Wakaf Uang
Sekarang lagi digalakkan gerakan wakaf uang oleh Kementerian Agama. Menteri Agama bahkan pernah mengatakan akan membuat semacam OJK Syariah untuk mengawasi pengumpulan dan pendistribusian dana umat. Menurut estimasi Kementerian Agama potensi dana umat di Indonesia mencapai Rp. 1.000 Triliun. Dari manakah jumlah Rp. 1.000 Triliun itu?
Menurut Menteri Agama, sumber dana umat khusus dari umat Islam berceceran di mana-mana diantaranya dari zakat, infaq, wakaf, shodaqoh dan fidyah. Kalau sumber dana umat tersebut dimanajemen dengan baik maka akan ada potensi Rp. 1.000 Triliun. Jumlah uang yang besar ini bisa digunakan untuk membangkitkan ekonomi umat. Selama ini pengumpulan dana umat belum dikelola secara baik sehingga potensi ekonominya tidak terasa.
Salah satu sumber dana umat adalah wakaf uang. Wakaf uang sudah diatur dalam UU Wakaf Nomor 41 tahun 2004 pasal 16 ayat 3. Adapun bunyinya sebagai berikut:
Benda bergerak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b adalah harta benda yang tidak bisa habis karena dikonsumsi, meliputi: a. uang; b. logam mulia; c. surat berharga; d. kendaraan; e. hak atas kekayaan intelektual; f. hak sewa; dan g. benda bergerak lain sesuai dengan ketentuansyariah dan peraturan perundang.undangan yang berlaku.
Secara teknis pelaksanaannya juga sudah diatur dalam PMA Nomor 14 tahun 2025 tentang tata cara wakaf benda bergerak berupa uang. Dari segi hukum positif, wakaf uang sangat kuat dasar hukumnya. Sementara dari segi fiqh, dasar wakaf uang juga sangat kuat. Hasil bahtsul masail PCNU Kabupaten Pati menyatakan: memperbolehkan wakaf uang berdasarkan pendapat Malikiyah dan Hanafiyyah. Artinya wakaf uang tidak perlu lagi dipermasalahkan baik dalam tataran hukum positif maupun hukum fiqh.
Wakaf uang adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya berupa uang untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum untuk syariah. Definisi wakaf uang diatas berdasarkan PMA nomor 14 tahun 2025. Wakaf uang menjadi instrumen penting dalam membangun ekonomi umat. Wakaf uang adalah salah satu sistem pembangunan ekonomi umat yang tahan terhadap malaise (resesi). Mengapa demikian?
Wakaf harus memenuhi persyaratan tertentu yaitu adanya wakif, nazhir, mauquf, mauquf alaih, ikrar wakaf dan peruntukan. Wakif adalah pihak yang mewakafkan harta benda miliknya. Nazhir adalah pihak yang menerima harta benda wakaf dari wakif untuk dikelola dan dikembangkan sesuai peruntukannya. Mauquf adalah harta benda yang diwakafkan. Mauquf alaih adalah pihak yang menerima manfaat dari harta benda wakaf. Peruntukan adalah peruntukan harta benda wakaf. Ikrar wakaf adalah pernyataan kehendak wakif yang diucapkan secara lisan dan/atau tulisan kepada nazhir untuk mewakafkan harta benda miliknya. Beberapa hal diatas harus dipenuhi dalam pelaksanaan wakaf.
Dalam wakaf, mauquf (harta benda wakaf) tidak boleh berkurang sedikitpun. Mauquf alaih menerima manfaat dari harta benda wakaf yang diwakafkan oleh wakif. Harta benda wakaf tidak boleh dijaminkan, digadaikan, dihibahkan dan diwariskan. Harta benda wakaf tidak boleh ditukar. Harta benda wakaf harus tetap sebagaimana awal diwakafkan. Dalam konteks wakaf uang, uang yang diwakafkan tidak boleh berkurang serupiah pun. Yang dinikmati oleh mauquf alaih adalah hasil dari wakaf uang tersebut. Uang yang diwakafkan diinvestasikan agar hasil dari investasi tersebut bisa dinikmati oleh mauquf alaih. Uang yang diwakafkan sebagai modal pengembangan ekonomi umat tidak berkurang dan memang tidak boleh berkurang serupiah pun artinya modal produksi tidak akan habis dan tidak akan hilang. Adapun yang dinikmati oleh mauquf alaih adalah hasil dari modal produksi tadi.
Wakaf uang menjadi instrumen terbaik dalam penguatan ekonomi umat. Dalam ekonomi produksi, modal produksi bisa berkurang karena sebab tertentu. Dalam wakaf uang, uang yang diwakafkan sebagai modal produksi tidak boleh berkurang sedikitpun. Nazhir benar-benar harus mengelola wakaf uang dengan kemampuan melebihi seorang usahawan. Misal suatu organisasi atau lembaga atau kementerian mengumpulkan wakaf uang dari anggotanya sebesar Rp. 70 juta tiap bulan. Mauquf alaihnya untuk bea siswa bagi siswa kurang mampu penduduk setempat. Maka nazhir harus mengelola wakaf uang ini agar uang sebesar Rp. 70 juta tersebut bisa dinikmati hasilnya yang dipergunakan untuk bea siswa bagi siswa kurang mampu. Nazhir bisa menginvestasikan wakaf uang tersebut dalam bentuk sukuk atau deposito atau usaha lain yang dipandang bisa menghasilkan. Jika wakif mewakafkan uang tersebut dalam jangka waktu tertentu misal dalam jangka waktu 3 tahun maka setelah jangka waktu itu tercapai, nazhir wajib mengembalikan uang tersebut kepada wakif tanpa berkurang sedikitpun. Jika tiap bulan anggota lembaga tersebut mengumpulkan Rp. 70 juta maka dalam setahun bisa terkumpul Rp. 840 juta. Kalau selama 3 tahun maka akan terkumpul wakaf uang 3 x Rp. 840 juta. Dalam 3 tahun bisa terkumpul uang wakaf sebesar Rp. 2.5 Triliun. Jumlah Rp. 2.5 Triliun ini tidak boleh berkurang bahkan bisa bertambah. Inilah kehebatan sistem wakaf uang untuk pembangunan ekonomi umat. Setelah jangka waktu wakaf berakhir, uang tersebut dikembalikan kepada wakif dan bisa digunakan untuk apapun tergantung keinginan wakif. Maka wajar saja jika Menteri Agama ingin mendirikan OJK Syariah untuk mengawasi pengumpulan, pengelolaan dan pendistribusian dana umat ini.
Wakaf uang ini sangat menggiurkan bagi pengelola ekonomi. Tanpa harus mencari modal dari perbankan dan mengandalkan pengumpulan uang dari umat maka ekonomi akan berjalan. Wakaf uang bukan tanpa resiko. Nazhir harus benar-benar bisa dipercaya dalam mengelola wakaf uang. Jika nazhir tidak bisa dipercaya maka wakaf uang hanya akan menjadi obyek pengumpulan uang umat saja tanpa dinikmati oleh umat kembali. Maka diperlukan lembaga yang mengawasi praktek pengumpulan dana umat ini sehingga dana umat terjamin dan tidak disalahgunakan. Wakaf uang menjadi salah satu pilihan terbaik dalam membangun ekonomi umat. Diperlukan kemampuan dan kemahiran nazhir dalam mengelola wakaf uang agar hasil dari wakaf uang bisa dinikmati oleh mauquf alaih.