Dwi Fungsi
Pembahasan amandemen atau lebih tepatnya perubahan Rancangan Undang-undang TNI ramai menghiasi pemberitaan media. Apalagi perubahan tersebut juga disorot oleh media asing. Mengapa perubahan undang-undang TNI ini menarik semua orang terutama pengamat dan masyarakat sipil. Salah satu pembahasan yang alot adalah penempatan TNI aktif ke lembaga sipil. Undang-undang sebelumnya menyebutkan bahwa hanya 10 lembaga yang bisa diisi oleh TNI aktif dan jika TNI aktif menempati atau ditempatkan di lembaga sipil maka pilihannya adalah berhenti dari TNI dan menjadi sipil.
Perubahan undang-undang TNI sekarang adalah menempatkan TNI aktif ke 16 lembaga yaitu Kordinator bidang Polkam, Pertahanan Negara, Setmilpres, Intelejen negara, Sandi negara, Lemhanas, Dewan Pertanahan Nasional, Basarnas, BNN, KKP, BNPB, BNPT, Bakamla, Kejagung, MA dan BNPP. Inilah yang menjadi pembahasan alot ketika membahas perubahan RUU TNI. Ada satu lagi pasal yang membuat publik mencermati perubahan RUU TNI ini yaitu pasal 47 ayat 2 yang berbunyi: (saya nukilkan bunyi paling akhir saja)
Prajurit aktif dapat menduduki jabatan pada kantor ................ serta kementerian/lembaga lain yang membutuhkan tenaga dan keahlian prajurit aktif sesuai dengan kebijakan presiden.
Pasal ini berarti presiden mempunyai hak prerogatif untuk menempatkan TNI aktif dimanapun sesuai dengan keinginan presiden.
Kekhawatiran publik terhadap kembalinya militer ke ranah sipil memang perlu ditanggapi secara serius oleh DPR. Ketika militer kembali ke ranah sipil, memori publik langsung kembali ke orde baru. Zaman orde baru ada isitilah Dwi Fungsi ABRI. Dua fungsi ABRI yaitu pertama menjaga keamanan dan ketertiban negara dan kedua memegang kekuasaan dan mengatur negara. Publik yang mengalami zaman orde baru akan merasakan bagaimana sangat represifnya ABRI saat itu. Semua lini kehidupan masyarakat dikuasai oleh ABRI. Akibatnya masyarakat sangat terkungkung. Perbedaan pendapat dilarang. Kritik terhadap pemerintah diberangus. Kebebasan berpendapat dibungkam. Vokal terhadap penguasa langsung ditangkap dan dipenjara. Kejadian seperti inilah yang dikhawatirkan oleh publik ketika militer kembali ke ranah sipil.
Memang militer -TNI- saat ini adalah lembaga yang paling dipercaya oleh publik. Kepercayaan tinggi publik terhadap TNI karena profesionlitasnya sebagai militer bukan karena keahliannya dalam organisasi sipil. Saat ini TNI murni sebagai penjaga pertahanan negara, karena perannya inilah rakyat memberikan kepercayaan yang tinggi terhadap militer.
Kembali ke pasal 47 ayat 2 RUU TNI yang dibahas oleh DPR di hotel bintang lima itu. Katanya efisiensi kenyataannya pembahasan dilakukan di hotel bintang lima. Kalau pasal 47 ayat 2 tidak direvisi maka dikhawatirkan terjadi penyalahgunaan wewenang oleh presiden. Mengapa demikian? Karena presiden akan menempatkan prajurit aktif di lembaga manapun sesuai keinginan presiden. Saat ini memang tidak, siapa tahu 5 tahun lagi akan terjadi seperti itu. Kita tidak tahu. Jika terjadi penyalahgunaan wewenang oleh presiden dan prajurit aktif mempunyai senjata apa yang akan terjadi?
Kondisi militer di negara ini memang belum ideal. Negara maritim akan tetapi matra lautnya hanya sekitar 74 ribu personel. Sementara milter daratnya lebih banyak sekitar 400 ribu personel. Adapun prajurit TNI berdasarkan kepangkatan berdasarkan sumber TNI sebagai berikut:
Pangkat letnan dua kelebihan sekitar 10.000 personel
Pangkat letnan satu, kapten, mayor, dan letnan kolonel kekurangan sekitar 49 ribu personel
Pangkat kolonel dan perwira tinggi (jendral, letnan jendral, mayor jendral dan brigadir jendral) kelebihan sekitar 450 orang.
Dari data diatas teratas ada kelebihan sekitar 10 ribu yang berpangkat letnan dua dan 450 personil yang berpangkat kolonel dan perwira tinggi. Artinya ada 10 ribu dan 450 personel TNI yang istilahnya "semi menganggur". Mungkin inilah yang melatarbelakangi adanya penempatan personil aktif TNI di 16 lembaga tersebut. Secara keseluruhan sebenarnya ada kekurangan signifikan terhadap matra laut dan udara. Kebanyakan personel militer TNI adalah matra darat. Seharusnya yang lebih banyak adalah matra laut dan udara. Negara maritim seharusnya lebih banyak mempunyai matra laut daripada matra darat.
Reformasi TNI belum selesai. Petinggi TNI masih berorientasi terhadap pengembangan matra darat bukan matra laut. Jika dua matra digabung (laut dan udara) masih kalah dengan jumlah matra darat. Inilah yang seharusnya menjadi perhatian utama petinggi TNI dan kalangan dewan perwakilan rakyat.
Mungkin keinginan beberapa pihak untuk melibatkan TNI dalam ranah sipil dipandang perlu karena begitu carut marutnya lembaga sipil yang diisi oleh kalangan sipil. Korupsi yang dilakukan oleh sipil begitu luar biasa dan semakin hari semakin tidak terkendali. Akan tetapi apakah pelibatan militer dalam ranah sipil akan menghentikan praktek korupsi yang seakan sudah menjadi budaya bangsa ini. Jawabannya belum tentu. Jawaban terhadap budaya korupsi adalah hukuman mati bagi para koruptor.
Semoga para pengambil kebijakan negara ini semakin jernih dalam menganalisa dan memutuskan hal yang terbaik bagi bangsa ini.