IRNU
Jum'at, 15 Desember 2023 ditetapkan oleh Nahdlatul Ulama melalui lembaga falakiyyahnya sebagai tanggal 01 Jumadil Akhirah 1445 H berdasarkan surat nomor 073/LF-PBNU/XII/2023. Pengumuman penetapan awal bulan Jumadil Akhirah 1445 H tersebut didasarkan pada hasil rukyatul hilal yang dilakukan pada Rabu, 13 Desember 1445 atau bertepatan dengan tanggal 29 Jumadil Ula 1445 H. Hasil rukyatul hilal dari puluhan lokasi pengamatan se-Indonesia pada akhir bulan Jumadil Ula 1445 H tersebut tidak ada laporan yang melihat hilal sehingga awal bulan Jumadil Akhirah 1445 H digenapkan (istikmal) menjadi 30 hari dan baru hari Jum'at tanggal 15 Desember 2023 ditetapkan sebagai awal bulan (tanggal 1) Jumadil Akhirah 1445 H. Sejak dahulu Nahdlatul Ulama selalu menggunakan rukyatul hilal (pengamatan hilal) dalam menentukan awal bulan hijriyyah apalagi jika berkaitan dengan awal bulan Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah. Lembaga Falakiyah sebagai badan otonom NU yang merupakan lembaga yang bergerak dalam bidang falak (astronomi Islam) selalu mengadakan rukyah atau pengamatan hilal setiap akhir bulan hijriyyah untuk menentukan awal bulan hijriyyah. Sejak dahulu LFNU selalu mengadakan rukyatul hilal di setiap daerah yang ada pos pengamatan hilal. Rukyatul hilal ini kadang bekerja sama dengan lembaga atau instansi lain di luar NU seperti BMKG, Kominfo dan dengan perkumpulan pengamat hilal profesional atau dengan kelompok akademisi perguruan tinggi. Perjalanan rukyatul hilal di tubuh LFNU naik turun seiring dengan perkembangan zaman. Dulu LFNU mengadakan rukyatul hilal setiap akhir bulan Sya'ban, Ramadhan dan Dzulqo'dah untuk menentukan awal bulan Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah. NU dalam menentukan awal bulan hijriyyah tidak tergantung pada keputusan pemerintah atau mengekor dengan pemerintah. Dalam penentuan awal bulan hijriyyah pun dibuat kriteria agar para perukyat tidak salah dalam pengamatannya.
Kriteria awal bulan hijriyyah yang dipakai sekarang berbeda dengan kriteria yang dulu. Kriteria yang dipakai adalah imkanur rukyah (kemungkinan hilal bisa diamati). Kriteria imkanur rukyah mengalami perubahan seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan. Kriteria imkanur rukyah yang dipakai sekarang adalah tinggi hilal minimal 3 derajat dan sudut elongasi minimal 6.4 derajat. Sementara kriteria imkanur rukyah sebelumnya adalah tinggi hilal minimal 2 derajat, sudut elongasi 3 derajat dan umur bulan minimal 8 jam setelah ijtimak (konjungsi). Maksud kriteri imkanur rukyah tersebut adalah ketinggian hilal minimal 3 derajat artinya jika dalam perhitungan awal bulan hijriyyah (hisab) ketinggian hilal sudah menunjukkan minimal 3 derajat maka hilal kemungkinan besar bisa dilihat baik secara kasat mata maupun secara alat optik. Sudut elongasi adalah 6,4 derajat artinya jarak antara matahari dan bulan dalam hitungan atau hisab minimal 6,4 derajat. Mengapa dibatasi minimal 6,4 derajat? Karena kalau jaraknya dibawah 6,4 derajat maka hilal sangat tidak mungkin bisa dilihat. Penetapan kriteria tersebut berdasarkan perkembangan ilmu pengetahuan dan hasil rukyatul hilal selama ini. Kriteria lama yang menyatakan bahwa ketinggian hilal minimal 2 derajat, sudut elongasi minimal 3 derajat dan umur bulan minimal 8 jam setelah konjungsi ternyata selama ini tidak bisa dibuktikan oleh para perukyat ataupun para pengamat profesional walaupun dulu ada hasil pengamatan hilal yang menyatakan pernah melihat hilal dibawah 2 derajat akan tetapi tidak bisa diverifikasi kebenarannya dan tidak ada bukti secara ilmiah atau nyata.
