Sultan vs Jam'iyatan
Konflik dalam tubuh organisasi Islam terbesar di jagad ini, Nahdlatul Ulama mencapai puncaknya saat digelar pleno PBNU yang dipimpin oleh Rois Am di hotel Sultan Jakarta. Agenda Pleno PBNU tersebut adalah menunjuk PJ Ketua Umum, Gus Yahya. Adapun Pj sudah diketahui yaitu KH. Zulfa Mustofa. Dalam sambutannya pasca ditetapkan sebagai Pj Ketum PBNU, KH. Zulfa Mustofa akan mengedepankan persatuan.
Sebelum pelaksanaan pleno PBNU yang diinisiasi oleh Rais AM, sudah diselenggarakan pertemuan Mustasyar dan kyai sepuh PBNU di pondok pesantren Tebuireng -tempat lahirnya ormas NU-. Pertemuan mustasyar dan kyai sepuh PBNU nu ini merupakan inisiatif pihak keluarga muassis NU untuk menyelesaikan konflik yang ada dalam PBNU saat ini. Semua pihak diundang baik syuriah maupun tanfidyiyah akan tetapi Rois am tidak bisa datang dan mewakilkan kepada salah satu wakilnya yaitu Prof. Dr. Muh. Nuh -mantan menteri pendidikan-. Sementara dari tanfidyiyah datang semua mulai dari ketua umum, sekretaris, bendahara dan beberapa anggota. Hasil pertemuan tersebut agar ada islah antara syuriah dan tanfidzyiyah.
Ternyata hasil pertemuan mustasyar dan para kyai sepuh NU di pondok pesantren Tebuireng tersebut bertepuk sebelah tangan karena pihak syuriah tetap saja menggelar acara pleno PBNU yang agendanya penunjukan Pj Ketua umum PBNU. Dua pertemuan tersebut sangat kontras sekali. Pertemuan di pondok pesantren Tebuireng tidak dihadiri satu pun perwakilan pemerintah atau mungkin karena pertemuan internal maka pihak pondok Tebuireng tidak mengundang pemerintah. Sementara pertemuan di hotel Sultan Jakarta dihadiri oleh menteri agama sebagai wakil pemerintah. Dari dua pertemuan tersebut bisa ditebak bahwa pertemuan hotel Sultan didukung oleh pemerintah sementara pertemuan di pondok pesantren Tebuireng tidak didukung oleh pemerintah. Jadilah 2 kubu dalam PBNU sekarang yaitu kubu Sultan yang didukung pemerintah dan kubu Tebuireng yang lebih merakyat alias mempunyai akar jam'iyah.
Judul diatas tidak menyederhanakan masalah akan tetapi faktanya memang seperti itu. Kubu Sultan didukung oleh pemerintah (sulthon) sementara kubu Tebuireng didukung oleh jam'iyah. Jam'iyah menginginkan adanya islah antara dua kubu tersebut sebagaimana diwakili oleh kyai sepuh dan mustasyar PBNU.
Awal mula konflik di tubuh ormas terbesar tersebut pun masih belum jelas karena belum ada tabayyun atau klarifikasi dari pihak yang dituduh. Sementara isu di luar tubuh organisasi ini berseliweran ada yang mengatakan penyebab konflik di tubuh ormas ini karena masalah tambang, masalah zionis, masalah keuangan dan lain sebagainya. Isu yang berhembus cukup keras adanya pertentangan antara kubu Kramat dan Kubu Sultan dalam mengelola tambang. Isu ini pun belum bisa diverifikasi. Begitu juga isu zionis dimana ketum PBNU menjadikan orang zionis sebagai penasehatnya. Isu ini pun belum bisa diverifikasi. Begitu juga masalah keuangan yang diduga ada aliran dana pencucian uang dari salah satu tersangka korupsi. Isu ini pun tidak bisa diverifikasi bahkan dalam keterangan bendahara umum PBNU di pondok Tebu ireng ketika dimintai keterangan oleh para kyai sepuh dan mustasyar PBNU ternyata tidak ada aliran dana yang masuk ke rekening PBNU terkait pencucian uang yang dituduhkan oleh KPK itu. Saya tidak tahu KPK tiba-tiba sangat agresif menyerang ormas ini. Ada apa sebenarnynya KPK dengan ormas ini?
Selanjutnya kita akan melihat bagaimana dinamika PBNU setelah adanya dua kubu ini. Bagi para pemain politik, NU memang harus ditundukkan dan dikuasai karena NU adalah basis massa yang sangat menggiurkan dalam kontestasi lima tahunan. Ada adagium jika ingin menguasai Indonesia maka kuasailah NU. Begitu juga ada peneliti yang mengatakan kalau ingin membuat Indonesia hancur maka hancurkanlah NU. Mengapa sampai ada adagium tersebut dan itu sangat dipercaya oleh para ilmuwan, peneliti dan politisi. Secara historis, benteng Indonesia memang tidak terlepas dari peran NU. Perjuangan pra kemerdekaan, sebelum adanya ABRI/TNI mayoritas pejuang adalah kyai dan santri yang notabene berasal dari pesantren NU. Beberapa kali negara ini diguncang perpecahan, NU lah yang menyelamatkan. Peristiwa dihapusnya 7 kata dalam piagam Jakarta adalah peran besar tokoh NU di PPKI. Begitu juga terjadinya pemberontakan DI/TII, NU lah yang menyelamatkan. Pemberontakan PRRI/Permesta juga NU yang menyelamatkan Indonesia dari perpecahan. Peristiwa Gestok, NU lah yang menyelematkan negara ini dari rongrongan PKI. Begitu juga peristiwa pemberontakan FDR di Solo dan Madiun, NU lah yang mengatasi. Ini adalah fakta sejarah. Maka wajar jika ada pendapat atau adagium jika ingin menguasai Indonesia maka kuasailah NU.
Semoga NU bisa melewati ujian ini seperti ujian-ujian sebelumnya.