DEFISIT
Entah dari mana kata-kata defisit ini bermula.Yang jelas defisit adalah kata yang selalu ada ketika membahas keuangan atau yang bersinggungan dengan keuangan. Defisit adalah ketika pengeluaran lebih besar dari pada pendapatan. Kondisi itulah yang sekarang dialami oleh APBN kita. Menteri Keuangan, Sri Mulyani kemarin mengumumkan bahwa APBN kita yang baru berjalan 2 bulan ini sudah defisit sekitar 32 Triliun. Angka tersebut sangat fantastis kedengarannya karena baru 2 bulan saja APBN sudah tekor 32 Triliun. Bagaimana kalau sampai setahun pastinya akan terus bertambah dan bertambah. Logikanya dalam 2 bulan saja sudah tekor 32 Triliun kalau setahun berarti tinggal kalikan 6 saja sudah berapa. Akan tetapi hitung-hitungan APBN tidak semudah itu. Memang orang awam bisa berpendapat bahwa defisit APBN tersebut akan terus bertambah seiring dengan perjalanan penggunaan APBN.
Ada fakta lain yang juga disampaikan oleh Menteri Keuangan bahwa dalam 2 bulan ini negara kita sudah menarik utang sekitar 220 Triliun. Wow luar biasa. Padahal saat ini sudah ada efisiensi yang dampaknya sangat dirasakan oleh masyarakat bawah. Ekonomi kita tidak baik-baik saja. Banyak pemutusan hubungan kerja. Lowongan kerja pun tidak ada. Geliat ekonomi di masyarakat sangat terasa lesu sekali. Biasanya di awal pemerintahan gebrakan program ekonomi begitu bagus dan roda ekonomi berjalan lancar walaupun sebenarnya kita tidak tahu ekonomi yang di sono. Sekarang semua lapisan masyarakat merasakan kelesuan ekonomi negara ini. Bagaimana tidak lesu? Pabrik banyak yang tutup berakibat pemutusan hubungan kerja. Sementara tidak ada lowongan pekerjaan. Untuk memenuhi kebutuhan primernya saja masyarakat harus pontang-panting. Daya beli masyarakat juga turun akibatnya mal-mal, supermarket banyak yang kosong. Hanya pasar rakyat yang masih berjalan. Itupun skala kecil dan hanya untuk memenuhi kebutuhan pokok saja.
Efisiensi APBN yang digaungkan oleh pemerintah Prabowo Subianto juga sudah dilaksanakan yang menghasilkan sekitar 300 Triliun pada tahap awal dan 750 Triliun pada tahap ketiga. Kemanakah uang 750 Triliun itu. Mengapa uang sejumlah itu tidak bisa menggerakkan roda ekonomi bangsa ini. Kabarnya uang sebesar tersebut digunakan untuk modal Danatara yaitu badan keuangan Indonesia yang berfungsi untuk membiayai proyek-proyek besar negara ini. Danantara belum bisa diharapkan peranannya karena memang badan baru. Untuk sementara kondisi ekonomi ini akan terus memburuk paling tidak setahun yang akan datang.
Sebelumnya memang kita terbiasa dengan defisit anggaran akan tetapi defisit tersebut bukan di awal pemerintahan akan tetapi di akhir tahun dan jumlahnya tidak begitu fantastis. Kita akan melihat apakah defisit APBN akan semakin bertambah atau semakin berkurang di akhir tahun 2025?
Kondisi sekarang memang sangat kontras dengan perekonomian kita. Bayangkan kita diminta efisiensi sementara lembaga/instansi pemerintah ditambah. Penambahan lembaga/instansi akan menambah anggaran dan sumber daya manusia. Mau efisiensi dimanakah kita kalau lembaga/instansi ditambah. Ini salah satu contoh program yang inefisiensi. Mau efisiensi bagaimana kalau rapat DPR membahas RUU dilakukan di hotel bintang 5? Mau efisiensi bagaimana kalau program MBG tidak tepat sasaran? Pemerintah memang harus mengevaluasi programnya agar tujuan efisiensi tercapai.
Target pemerintah untuk swasembada pangan dan energi sudah tepat. Mungkin swasembada pangan dalam jangka pendek ini bisa dilakukan dan berhasil memenuhi target. Apalagi pada bulan Maret dan April ini akan ada panen raya. Target swasembada pangan akan tercapai pada tahun pertama pemerintahan Prabowo-Gibran. Kebutuhan beras nasional akan terpenuhi dari produk beras dalam negeri dan tidak perlu import beras.
Tinggal swasembada energi. Masalah energi inilah yang belum ditemukan solusinya. BBM kita masih import. Import BBM ini sangat membebani keuangan negara. Import BBM rawan korupsi. Memang import BBM ini bisnis yang sangat menggiurkan bagi semua orang. Target pemerintah untuk membangun kilang minyak di dalam negeri dan setara dengan kualitas Euro 5 belum terpenuhi karena pembangunan kilang membutuhkan modal besar. Hanya investor besar yang mau investasi pada kilang minyak. Itupun harus menguntungkan. Kalau keuntungannya sedikit, investor tersebut tidak akan mau investasi. Maka mau tidak mau pemerintah harus putar otak agar kilang mintak tetap dibangun di dalam negeri oleh investor besar. Wajar saja jika dalam pembangunan kilang minyak keuntungan investor lebih besar karena memang tidak semua investor mau berinvestasi pada kilang minyak jika keuntungannya sedikit. Mungkin 5 tahun ke depan kita masih belum swasembada energi. BBM masih import. Apalagi jika penggunaan BBM semakin banyak dengan produksi mobil semakin banyak. Solusinya memperbanyak produksi mobil listrik dan mewajibkan masyarakat untuk menggunakan mobil listrik. Buatlah regulasi pembatasan penggunaan mobil bensin/solar dan berilah insentif untuk penggunaan mobil/sepeda motor listrik.
Semoga ekonomi negara ini segera membaik.