998 biar paham terkait aksi massa dan agar tidak disusupi oleh provokator yang tidak bertanggung jawab. Aksi massa itu ada managemennya, tidak hanya massa bergerak bersama tanpa ada managemen. Kalau aksi massa tidak dimanagemeni maka akibatnya adalah kerusuhan massal.
Silahkan berdemonstrasi tapi jangan anarki.
Silahkan berdemonstrasi tapi jaga negeri ini dari provokasi. Ada kawan mengatakan kalau tidak rusuh maka tidak akan didengar tuntutannya. Kata-kata tersebut sangatlah usang dan tidak bertanggung jawab. Kerusuhan bukan pintu masuk untuk menyampaikan tuntutan. Lihatlah peristiwan aksi demonstrasi sejuta massa tahun 1998 di Jogja. Apakah ada kerusuhan? Tidak. Apakah tuntutannya tidak didengar? Tuntutannya dibacakan oleh Sultan Hamengku Buwono Ke-9 -Raja Jogjakarta-. Untuk mencapai tujuan memang harus bersabar.
Pesan saya, bijaklah bermedsos dan bacalah konten dengan teliti dan cerdas. Jangan mudah terprovokasi.