Bencana Sumatera
Bencana tanah longsor dan banjir akhir Nopember 2025 di Sumatera dan Aceh sangat luar biasa. Kerusakan yang ditimbulkan oleh banjir bandang dan tanah longsor tersebut sangat besar sekali. Tercatat korban jiwa meninggal dunia menurut BPNP per Selasa, 02 Desember 2025 adalah 744 orang. Adapun data korban banjir dan longsor Aceh, Sumatera Barat dan Sumatera Utara sebagai berikut:
Korban meninggal 744 orang
Korban hilang 551 orang
Korban luka 2.600 orang
Korban mengungsi 1.1 juta orang
Korban terdampak 3.3 juta orang
Rumah rusak berat 3.600 buah
Rumah rusak sedang 2.100 buah
Rumah rusak ringan 3.700 buah
Fasilitas pendidikan rusak 42.5%
Fasilitas kesehatan rusak 1.18 %
Fasilitas peribadatan rusak 16.97%
Jembatan rusak 39.37%
Dampak banjir dan tanah longsor yang terjadi di Sumatera tersebut merupakan dampak terbesar kedua setelah bencana tsunami 2005. Viral di media sosial bagaimana rumah mewah hanyut terbawa banjir. Begitu juga fasilitas pendidikan, layanan masyarakat hanyut dibawa air bah yang datang begitu tiba-tiba. Banjir bandang dan tanah longsor di ujung pulau Sumatera tersebut menurut BMKG disebabkan adanya siklon tropis Senyar. Selama 3 hari berturut-turut, 25-27 Nopember 2025, ujung pulau Sumatera diguyur hujan deras tiada henti. Hujan selama 3 hari tersebut melebihi rata-rata curah hujan selama sebulan. Rata-rata curah hujan di wilayah ujung pulau Sumatera adalah 288 mm per bulan menurut BMKG. Sementara pada tanggal 25-27 Nopember 2025 menurut catatan BMKG, volume hujan perhari saat itu 399 mm. Bahkan di Kabupaten Bireun curah hujan saat itu mencapai 411 mm dalam sehari. Artinya volume curah hujan selama 1 bulan diturunkan dalam sehari. Akibatnya tahu sendiri, pepohonan tidak mampu menyerap air hujan, tanah yang menyerap air hujan tidak mampu membendung air yang turun begitu banyak akhirnya terjadilah longsor. Aliran sungai pun tidak mampu menampung banyaknya volume air yang turun pada 3 hari tersebut. Akibatnya air meluap kemana-mana.
Yang menjadi keheranan kita adalah banyaknya kayu gelondongan yang terpotong rapi terbawa arus air dan menutupi jalanan dan sungai yang dilalui. Kayu gelondongan tersebut menjadi sebab beberapa jembatan, rumah dan fasilitas umum rusak karena diterjang oleh besarnya kayu gelondongan tersebut. Sangat jelas di media sosial bagaimana jembatan ambruk dan terbawa arus air karena diterjang oleh kayu gelondongan. Mengapa banyak kayu gelondongan ikut terbawa arus air? Apakah terjadi pembalakan liar di atas sana? Mungkin banyak yang bertanya ditengah-tengah nun hijau dan luasnya hamparan hutan Sumatera ternyata ada aktivitas yang tidak terpantau oleh publik. Selama ini publik adem ayem dan enjoy dengan kehijauan hutan Sumatera. Tapi ternyata dibalik kehijauan itu ada sesuatu dimana publik tidak tahu menahu. Ada aktivitas dimana disembunyikan atau tersembunyi dari publikasi. Mungkin hanya beberapa pejabat yang tahu bahkan pejabat daerah pun tidak tahu, kalau pun tahu mungkin hanya segelintir orang itupun oknum. Ternyata aktivitas tersebut diperlihatkan oleh alam bahwa ada aktivitas yang merugikan banyak orang di balik kehijauan hutan Sumatera tersebut. Adanya bencana banjir dan tanah longsor di ujung Sumatera ini membuka mata kita bahwa ada aktivitas di tengah hutan yang selama ini tidak diketahui publik. Para pegiat lingkungan pun bersuara lantang seakan mereka paling benar dalam menyikapi bencana banjir bandang dan tanah longsor di ujung Sumatera ini.
Pembalakan liar, alih konsesi hutan, ijin pembukaan hutan untuk pertambangan dan lain sebagainya menjadi kambing hitam dari peristiwa bencana banjir dan tanah longsor ini. Suara nyaring pegiat lingkungan agar perijinan, alih konsesi hutan ditarik kembali dan pembalakan liar harus ditindak tegas menghiasi headline surat kabar online maupun offline. Tidak hanya media nasional akan tetapi juga media internasional menyoroti alih fungsi hutan di ujung Sumatera tersebut. Apakah alih fungsi hutan, pembalakan liar dan konsesi tambang menjadi satu-satunya faktor terjadinya bencana banjir bandang dan tanah longsor di ujung pulau Sumatera tersebut? Silahkan dicermati bahwa volume hujan selama 3 hari berturut-turut mulai tanggal 25 sampai 27 Nopember 2025 melebihi volume hujan selama sebulan bahkan 1.5 bulan di seluruh Aceh, Sumatera Utara dan Sumatera Barat. Logikanya, pohon, tanah dan aliran sungai tidak akan mampu menahan banyaknya volume air hujan selama 3 hari tersebut. Pembalakan liar, konsesi tambang dan alih fungsi hutan memang menjadi salah satu dari penyebab bencana banjir bandang dan tanah longsor tersebut akan tetapi faktor hidrometeorologi juga harus dipertimbangkan. Siklon tropis Senyar menjadi pemicu terjadinya hujan diluar prediksi. Volumen air hujan yang seharusnya turun selama sebulan atau sebulan setengah turun dalam waktu sehari. Bisa dibayangkan secanggih apapun drainase dan aliran sungai jika volume air hujan dalam sebulan diturunkan hanya dalam sehari, pasti drainase dan aliran sungai tidak mampu menampung. Begitu juga pepohonan yang kapasitas penyerapan airnya terbatas. Begitu juga tanah yang kapasitas penyerapan airnya juga terbatas. Kapasitas tanah untuk menyerap air dalam rentang waktu sebulan dipaksa untuk menyerap volume air dalam sehari pasti tanah juga tidak mampu.
Kesimpulannya jangan saling menyalahkan. Pegiat lingkungan jangan koar-koar menyalahkan pemerintah. Begitu juga ahli agama jangan koar-koar ini kesalahan manusia. Mari kita instrospeksi diri. Mari bersama berusaha sesuai dengan kemampuan dan keahliannya masing-masing untuk saling tolong-menolong dan menyelamatkan umat manusia dari bencana apapun.