B P K
Institusi ini sekarang lagi viral. Bukan karena prestasinya dalam memeriksa keuangan akan tetapi prestasi lainnya yaitu ikut andil dalam pusara berbagai macam korupsi di negeri ini. Paling tidak ada 2 kasus yang lagi viral yang menyeret oknum institusi ini. Ya oknum akan tetapi oknumnya banyak sekali. Kasus pertama adalah kasus tersangka SYL mantan menteri pertanian yang ternyata korupsinya luar biasa kompleks. Mulai dari prilaku SYL sendiri sampai anak pun ikut-ikutan dalam pusara kasus korupsi di Kementan ini. Yang paling mengagetkan publik adalah adanya upeti kepada oknum BPK agar kementerian yang dipimpin oleh SYL ini mendapat predikat WTP. Semua tahu bahwa predikat WTP merupakan jaminan kinerja dan tata kelola keuangan sebuah institusi atau kementerian bagus. Predikat WTP dipersyaratkan untuk memberikan kenaikan tunjangan bagi pegawai sebuah kementerian atau institusi karena keberhasilannya dalam tata kelola dan reformasi birokrasi. Akan tetapi opini WTP yang diberikan oleh BPK ternyata tidak mencerminkan kinerja dan tata kelola sebuah institusi kementerian atau lembaga. Buktinya kasus korupsi di Kementan yang salah satu saksinya menyatakan bahwa memberikan uang sebesar 12 M kepada auditor BPK agar Kementan diberikan opini WTP. WTP adalah Wajar Tanpa Pengecualian.
Kasus kedua, sidang pengadilan pembangunan jalan tol MBZ yang tersangkanya adalah pegawai Waskita Karya. Saksi kasus tersebut menyatakan bahwa mereka membuat proyek fiktif untuk mendapatkan uang sekitar 10 M yang nanti akan diberikan kepada auditor BPK dengan maksud agar audit proyek tersebut berjalan lancar dan tidak ada temuan apapun. BPK merupakan institusi negara yang tugasnya adalah mengaudit tata kelola keuangan sebuah institusi negara. Dari audit itu nanti akan dikeluarkan status atau predikat sebuah institusi. Predikat itu macam-macam. Ada predikat WTP, WDP, TW dan TMP. WTP adalah Wajar Tanpa Pengecualian yang merupakan hasil audit tertinggi dari BPK kepada sebuah institusi. WDP adalah wajar dengan pengecualian yang merupakan hasil penilaian BPK terhadap institusi dengan beberapa pengecualian. TW adalah Tidak wajar yaitu sebuah penilaian terhadap institusi oleh BPK dimana hasilnya tidak wajar. TMP adalah Tanpa Memberikan Pendapat dimana auditor BPK tidak memberikan pendapat apapun terhadap sebuah institusi.
Semua institusi berlomba-lomba untuk mendapatkan opini WTP agar dipandang oleh masyarakat bahwa institusi tersebut baik dalam pengelolaan keuangannya. Akan tetapi dalam kenyataannya penilaian itu ternyata dimanfaatkan oleh oknum BPK. Opini WTP diberikan jika institusi tersebut berani setor berapa walhasil WTP pun diplesetkan menjadi Wani Tombok Piro. Sebenarnya kasus oknum BPK ini sudah lama kita dengar. Sekitar tahun 2017 mantan gubernur DKI Jakarta, Ahok berselisih keras dengan oknum BPK. Ahok menilai bahwa BPK tidak murni dalam memeriksa sebuah institusi dan opini yang diberikan cenderung manipulatif. Waktu itu Ahok menilai auditor BPK harus diperiksa karena tidak murni dalam menjalankan tugasnya. Ternyata apa yang diucapkan mantan gubernur DKI itu sekarang menjadi kenyataan. Pusaran kasus korupsi menyeret nama auditor BPK. Tidak hanya satu kasus korupsi akan tetapi banyak. Kebetulan yang viral adalah kasus SYL dan jalan tol MBS. Mungkin WTP yang didapat sebuah institusi juga tidak terlepas dari adanya wani tombok piro. Memang korupsi di negeri ini sudah mengakar kuat di semua instansi. KPK sebagai institusi pemberantas korupsi ternyata pegawainya juga korupsi. Begitu juga Polri dan Kejaksaan. Banyak kasus korupsi besar menyeret nama petinggi institusi penegak hukum. Mengapa korupsi besar selalu terulang walaupun tersangkanya sudah ditahan dan dimiskinkan? Karena hukum masih bisa dibeli menurut kawan-kawan mahasiswa. Harusnya tersangka korupsi kalau sudah divonis bersalah maka harus dihukum mati biar ada efek jera kepada pelaku lainnya.
Adanya keterlibatan oknum BPK dalam kasus SYL dan jalan tol MBZ menunjukkan bahwa opini WTP tidak lagi murni menunjukkan sebuah institusi mengelola keuangannya dengan baik akan tetapi sebaliknya karena berani membeli opini tersebut. WTP tidak lagi menjadi sebuah kebanggaan. WTP hanya sebuah transaksi antara auditor dan pimpinan institusi. Patut diduga sebuah institusi punya opini WTP karena praktek-praktek tersebut. Lihat saja sebuah institusi apakah tata kelola keuangannya baik dengan mendapat predikat WTP. Kalau tata kelola keuangannya amburadul akan tetapi opininya WTP maka jelas opini WTP itu merupakan wani tombok piro.