Kasus Wakaf
Wakaf adalah perbuatan hukum wakaf untuk memisah dan/atau menyerahkan harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah. Dalam peristiwa wakaf harus ada beberapa unsur yaitu wakif, nazhir, harta benda wakaf, mauquf alaih, jangka waktu wakaf dan ikrar wakaf. Ikrar wakaf dilaksanakan oleh wakif kepada nazhir dihadapan Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf dengan disaksikan oleh dua orang saksi. Pelaksanaan ikrar wakaf di depan PPAIW adalah amanat dari UU Nomor 41 tahun 2004 tentang wakaf.
Kemarin saya ditelpon oleh salah seorang kawan sesama PPAIW. Kawan ini adalah teman ketika diklat prajabatan CPNS tahun 2005 di Balai Diklat Surabaya Jawa Timur. Sekarang teman saya itu sudah menjadi Kepala KUA sekaligus PPAIW di salah satu KUA di Kota Ledre. Masa kerjanya tinggal 20 bulan alias sekitar 1.5 tahun. Jadi PNS bersamaan dengan saya yaitu ketika tahun 2005. Di penghujung masa tugasnya ini, kawan saya mendapatkan cobaan yaitu menjadi tergugat dalam sengketa wakaf di wilayahnya.
Kawan saya ini bercerita, sebagai PPAIW dia menjadi salah satu tergugat dalam sengketa wakaf tahun 1957. Tahun segitu kawan saya ini jelas belum lahir. Saya juga penasaran mengapa peristiwa wakaf tahun 1957 baru dipersidangkan tahun sekarang. Kawan saya bercerita bahwa peristiwa wakaf itu terjadi tahun 1957 kemudian akta ikrar wakaf yang disahkan oleh PPAIW saat itu hilang. Saya juga belum tahu apakah tahun segitu sudah ada PPAIW karena Undang-undang Wakaf baru lahir tahun 2004. Artinya setelah 12 tahun Indonesia Merdeka sudah ada ikrar wakaf dan akta ikrar wakaf disahkan oleh pejabat saat itu tentunya pejabat tersebut adalah Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW). Bentuk dan bunyi akta ikrar wakaf tahun tersebut juga belum tahu karena saya belum pernah menemukan arsip akta ikrar wakaf tahun tersebut. Kalau bentuk dan bunyi Akta Ikrar Wakaf sekarang ada dasar hukumnya pembuatan akta ikrar wakaf yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 42 tahun 2006 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 41 tahun 2004 tentang Wakaf. Entah kayak apa dan dasarnya apa akta ikrar wakaf tahun 1957 itu.
Tahun 1991, pihak nazhir minta akta pengganti akta ikrar wakaf atau APAIW karena akta ikrar wakaf hilang. Tentunya saat itu administrasi perwakafan lebih maju dari tahun 1957. Dalam pengajuan APAIW tersebut ternyata wakif sudah meninggal dan hanya ada ahli warisnya. Kemungkinan ketika PPAIW membuat APAIW tidak menanyakan semua ahli waris wakif apakah setuju atau tidak. Setelah APAIW jadi kemudian selang beberapa tahun tepatnya bulan kemarin salah satu ahli waris menggugat peristiwa wakaf tersebut. Ihwal gugatan salah satu ahli waris tersebut karena dia tidak dilibatkan dalam peristiwa pelaporan pembuatan APAIW. Salah satu ahli waris tersebut mencantumkan salah satu pihak tergugat adalah pejabat pembuat akta ikrar wakaf (PPAIW). Kebetulan PPAIW saat ini adalah kawan saya tersebut. Ketika saya tanya apakah PPAIW yang menandatangani APAIW saat itu masih hidup. Jawabannya sudah meninggal. Kemudian saya tanya apakah pejabat tergugat dalam hal ini teman saya tersebut didampingi oleh pengacara negara atau tidak? Jawabannya tidak.
Kawan saya tersebut juga bingung dan bertanya apa yang akan saya sampaikan di depan hakim ketika beracara nanti. Saat telpon saya tersebut, kawan saya menunggu panggilan persidangan di Pengadilan Agama. Kemudian saya tanya apakah masih ada arsip APAIW yang disengketakan tersebut? Jawabnya sudah hilang. Kawan saya tersebut juga berkelakar la wong arsip wakaf 3 tahun saja udah hilang apalagi berpuluh-puluh tahun.
