Gaduh Kuota Haji
Gaduh kuota haji 2026 masih saja terjadi. Bahkan jemaah calon haji dari Jawa Barat menggerahkan massa ke Kantor Kementerian Haji di Jakarta untuk memprotes pembagian kuota tersebut. Menteri Haji dan Umroh, Moh. Irfan Yusuf tak bergeming dengan keputusannya untuk memberlakukan keputusan pembagian kuota ala Kemenhaj pada tahun 2026 ini. Pasalnya menurut Irfan, kuota nasional ini adalah kuota yang paling adil dan rasional saat ini dimana waiting list disamakan di seluruh Indonesia. Belum ada penjelasan secara ilmiah dan rasional dari Kemenhaj terkait kuota nasional yang diberlakukan saat ini adalah pilihan yang paling rasional. Ketergesa-gesaan pemberlakuan kuota nasional inilah yang membuat Kemenhaj dihantam demo sana-sini dan dikritik habis sama jemaah calon haji. Bagaimana tidak dikritik dan didemo, daftar kuota haji 2026 sudah dberedar sebelum Kemenhaj berdiri sementara jemaah calon haji yang masuk daftar berangkat tahun 2026 sudah persiapan tragisnya ketika Kemenhaj berdiri dan disahkan menjadi Kementerian ternyata list data kuota haji 2026 dirubah dengan skema kuota nasional yang akhirnya membuat kecewa dan merugikan jemaah calon haji. Pasalnya jemaah calon haji yang sudah masuk kuota 2026 harus terlempar dari keberangkatan 2026. Kesembronoan Kemenhaj inilah yang ditarget oleh jemaah calon haji yang masuk kuota 2026 akan tetapi terlempar dari kuota 2026.
Apakah benar kuota nasional dengan menjadikan waiting list seluruh Indonesia sama itu adalah sebuah keadilan? Mari kita bedah masalah keadilan waiting list secara nasional sama, apakah memang berkeadilan atau malah sebaliknya kedholiman?
Parameter pemberlakuan kuota nasional dengan menjadikan waiting list sama seluruh Indonesia tidak jelas dan sangat lemah. Parameter penyamaan waiting list seluruh Indonesia didasarkan argumentasi dan perhitungan apa? Mari kita lihat dalam praktek lapangan misal provinsi A dan provinsi B. Standar pemberlakuan kuota tiap provinsi tidak jelas? Apakah kuota tiap provinsi diberikan secara nasional atau bagaimana, Kemenhaj belum memberikan penjelasan. Kalau misalnya kuota tiap provinsi diberikan oleh Kemenhaj misal provinsi A 100.000 sementara provinsi B 70.000. Kalau misalnya provinsi A lebih banyak pendaftarnya sementara provinsi B lebih sedikit pendaftarnya maka yang lebih banyak berangkat adalah provinsi A sementara provinsi B lebih sedikit. Kalau misalnya jumlah pendaftar provinsi A 200.000 maka akan ada masa tunggu 1 tahun. Jika pendaftar provinsi B 50.000 maka tidak ada waiting list. Kalau kuota provinsi B tidak penuh maka kuota provinsi B akan diambil oleh provinsi A. Apakah ini namanya keadilan? Jatah kuota untuk provinsi B ternyata diambil oleh provinsi A. Jelas ini bukan keadilan. Masa tunggu pendaftar haji tidak jelas karena tiap tahun pendaftar terus bertambah sementara pembagian kuota menunggu instruksi pusat jadi ada ketidakpastian keberangkatan jemaah calon haji.
Pembagian kuota seharusnya berdasarkan keputusan OKI (Organisasi Konferensi Islam) yang menyatakan bahwa tiap 1.000 penduduk muslim diwakili 1 orang haji seperti yang sudah ditulis oleh Prof. Nizar di kanal media online detikcom https://www.detik.com/hikmah/haji-dan-umrah/d-8236516/pembagian-kuota-berbasis-masa-tunggu-bijak-atau-mem-bajak, Negara-negara Islam yang tergabung dalam OKI sudah memutuskan bahwa tiap per seribu penduduk muslim mendapatkan jatah kuota haji 1 orang. Pembagian kuota berdasarkan perhitungan OKI ini lebih jelas. Jadi kalau suatu provinsi jumlah penduduk muslimnya 1 juta maka mendapatkan jatah kuota 1.000 orang. Soal pendaftar hajinya melebihi kuota maka waiting listnya didasarkan pada hitungan tersebut. Berdasarkan parameter ini maka pendaftar haji bisa menghitung sendiri kapan keberangkatannya. Waiting list jelas tanpa menunggu pembagian kuota dari pusat. Kalau misal provinsi lain pendaftar hajinya kurang dari parameter, itu urusan provinsi tersebut. Misal provinsi A dan B. Jika kuota provinsi A berdasarkan ketentuan OKI mendapatkan 50.000 orang sementara provinsi B mendapatkan 20.000 orang. Dalam perjalanannya pendaftar di provinsi A melebihi kuota misal 100 ribu maka waiting listnya setahun. Jika pendaftar di provinsi B 100 ribu maka waiting listnya 5 tahun. Inilah yang namanya kejelasan waiting list dan berkeadilan karena parameter dan standar kuota didasarkan pada ketentuan per seribu penduduk dapat kuota 1 orang. Jadi jemaah calon haji provinsi tersebut tidak perlu iri dengan jemaah calon haji provinsi lain karena standar dan parameternya jelas. Jika memakai standar kuota nasional yang tidak jelas parameter dan ketentuannya maka bagian provinsi lain akan diambil oleh provinsi lainnya. Apakah ini berkeadilan.
Kemenhaj harus berguru kepada Kemenag terkait pemberlakuan kuota ini. Kemenag sudah 70 tahun menyelenggarakan haji dan masalah kuota tidak pernah ada komplain dari jemaah karena pembagian kuota berdasarkan ketentuan OKI. Soal ada kekurangan itu hal wajar karena tiap tahun selalu ada evaluasi dan selalu ada solusi. Hanya penentuan kuota saja, Kemenhaj belum ada standarnya apalagi dalam penyelenggaraan haji di Saudi Arabia. Semoga janji-janji yang diumbar oleh Kemenhaj menjadi kenyataan yaitu haji murah, nyaman dan aman.