Kalitelo
Kalitelo merupakan salah satu dukuhan di desa Grogolan. Hanya ada 1 rukun tetangga di dukuhan tersebut. Lokasi dukuh Kalitelo berada di tengah hutan karet. Sekelilingnya hanya ada hutan karet. Di tengah-tengah hutan karet itulah ada pemukiman yang dihuni oleh para pekerja pabrik PTPN IX yang lebih dikenal dengan pabrik Karet Kalitelo. Asal mula nama kalitelo ketika jaman penjajah Belanda ingin membuat pabrik yang digunakan untuk mengolah getah karet di wilayah sekitar Ngarengan desa Puncel Kecamatan Dukuhseti Kabupaten Pati. Pabrik pengolah getah karet itu awal mulanya akan didirikan di antara dukuh Ngarengan dan Tegalombo, tepatnya di sekitar Kalitelo. Memang di antara Dukuh Ngarengan dan Desa Tegalombo ada kali (sungai) kecil yang ketika musim kemarau sungainya kering dan muncul rekahan tanah di sungai tersebut atau bahasa Jawanya telo. Sungai itu berada di tengah-tengah hutan jati waktu itu. Dari peristiwa tersebut dinamakan pabriknya dengan pabrik Kalitelo. Karena sungainya sering kering maka pabrik akhirnya dipindah ke daerah kalilenggi yaitu daerah selatan dari Dukuh Ngarengan. Lebih tepatnya di selatan Ngarengan. Penamaan pabrik pengolah getah karet tersebut tetap dinamakan pabrik Kalitelo walaupun lokasinya bukan di Kalitelo. Lokasi pabrik pengolahan getah karet sekarang ada di dukuh Kalilenggi. Kalilenggi sendiri merupakan wilayah yang masuk administrasi desa Wedusan. Penamaan wilayah menjadi Kalilenggi dikarenakan di daerah tersebut ada sungai yang banyak tanaman lenggi. Untuk tanaman lenggi ini sudah tidak ada yang tersisa. Begitulah orang Jawa dahulu menamakan suatu daerah berdasarkan apa yang dikenal di daerah tersebut. Sebelah timur Kalitelo ada dukuh kaliwuluh yang masuk administrasi desa Ngagel. Dinamakan kaliwuluh karena ada sungai yang banyak tanaman bambu wuluhnya.
Dukuh Kalitelo sekarang hanya dihuni sekitar 18 jiwa dan sekitar 9 Kepala keluarga. Mereka menempati rumah kongsen yaitu rumah milik pabrik yang hanya boleh ditempati pekerja pabrik dan tidak boleh dihak miliki. Istilah sekarang adalah mess atau asrama pekerja. Kalau asrama pekerja sekarang berupa kamar-kamar atau rumah susun berbeda dengan perumahan pekerja pabrik jaman dulu. Perumahan pekerja pabrik jaman dulu memang berupa rumah di mana semua keluarga bisa menempati rumah tersebut. Perumahan pekerja pabrik itu disebut kongsen di sekitar pabrik pengolahan getah karet Kalitelo. Semua pekerja dibuatkan kongsen. Bangunan kongsen terbaru adalah tahun 60-an sementara bangunan kongsen lama sekitar tahun 30-an. Perbedaan bangunan lama dan baru sangat mencolok. Bangunan baru sudah menggunakan tembok yang terbuat dari batu bata sebagai dinding rumah sementara bangunan lama semuanya masih berupa kayu jati. Kayu jatinya pun pilihan dan bangunannya masih seperti bangunan arsitektur lama. Kongsen baru sudah beralaskan tegel sementara kongsen lama mash berupa alas jati yaitu rumah geladak. Kondisi Konsen masih bisa dilihat sampai sekarang karena masih didiami oleh para pekerja pabrik.
Pabrik pengolahan getah karet ini merupakan pabrik pengolahan yang dimiliki oleh PTPN IX. PTPN merupakan singkatan dari PT Perkebunan Nusantara. PTPN IX dulu merupakan anak usaha dari PTPN III yang bergerak di bidang agroindustri karet, teh, kopi dan tebu serta menyelenggarakan agrowisata. Pada akhir tahun 2023, PTPN IX resmi digabung ke dalam PTPN I. Keberadaan PTPN IX dapat dibaca dalam websitenya yang beralamat di ptpn.co.id. PTPN IX terletak di Jawa Tengah dengan jumlah unit kerja15 kebun, 1 unit usaha agrowisata dan 8 unit pabrik gula. Kantor pusat PTPN IX berada di Semarang dan Surakarta. Kantor Semarang berada di jalan Mugas Dalam (atas) 50243 Semarang dan kantor Surakarta berada di jalan Ronggowarsito No. 164.