Akhir-akhir ini memang marak gugatan terhadap peristiwa wakaf. Kemungkinan maraknya gugatan peristiwa wakaf tersebut karena harga tanah semakin mahal dan ahli waris tidak tahu menahu tentang peristiwa wakaf tersebut. Mayoritas yang menggugat peristiwa wakaf adalah generasi kedua alias ahli waris wakif. Bahkan peristiwa wakaf bisa dibatalkan gegara gugatan ini walaupun di atas tanah wakaf tersebut sudah berdiri bangunan megah semacam masjid, musholla, madrasah ataupun kantor lainnya. Tujuan mulia wakif ketika berwakaf kandas ditengah jalan dan batal gegara gugatan ahli waris wakif di kemudian hari. Ironisnya ketika ada gugatan tersebut, Pejabat pembuat akta ikrar wakaf tidak mampu mempertahankan adanya peristiwa wakaf tersebut. Ketidakmampuan PPAIW tersebut dikarenakan banyak hal, diantaranya adalah:
Minimnya pengetahuan PPAIW terkait hukum kenotariatan
Mayoritas pejabat pembuat akta ikrar wakaf tidak dibekali dengan hukum pertanahan dan kenotariatan sehingga ketika ada peristiwa wakaf tidak begitu menghiraukan persyaratan yang harus dipenuhi oleh wakif, nazhir maupun tanah yang diwakafkan. Mayoritas pejabat pembuat akta ikrar wakaf buta terhadap hukum pertanahan dan kenotariatan apalagi PPAIW dijabat bersamaan dengan sebagai pejabat pencatat nikah. Beberapa KUA yang peristiwa nikahnya tinggi, peristiwa wakaf menjadi pekerjaan yang terabaikan dan tidak begitu diperhatikan. Kalau ada masalah terkait peristiwa wakaf maka pejabat pembuat akta ikrar wakaf tersebut akan kebingungan.
Minimnya perhatian terhadap arsip dokumen peristiwa wakaf.
Coba lihat di beberapa KUA, apakah masih ada arsip peristiwa wakaf pada tahun lampau. Mungkin kalau tahun 90-an ke atas masih ada yang tersimpan secara rapi akan tetapi mayoritas KUA tidak begitu care terhadap masalah kearsipan ini. KUA lebih fokus dan perhatian terhadap arsip nikah-rujuk. Selain arsip nikah-rujuk, KUA tidak begitu peduli, padahal arsip peristiwa wakaf sama pentingnya dengan arsip nikah rujuk. Harusnya tiap KUA ada pegawai khusus yang mengurusi arsip alias arsiparis agar arsip dokumen KUA terjaga.
Berangkat dari kasus kawan saya di atas, seharusnya Kementerian Agama membekali pejabat pembuat akta ikrar wakaf dengan ilmu kenotariatan dan pertanahan agar pejabat pembuat akta ikrar wakaf tidak lagi hanya sepintas mengurusi wakaf akan tetapi benar-benar paham terkait ilmu perwakafan, kenotariatan dan pertanahan. Yang lebih penting lagi adalah masalah kearsipan. Kearsipan inilah yang menjadi masalah di mayoritas KUA. KUA tidak mempunyai ruang khusus arsip yang memenuhi standar penyimpanan arsip. Mayoritas KUA menempatkan arsip hanya di almari yang tidak didesign khusus untuk penyimpanan arsip bahkan terkadang arsip tercecer di lantai tanpa ada yang peduli. Bahkan terkadang arsip sudah sobek dan tidak tentu rimbanya. Inilah kondisi riil di KUA.
Bukan tidak mungkin kasus gugatan peristiwa wakaf akan semakin massif seiring dengan harga tanah semakin mahal dan pengetahuan ahli waris terkait perwakafan sangat dangkal sekali. Wakaf menjadi barang antik dan langka pada zaman sekarang karena pengetahuan masyarakat terkait wakaf sangat dangkal. Kasus kawan saya di atas seharusnya tidak akan terjadi jika KUA mempunyai arsip wakaf tersebut. Dengan berbekal arsip peristiwa wakaf, pejabat pembuat akta ikrar wakaf tidak perlu takut menghadapi gugatan peristiwa wakaf. Satu lagi seharusnya ketika pejabat negara menghadapi gugatan hukum maka harus didampingi oleh pengacara negara, tidak dibiarkan menghadapi sendiri. Pengacara negara diminta atau tidak, harus memberikan bantuan hukum kepada semua pejabat yang mengalami persoalan hukum yang berhubungan dengan jabatannya.