Kementerian Pekerjaan Umum
Pangkas 80%
Efisiensi benar-benar diterapkan oleh Presiden Prabowo Subianto. Semua Kementerian dan lembaga merasakan gebrakan Presiden Prabowo dalam rangka efisiensi ini. Hanya Kementerian Pertahanan dan Polri yang tidak merasakan gebrakan efisiensi Prabowo Subianto. Anggaran dua institusi ini aman dari efisiensi. Mengapa hanya dua institusi ini yang lolos dari efisiensi. Silahkan tanya pada Presiden Prabowo Subianto. Mungkin kita hanya menebak dan mereka-reka karena latar belakang presiden adalah militer maka belanja alutsista harus diutamakan dan keamanan rakyat serta negara harus diutamakan dari pada kepentingan lainnya. Makanya dua institusi ini tidak terkena program efisiensi presiden.
Dari sekian banyak institusi, kementerian pekerjaan umum yang sangat merasakan program efisiensi ini. Anggaran Kementerian Pekerjaan Umum dipangkas 81 Triliun atau setara dengan 80% anggaran 2025. Anggaran Kementerian Pekerjaan Umum tahun 2025 sebesar 110 Triliun dan sekarang dipangkas 81 Triliun berarti tinggal 29 Triliun. Perlu diketahui Kementerian Pekerjaan Umum yang digawangi oleh Doddy Hanggodo ini bertanggung jawab terhadap semua infrastruktur di negara ini. Pembangunan jalan, bandara, pelabuhan, jembatan, bendungan semua menjadi tanggung jawab kementerian ini. Dengan adanya pemangkasan sebesar 81 Triliun maka otomatis pembangunan infrastruktur akan terganggu. Selama ini pembangunan infrastruktur vital dikerjakan oleh kementerian ini.
Apakah pembangunan infrastruktur akan terus berjalan tanpa kehadiran kementerian pekerjaan umum? Presiden Prabowo Subianto pernah mengatakan bahwa pembangunan infrastruktur akan diserahkan kepada swasta. Selama ini pembangunan infrastruktur selalu ditangani oleh kementerian pekerjaan umum. Kalau memang benar nanti pembangunan infrastruktur diserahkan kepada swasta, pertanyaannya adalah apakah swasta siap atau rakyat siap?
Kalau swasta membangun infrastruktur otomatis swasta akan mengelola infrastruktur dan berpikir minimal mengembalikan modal pembangunan infrastruktur tersebut. Taruhlah misal swasta mengerjakan proyek jalan tol maka swasta berhak untuk mengatur manajemen jalan tol tersebut sampai modalnya kembali. Memang tergantung perjanjian antara pemerintah dan swasta. Kalau memang benar diserahkan swasta dan pemerintah tidak cawe-cawe maka sama saja menswastakan pembangunan infrastruktur. Dampaknya proyek infrastruktur vital akan dikuasai oleh swasta. Kecuali pemerintah memilah proyek infrastruktur vital dikerjakan oleh pemerintah kolaborasi dengan swasta. Sementara proyek infrastruktur non vital diserahkan sepenuhnya kepada swasta.
Presiden Prabowo Subianto sebenarnya bisa mencontoh langkah Presiden Rusia Vladimir Putin dalam membangun Rusia pasca runtuhnya Uni Sovyet. Langkah yang diambil Putin ketika membangun Rusia pasca bubarnya Uni Sovyet adalah dengan memerintahkan kepada pemilik modal yang telah lama mendapatkan keuntungan dari sumber daya alam Rusia untuk membangun infrastruktur di Rusia. Pasca Uni Sovyet runtuh banyak kaum pemodal baik luar negeri maupun dalam negeri yang menguasai sumber daya alam Rusia. Mereka mendapatkan keuntungan luar biasa dari penguasaan tersebut. Setelah Putin naik menjadi presiden, para pemilik modal ini ditekan Putin untuk membangun infrastruktur Rusia sebagai imbalan dari menikmati keuntungan selama bertahun-tahun menguasai sumber daya Rusia. Akhirnya mau tidak mau pemilik modal ini membangun infrastruktur Rusia sebagai imbalan dari penguasaan sumber daya Rusia. Memang ada beberapa pemilik modal yang tidak mau membangun infrastruktur Rusia seperti Roman Abramovich dan kawan-kawan yang melarikan diri ke Inggris akan tetapi mayoritas membangun infrastruktur Rusia. Peran swasta inilah yang kemudian infrastruktur Rusia menjadi baik.
Presiden Prabowo Subianto bisa menekan kepada pemilik modal yang selama ini mengeruk kekayaan negeri ini dengan mewajibkan membangun infrastruktur sebagai imbal balik pengerukan kekayaan tersebut. Presiden Prabowo bisa memerintahkan kepada Exon Mobil untuk membangun pelabuhan atau bendungan atau jalan. Presiden juga bisa memerintahkan kepada Freeport untuk membangun infrastruktur bandara atau jalan. Presiden juga bisa memerintahkan kepada konglomerat Indonesia untuk membangun infrastruktur sebagai imbal balik penguasaan sumber daya negara ini. Sekarang tinggal presiden, apakah berani menyuruh perusahaan-perusahaan tersebut untuk membangun infrastruktur?
Apakah tidak beresiko ketika menyuruh perusahaan multi nasional atau para pemilik modal untuk membangun infrastruktur negeri ini? Resiko pasti ada. Resiko paling berat adalah diturunkan dari jabatan presiden dan masyarakat chaos. Akan tetapi tidak semudah itu menurunkan Prabowo dari kursi kepresidenan. Ingat bahwa Prabowo adalah mantan militer dan disukai oleh rakyat negeri ini. Survey Kompas kemarin menunjukkan bahwa 80% rakyat puas dengan kinerja Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. Artinya 80% rakyat mendukung Prabowo Subianto. Untuk kalangan militer jangan diragukan lagi. Militer pasti mendukung penuh Prabowo Subianto apalagi saat menjadi menteri pertahanan belanja alutsista besar-besaran dilakukan dan kesejahteraan prajurit diutamakan. Dua modal ini cukup bagi Prabowo Subianto untuk menekan perusahaan multi nasional dan para pemilik modal untuk membangun infrastruktur sebagai imbal balik penguasaan dan pengerukan sumber daya alam negeri ini.
Semoga pemangkasan anggaran ini tidak menimbulkan model korupsi baru.