Keberadaan pabrik pengolahan getah karet Kalitelo ini yang selanjutnya disebut pabrik Kalitelo mencapai puncaknya sekitar tahun 80-an. Pabrik yang sampai saat ini masih beroperasi ini sempat mengolah hasil getah karet dari Kalimantan. Menurut cerita salah satu pegawai yang sudah bekerja selama 33 tahun di pabrik tersebut, pabrik Kalitelo pernah mengolah hasil karet dari Kalimantan sebanyak 600 ton pada tahun 1981. Hasil dari pengolahan pabrik Kalitelo ini disetor ke Semarang yang diolah menjadi ban mobil, sepeda motor atau bahan lain yang terbuat dari karet. Hasil pengolahan getah karet dari pabrik Kalitelo berupa lembaran yang ukurannya bervariasi. Proses pengolahan getah karet memang melewati beberapa tahapan sampai menjadi karet yang siap dijadikan barang jadi. Ketika masa kejayaannya, pabrik Kalitelo sangat ramai sekali karena banyak pekerja yang datang dari berbagai daerah terutama sekitar desa Puncel, Tegalombo, Grogolan, Wedusan bahkan ada yang dari Kabupaten Jepara. Kongsen untuk menampung pekerja dibangun di sekitar pabrik. Saat masa kejayaannya semua fasilitas di sekitar pabrik sangat lengkap mulai dari tempat ibadah, pasar, pendidikan (sekolah dasar) dan tempat rekreasi. Tempat rekreasi itu ada di dalam kompleks pabrik seperti taman edukasi. Kekurangan dari pabrik ini adalah akses jalan menuju pabrik sangat jelek. Jalan utama hanya bisa diakses dari jalur Tayu-Puncel (di depan toko Alfamart Tegalombo) ke arah Selatan lurus sekitar 4 km. Jalannya beraspal akan tetapi sudah rusak. Jalan beraspal hanya sampai dukuh Ngarengan selanjutnya berupa jalan makadam berbatu sampai masuk pabrik Kalitelo. Sebenarnya jalan menuju pabrik tersebut akan diperbaiki dan diaspal oleh desa sekitarnya akan tetapi pihak PTPN IX tidak mengijinkan dengan alasan nanti kalau jalannya bagus dikhawatirkan terjadi penjarahan hutan seperti kejadian tahun 1998. Memang benar terjadi penjarahan hutan ketika tahun 1998-1999 di mana seluruh wilayah hutan Perhutani BKPH Ngarengan habis dan tidak tersisa sedikitpun. Hutan seluas ratusan bahkan ribuan hektar habis dijarah oleh massa waktu itu dan sampai sekarang tidak ada satupun pohon jati yang berdiri. Kondisi hutan yang dulu ditanami pohon jati sekarang berubah total menjadi ladang dan ditanami ketela pohon.
Ada jalur alternatif menuju dukuh Kalitelo Desa Grogolan yaitu dengan melewati jalan tikus dari desa Grogolan. Jalan dari desa Grogolan melewati tengah-tengah ladang yang penuh dengan tanaman ketela pohon kemudian melewati hutan karet. Jika musim kemarau jalan alternatif ini sebagai jalan pilihan warga Kalitelo atau Wedusan ketika menuju ke desa Grogolan atau mau ke ibu kota kecamatan Dukuhseti. Waktu tempuh antara jalan utama dengan jalan alternatif terpaut sangat jauh. Jika lewat jalan utama membutuhkan waktu tempuh sekitar 1,5 jam menuju ibu kota kecamatan, kalau lewat jalan alternatif hanya membutuhkan waktu sekitar 20 menit. Perkiraan waktu itu saya buktikan ketika saya lewat jalan utama menuju Dukuh Ngarengan membutuhkan waktu sekitar 1 jam sementara dukuh kalitelo masih ke arah selatan dari Ngarengan sekitar 2 km dengan kondisi jalan yang sangat tidak memadai karena jalannya penuh dengan batu. Sementara ketika lewat jalan alternatif dari Desa Grogolan hanya membutuhkan waktu sekitar 20 menit. Akan tetapi jangan coba-coba untuk lewat jalan alternatif ketika musim penghujan. Jalannya sebenarnya hanya berupa tanah liat di tengah ladang. Jalan alternatif itu cocok untuk olahraga offroad mobil jeep bukan untuk sepeda motor atau mobil lainnya.
Pabrik Kalitelo sekarang masih beroperasi akan tetapi hasil produksinya semakin menurun seiring dengan penurunan lahan tanaman karet di sekitar pabrik. Terlihat inventaris pabrik yang tidak terawat. Mungkin mesinnya pun sudah minta di overhaul atau diperbaiki karena keberadaan pabrik ini sudah sangat lama sekali yakni sejak VOC Belanda menguasai pantai utara Jawa setelah membantu sultan amangkurat II mengalahkan Tunojoyo yaitu setelah adanya perjanjian Jepara tahun 1677. Tidak ada tahun pasti kapan pabrik ini didirikan. Biasanya kalau Belanda membuat suatu bangunan selalu ditulis kapan bangunan itu dibuat akan tetapi di pabrik Kalitelo ini tidak ada pahatan atau tulisan kapan pabrik ini dibuat. Harusnya PTPN IX yang sudah berfusi dengan PTPN I membangun pabrik ini agar lebih baik dan berkembang. Jangan sampai pabrik ini dibiarkan begitu saja tanpa perawatan baik mesinnya maupun akses jalan menuju pabrik. Pabrik ini sudah layak menjadi cagar budaya karena tahun berdirinya sudah lama. Kalau dirawat dengan baik dan akses jalannya diperbaiki bisa dimanfaatkan untuk wisata edukasi dan sejarah bagi generasi penerus.