Moralitas Media Sosial
Saat ini, mayoritas warga mempunya alat komunikasi smart phone. Bahkan jumlah smart phone di Indonesia melebihi jumlah penduduk Indonesia. Jumlah smart phone atau ponsel di Indonesia sekitar 354 juta. Sementara jumlah penduduk Indonesia sekitar 280 juta. Ada kelebihan sekitar 70 juta ponsel jika didasarkan pada jumlah penduduk Indonesia. Ini artinya setiap penduduk Indonesia mempunyai ponsel bahkan 25% nya mempunyai ponsel lebih dari satu. Ini menandakan bahwa ponsel menjadi kebutuhan primer penduduk Indonesia. Jika ponsel menjadi kebutuhan primer maka untuk menghitung kemiskinan di Indonesia ponsel harus menjadi item yang harus dihitung karena sudah menjadi kebutuhan primer. Jangan kemudian penduduk yang mempunyai ponsel dikategorikan tidak miskin.
Pengguna internet Indonesia sekitar 229,4 juta atau sekitar 80% dari jumlah penduduk Indonesia. Artinya mayoritas penduduk Indonesia adalah pengguna internet. Penggunaan internet yang mencapai 80% ini mempengaruhi perubahan masyarakat saat ini. Perubahan itu tidak melulu positif akan tetapi juga negatif. Perubahan positifnya adalah penduduk bisa mengetahui informasi secara cepat dan tepat. Dengan menggunakan internet, informasi apapun dapat diakses secara cepat dan tepat. Sebagai pengguna internet terbanyak yang mencapai 230 juta maka pembuat aplikasi tergiur untuk membuat aplikasi yang memudahkan bagi pengguna. Aplikasi media sosial sekarang yang sering dipakai oleh penduduk Indonesia adalah TikTok, Facebook, Instagram dan Whatsapp. Ke-empat aplikasi itulah yang sekarang sering dipakai oleh warga negeri ini. Lihatlah mulai dari anak kecil sampai orang tua pasti memasang aplikasi tersebut di ponselnya. Memang aplikasi tersebut sangat menghibur selain untuk mendapatkan informasi secara cepat.
Dengan adanya aplikasi tersebut, semua netizen bisa kirim berita, kirim kabar atau apapun yang bermanfaat untuk pengguna lain. Kirim kabar atau kirim berita jamak disebut dengan nyetatus. Nyetatus sendiri adalah aktivitas netizen di media sosial untuk memberikan kabar atau berita terbaru. Ada netizen yang selalu memperbarui statusnya dengan tujuan agar pengguna lain mengetahui kabar terkini dari pengunggah status.
Di era media sosial ini, semua hal bisa digunakan untuk memperbarui status bahkan hanya dengan diam di tempat bisa dijadikan status. Interaksi antara pengunggah status dengan netizen lain akan terjalin secara cepat walaupun beda lokasi ataupun beda negara. Kecepatan interaksi inilah yang membuat media sosial sanga bermanfaat untuk tukar informasi. Netizen lain akan berkomentar terkait status yang diunggah oleh pemilik status walaupun netizen tersebut tidak pernah kenal ataupun bertemu muka dengan pengunggah status. Mereka bisa saling kirim kabar, memberikan komentar statusnya ataupun lainnya. Komentar netizen terhadap status seseorang juga bervariasi berdasarkan status yang diunggah seseorang. Jika statusnya gembira maka netizen akan memberikan komentar gembira juga. Jika statusnya sedih maka netizen ada yang menghibur dan juga ada yang ikut sedih.
Etika mengomentari status seseorang pun berbeda-beda. Tergantung melihat mood -kondisi kejiwaan- masing-masing netizen. Mayoritas netizen akan galak dan marah jika ada status yang menurut mereka tidak layak dan merendahkan orang lain. Komentar-komentar negatif akan memenuhi kolom komentar pembuat status. Bahkan tidak jarang kata-kata yang tidak pantas dicantumkan dalam komentar tersebut. Padahal netizen tidak pernah kenal dan bertemu muka dengan pembuat status atau orang yang dibuat status.
Pada jaman dahulu orang akan berkomentar jika orang tersebut kenal dengan orang yang diperbincangkan dan menjaga etika berkomentar walaupun orang yang diperbincangkan tersebut sangat jelek. Orang-orang masih menggunakan unggah-ungguh dan akal sehat ketika mengomentari prilaku seseorang dan tidak asal komentar. Contoh jika orang yang diperbincangkan adalah pejabat atau tokoh maka orang-orang masih menjaga komentarnya dan tidak asal komentar. Mereka masih menjaga tata krama berkomentar apalagi jika orang tersebut seorang tokoh. Berbeda dengan jaman media sosial saat ini. Semua netizen bisa berkomentar dengan menuliskan komentarnya di kolom komentar. Terkadang komentar netizen pun kelewat batas. Tidak ada lagi tata krama atau sopan santun berkomentar walaupun yang mereka komentari adalah seorang tokoh. Presiden pun bisa dikomentari jelek, bahkan dipisuhi karena menurut mereka tidak mewakili kepentingannya. Bahkan netizen bisa membully status seseorang ataupun orang yang dibuat status. Pembullyan inilah yang disebut dengan rujakan netizen. Rujak netizen ini lebih pedas dibandingkan dengan rujak asli yang dimakan waktu siang hari. Bagaimana rakyat mengomentari bahkan memisuhi pimpinannya karena status yang dibuat oleh seseorang. Hubungan antara pimpinan-bawahan, abdi dalem-raja, anak-orang tua, tua-muda, sudah tidak ada batasnya. Semua dianggap sama bahkan orang muda bisa mengomentari orang tua, begitu juga bawahan bisa mengomentari pimpinan tanpa ada sopan santun. Kalau jaman dahulu tutur kata masih menggunakan etika. Berkomentar masih menggunakan moral. Zaman sudah berubah. Media sosial menjadi tonggak perubahan etika dan moralitas cara berkomentar dan bertingkah laku.
Media sosial menjungkir balikkan etika dan moralitas warga negara. Warga yang dahulu selalu mengutamakan etika dan moral sekarang dua entitas itu sudah mulai pudar. Lihatlah bagaimana komentar-komentar pada kolom komentar media sosial itu ketika mengomentari status yang menurut mereka negatif. Aneka macam kata dikeluarka oleh netizen. Tidak ada lagi tutur kata yang mengedepankan etika dan moral. Etika dan moral bagi para netizen menjadi urusan kesekian kali dibandingkan dengan mengomentari status tersebut. Netizen yang tidak kenal dengan pengunggah status juga ikut nimbrung berkomentar.
Orang yang tidak pernah bermedia sosial dianggap terbelakang dan tidak mengetahui perkembangan informasi. Media sosial menjadikan moralitas warga negara ini mulai memudar. Etika dan moralitas mulai tergerus dengan perkembangan media sosial. Maka sudah tepat jika ada pembatasan terhadap anak-anak kita untuk menggunakan ponsel. Jangan sampai gegara ponsel, generasi kita tidak lagi bermoral dan tidak punya etika. Mari bermedia sosial yang baik.