Trump Mengancam Putin
Donald Trump resmi menjadi presiden Amerika ke-47 sejak dilantik tanggal 20 Januari 2025. Pelantikan yang diadakan didalam gedung itu dipenuhi dengan undangan khusus dan para pendukung Trump. Jauh sebelum pelantikan, Trump pernah berjanji untuk menghentikan perang Ukraina dalam jangka waktu 24 jam setelah dilantik menjadi presiden. Faktanya dalam pidato perdana Donald Trump sebagai presiden Amerika ke-47 kemarin tidak pernah menyebut perang Ukraina bahkan pasca pidato tersebut juga tidak ada kabar tentang perang Ukraina sebagaimana dijanjikan oleh Donald Trump. Sehari setelah pidato perdana tersebut baru ada kabar tentang perang Ukraina. Staff khusus Donald Trump yang ditugasi untuk menyelesaikan masalah perang Ukraina menyatakan bahwa akan ada pertemuan antara Donald Trump dan Vladimir Putin dalam jangka waktu 100 hari pemerintahan Donald Trump. Pertemuan tersebut akan membahas penyelesaian perang Ukraina. Seperti biasanya Donald Trump selalu mengumbar ancaman kepada lawan politiknya. Trump mengancam Rusia jika tidak mengikuti kemauannya yaitu menyelesaikan konflik di Ukraina. Trump mengancam akan memberikan sanksi lebih berat terhadap Rusia. Sanksi tersebut adalah menaikkan pajak barang yang diekspor oleh Rusia ke Amerika menjadi 100%. Tidak hanya itu saja Trump juga akan memberikan sanksi kepada negara-negara yang berhubungan dengan Rusia. Satu lagi sanksi yang sudah dilaksanakan oleh negara-negara Eropa yang tergabung dalam Uni Eropa atau NATO dan belum dilakukan oleh Amerika yaitu menggunakan simpanan Rusia di negara Amerika untuk membantu Ukraina.
Perang urat saraf dan tebar ancaman seperti itu adalah watak dari seorang Donald Trump. Apakah ancaman yang dikeluarkan oeh Trump itu membuat Putin takut? Apakah penambahan sanksi yang diberikan oleh Trump membuat Rusia mundur dari Ukraina?
Respon politisi Rusia terhadap ancaman Trump ditanggapi santai saja. Perwakilan Rusia di PBB mengatakan bahwa masalah perdamaian yang diajukan oleh Trump tidak serta merta bisa menyelesaikan masalah antara Rusia-Ukraina. Untuk menghentikan perang Rusia-Ukraina harus dicari akar masalahnya. Sampai saat ini Vladimir Putin sebagai presiden Rusia belum mengeluarkan sepatah kata pun dalam menanggapi ancaman presiden Amerika ke-47 itu. Putin bukanlah politisi kemarin sore. Putin adalah politisi yang dididik dengan latar belakang militer yang jiwa nasionalismenya sangat tinggi. Putin adalah mantan KGB yaitu agen intelejen Rusia yang terkenal itu. Sebagai mantan KGB otomatis Putin sangat paham dengan politik internasional.
Sanksi apapun tidak membuat Rusia hancur. Sudah berapa ribu sanksi yang diterima oleh Rusia sejak berkonflik dengan Ukraina mulai 2022 sampai sekarang. Dalam catatan internasional, Rusia adalah negara yang paling banyak menerima sanksi sampai saat ini. Sekitar 200.000 sanksi telah diterima oleh Rusia dari negara-negara Uni Eropa dan AS. Apakah kondisi Rusia mundur atau hancur dengan begitu banyak sanksi?
Menurut laporan Internasional Moneter Fund (IMF) -lembaga keuangan dunia- yang baru dirilis kemarin menyatakan bahwa:
Pertumbuhan PDB (Pendapatan Domestik Bruto) Rusia melebihi semua negara ekonomi yang tergabung dalam G7 (Giant Seven) -Kumpulan negara maju-.
Rusia melampaui Jepang dan menjadi ekonomi terbesar keempat dunia
Tingkat pengangguran di Rusia lebih rendah dibandingkan AS.
Data ini menunjukkan bahwa sanksi yang mencapai 200.000 tersebut ternyata tidak membuat Rusia melemah akan tetapi lebih kuat dibandingkan tahun sebelumnya. Pertumbuhan GDP penduduk Rusia meningkat pada tahun 2024 dibandingkan 2023. Ini menunjukkan bahwa sanksi yang diberikan oleh negara-negara Barat terhadap Rusia tidak efektif dan tidak mempunyai efek apapun terhadap ekonomi Rusia. Alih-alih melemahkan Rusia, sanksi tersebut ternyata menjadi bumerang bagi negara Uni Eropa sendiri. Ekonomi negara Uni-Eropa turun drastis. Pertumbuhan ekonomi negara Uni Eropa mengalami penurunan drastis bahkan Jerman sebagai motor penggerak perkembangan ekonomi uni Eropa, mengalami penurunan tajam dan inflasi gila-gilaan.
Para pengamat dan ahli negara Barat sejak invasi Rusia ke Ukraina memprediksi bahwa Rusia akan segera tamat dan ekonominya hancur. Bahkan kehancuran Rusia akan lebih hebat dibandingkan dengan kehancuran Uni Sovyet. Prediksi tersebut ternyata tidak menjadi kenyataan bahkan kekuatan ekonomi Rusia tumbuh luar biasa. Tidak hanya kekuatan ekonomi yang tumbuh akan tetapi kekuatan militer dan industri militer Rusia berkembang pesat dengan adanya perang Ukraina. Pabrik senjata Rusia memproduksi 50 kali lebih banyak dibanding keadaan sebelum perang Ukraina.
Dukungan masyarakat Rusia terhadap Vladimir Putin mencapai nyaris 90%. Artinya politik dalam negeri Rusia kondisinya aman-aman saja. Apakah dengan kondisi ekonomi dan militer yang tumbuh begitu signifikan ancaman Trump akan mampu membuat Putin menyetujui syarat perdamaian yang diajukan Donald Trump?
Rusia sekarang menguasai 20% wilayah Ukraina. Wilayah Ukraina Timur semua dikuasai oleh Rusia. Oblast Donets, Luhansk, Kherson, Zaporizhia, Mykolaiv, Krimea dan Sevastopol. Bahkan Oblast Dnepropetrovsk nyaris dikuasai oleh Rusia. Wilayah Ukraina timur yang kaya akan bahan tambang dan merupakan wilayah industri semua dikuasai oleh Rusia. Benteng pertahanan Ukraina di wilayah timur sudah dikuasai Rusia. Runtuhnya benteng Ukraina di wilayah timur, Pokrovsk membuat Rusia lebih mudah menguasai Oblast Dnepropetrovsk. Dnepropetrovsk adalah salah satu kota terbesar di Ukraina.
Pencapaian Rusia menguasai 20% wilayah Ukraina ini tidak akan membuat Putin begitu saja menerima persyaratan perdamaian yang diajukan oleh Donald Trump. Ingat bahwa Amerika masih tergantung bahan baku nuklir dari Rusia. Selain itu Rusia sudah membuktikan bahwa Rusia lebih kuat dan maju walaupun dikeroyok oleh 32 negara NATO dan AS.
Mari kita lihat apakah ancaman Trump tersebut akan efektif menekan Valdimir Putin? Ataukah sebaliknya Donald Trump akan melunak dan mengikuti kemauan Putin.