Perjalanan penentuan kriteria imkanur rukyah naik turun seiring dengan hasil pengamatan hilal dan pendapat para ahli. Pernah ada yang menentukan ketinggian hilal minimal 7 derajat baru bisa diamati seperti pendapat Donjon dan ada yang berpendapat bahwa kriteria minimal hilal bisa diamati adalah 4 derajat sebagaimana disampaikan oleh ahli astronomi Lapan, Thomas Djamaluddin. Ternyata kriteria yang dikemukan para ahli tersebut patah dengan berhasilnya perukyat LFNU mengamati dan melihat hilal pada ketinggian dibawah 4 derajat yaitu 3,2 derajat di bukit Condrodipo Kabupaten Gresik Jawa Timur dan bisa dibuktikan dengan hasil rekaman dan foto hilal. Keberhasilan pengamatan hilal dibawah 4 derajat itu tidak hanya sekali bahkan beberapa kali dan bisa diabadikan dalam bentuk foto ataupun rekaman video. Berangkat dari sinilah kemudian ditetapkan kriteria imkanur rukyah yang baru dimana ketinggian hilal minimal 3 derajat. Adapun sudut elongasi yang disyaratkan adalah minimal 6.4 derajat. Persyaratan ini sebenarnya sebagai persyaratan kedua atau sekunder. Jika sudut elongasi kurang dari syarat minimal tersebut bisa saja teramati jika ketinggian hilal lebih dari 3 derajat akan tetapi selama ini belum pernah ada perukyat yang melihat hilal jika sudut elongasi kurang dari 6.4 derajat. Mengapa 6.4 derajat karena dengan sudut minimal tersebut posisi hilal akan bisa dilihat walaupun sebenarnya agak susah dalam pengamatan karena sinar matahari masih sangat kuat dan sinar bulan sangat lemah.
Kriteria imkanur rukyah terbaru ini diadopsi oleh negara-negara MABIMS yaitu Malaysia, Brunei Darussalam, Indonesia dan Singapura untuk menentukan awal bulan hijriyah. Berangkat dari sinilah kemudian NU juga mengadopsi kriteria imkanur rukyah yang baru berdasarkan surat keputusan LF PBNU nomor 001/SK/LF-PBNU/III/2022 tanggal 28 Sya'ban 1443 H atau 31 Maret 2022 M. Sejak ditetapkan kriteria imkanur rukyah terbaru ini maka jika ada perukyah yang mengaku melihat hilal sementara kriteria tidak terpenuhi dan tidak bisa dibuktikan dengan foto atau rekaman pengamatan maka hasil pengamatannya bisa ditolak. Bagaimana kalau setelah istikmal hilal juga belum bisa dilihat? Kalau sudah istikmal hilal belum juga bisa dilihat maka tetap bahwa bulan baru sesuai penentuan istikmal karena umur bulan maksimal adalah 30 hari dan tidak mungkin umur bulan 31 hari. Contoh pengamatan hilal tanggal 29 Jumadil Ula 1445 H secara perhitungan ketinggian hilal rata-rata di Indonesia sudah mencapai 4 derajat dan sudut elongasinya di atas 7 derajat akan tetapi pengamatan tanggal 29 Jumadil Ula 1445 H atau bertepatan dengan Rabu, 13 Desember 2023 itu ternyata tidak satupun perukyah melihat hilal. Karena tidak ada laporan yang berhasil melihat hilal maka awal bulan Jumadil Akhirah 1445 H diundur sehari dengan menggenapkan atau mengistikmalkan bulan Jumadil Ula 1445 H menjadi 30 hari. Kalau sesudah diistikmalkan 30 hari ternyata hilal belum bisa dilihat tetap saja bahwa awal bulan tanggal 1 Jumadil Akhirah 1445 H adalah Jum'at ,15 Desember 1445 H. Faktor hilal tidak bisa dilihat bisa jadi karena tertutup mendung atau karena hujan dan lain sebagainya.
Kriteria imkanur rukyah yang ditetapkan oleh LF PBNU ini dikenal dengan IRNU. Dengan adanya kriteria ini maka bagi para perukyah lebih mudah untuk melakukan pengamatan karena sebelum pengamatan akan dilihat hasil perhitungan (hisab) awal bulannya. Kalau sudah sesuai dengan kriteria maka kemungkinan besar hilal bisa diamati dan kalau hasil perhitungan dibawah kriteria maka hasil pengamatan bisa ditebak kemungkinan kecil berhasil melihat hilal. Rukyah tetap diperlukan karena selain sudah diperintahkan oleh agama penampakan hilal bisa jadi tidak terlihat karena mendung atau hujan. Kalau hanya berpatokan pada kriteria belum tentu tepat karena obyek pengamatannya adalah hilal. Bisa jadi ketika pengamatan hilal tidak bisa dilihat karena tertutup mendung atau hujan walaupun kriteria sudah terpenuhi. Tidak otomatis jika kriteria terpenuhi kemudian ditetapkan awal bulan baru besoknya. Kriteria juga penting karena sebagai pedoman bahwa hilal bisa diamati atau tidak. Inilah pentingnya kriteria dan rukyah. Kriteria yang berdasarkan hisab (hitungan) akan dibuktikan dengan rukyah. Hisab dan rukyah tidak bisa dipisahkan ibarat dua sisi mata uang.
Dengan adanya penetapan bahwa awal bulan Jumadil AKhiroh 1445 H maka tinggal maksimal 90 hari lagi bulan suci Ramadhan 1445 H akan datang. Bulan yang ditunggu-tunggu bagi umat Islam. Semoga kita semua bisa bertemu dengan bulan suci Ramadhan 1445 H dalam keadaan sehat wal afiat.