Janji Nasional
Hari-hari ini kita disuguhi dengan panggung kampanye nasional. Sejak dimulainya pendaftaran calon presiden, calon legislatif dan calon DPD maka sejak itu pulalah dimulainya tahapan pemilihan umum di negeri ini. Tiap pasangan calon mempunyai tim pemenangan. Tim pemenangan dibentuk memang untuk memenangkan calon tersebut dalam kancah pemilu yang tiap 5 tahun digelar di negara ini. Pelaksanaan pemilihan umum merupakan ciri dari negara demokratis. Kalau tidak ada pemilu maka negara tersebut bukan negara demokratis. Seorang calon pasti mempunyai program untuk menarik suara dari pemilih. Agar dirinya terpilih maka harus menyuarakan aspirasi dari pemilih.
Mulai tanggal 28 Nopember 2023 adalah tahapan untuk kampanye pemilihan umum tahun 2024. Pelaksanaan pemilu tanggal 14 -15 Pebruari 2024. Masa kampanye sangat panjang sekali karena dimulai tanggal 28 Nopember 2023 - 10 Pebruari 2024. Alangkah capeknya para calon jika harus tiap hari berkampanye. Apalagi kalau calon presiden dan wakil presiden. Saat kampanye itulah saatnya mengobral janji. Tanggal 28 Nopember 2023-10 Pebruari 2024 adalah masa obral janji nasional. Semua calon mengobral janjinya tidak peduli calon itu dari latar belakang apa semua obral janji. Calon latar belakang keagamaan juga berjanji. Calon dari latar belakang budayawan juga berjanji. Calon dari latar belakang pengusaha juga berjanji. Semuanya berjanji. Inilah obral janji nasional yang harus dicermati oleh rakyat Indonesia. Jangan sampai obral janji itu menghilangkan akal waras rakyat Indonesia. Ingat bahwa janji itu adalah hutang. Begitulah dalam al-Qur'an an-Nahl ayat 91 yang artinya:
Dan tepatilah janji dengan Allah apabila kamu berjanji dan janganlah kamu melanggar sumpah setelah diikrarkan, sedang kamu telah menjadikan Allah sebagai saksimu (terhadap sumpah itu). Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kamu perbuat.
Kalau seorang berhutang maka wajib membayarnya. Kalau sudah punya hutang berjanji lagi untuk melunasi maka dia punya hutang dua kali. Pegangilah ajaran yang luhur ini. Jangan sekali-kali mengabaikan ajaran luhur ini. Ingatlah masa obral janji ini akan digunakan oleh para calon untuk mengumbar janji sebanyak-banyaknya. Tidak perduli calon itu seorang ulama, santri, pengusaha, politisi, praktisi, seniman, budayawan dan lain sebagainya. Kalau sudah mengambil keputusan untuk ikut kompetisi pemilu maka harus siap dengan obral janji. Apakah para calon itu akan membayar janjinya nanti kalau sudah terpilih? Apakah para calon itu akan menepati janjinya ketika terpilih? Wallahu a'lam. Janji memang enak diucapkan tapi sulit untuk dilaksanakan. lidah itu tidak bertulang. Tidak ada jaminan janji yang sudah diobral ketika masa kampanye akan ditepati ketika sudah terpilih. Coba perhatikan mulai sekarang. Jadilah pengamat pilihlah beberapa orang calon wakil rakyat atau calon presiden yang kemungkinan besar nanti akan terpilih dalam pemilu nanti. Catat janjiinya dan ingat-ingat janjinya. Kalau nanti benar terpilih lihat kembali catatan janji tadi dan amati apakah janji yang sudah diobral masa kampanye ditepati? Prilaku umbar janji ini nanti akan terbawa ke dalam sistem pemerintahan karena memang awal mula terpilih karena adanya janji. Janji ketika masa kampanye orang menyebutnya program. Program itu sebutan halus dari janji.
Kalau sudah terpilih bagaimana kalau janjinya tidak ditepati? Apakah ada mekanisme menurunkan jika ingkar janji. Selama ini belum ada mekanisme jika janji itu tidak ditepati. Walaupun janji tidak ditepati tetap saja menjadi pejabat atau wakil rakyat. Mekanisme ingkar janji bisa dilengserkan belum pernah ada. Bahkan tidak ada cara untuk mengingatkan janji itu harus ditepati. Ironisnya lagi jika pemerintahan ditempati oleh politisi yang sudah obral janji tapi tidak ditepati. Lambe-lambe turah di masa kampanye sudah tidak berfungsi lagi ketika sudah menjabat. Inilah kelemahan demokrasi. Ingat bahwa salah satu ciri orang munafik adalah ingkar janji. Kalau sampai janji itu tidak ditepati maka munafiklah orang yang berjanji tersebut. Begitu banyaknya orang munafik kalau sampai pejabat yang sudah terpilih dalam pesta demokrasi tidak menepati janjinya. Tidak perduli itu dari kalangan ulama, santri, budayawan, pengusaha, politisi kalau tidak menepati janji maka sebutan munafik sudah tepat bagi mereka. Kalau sudah banyak orang munafik mau jadi apa negeri ini. Tinggal menunggu waktu. Orang munafik tidak akan membawa kebaikan apapun. Lihatlah sejarah orang munafik zaman Rasulullah. Bagaimana orang munafik menikam dari belakang Rasulullah. Kegaduhan dan kehancuran masyarakat pasti terjadi. Nilai-nilai kebaikan akan tergerus seiring dengan kemunafikan yang merajalela di manapun. Kemunafikan itu terjadi karena ingkar janji atau sebutan dalam pemerintahan tata kelola yang amburadul. Maka pilihlah pemimpin yang jujur dan bisa menjadi contoh masyarakat. Jangan terkecoh dan terbuai dengan janji-janji. Jadi pejabat pun jangan umbar janji karena kalau tidak ditepati akan dimaki-maki dan dititeni oleh masyarakat. Stigma pemimpin atau pejabat yang selalu ingkar janji akan lebih diingat dalam ingatan publik. Sekali pemimpin atau pejabat ingkar janji maka segudang prestasi tiada arti.
Harusnya para kontestan dan pejabat itu memegang teguh ajaran luhur bahwa ingkar janji itu moralitas paling jelek di antara moralitas yang jelek. Jangan hanya karena kepentingan sesaat apalagi kepentingan pribadi obral janji. Ingat manusia tidak akan hidup selamanya. Ketika jadi pemimpin atau pejabat bisa seenaknya sendiri umbar janji. Janji dibawa mati. Kematian itulah nanti yang akan mempertanggungjawabkan semua prilaku di dunia yang fana ini. Kata para kontestan dan pejabat mudah sekali kalau janji tidak ditepati atau belum ditepati minta maaf aja kepada publik SELESAI! Tidak semudah itu bro.....Hubungan dengan publik itu lebih rumit daripada hubungan dengan pencipta. Publik itu latar belakangnya macam-macam belum tentu minta maaf selesai urusan. Kalau minta maaf kepada pencipta pasti dimaafkan tapi tetap semua perbuatan ada balasannya. Benar seperti kata mubaligh KH. Syaerozi dari Lamongan itu seseorang minta maaf kepada Allah pasti dimaafkan akan tetapi perbuatannya tidak bisa begitu saja dihapuskan. Perbuatan itu tetap ada hitungannya ibarat gorengan akan digoreng dulu di wajan dengan suhu minyak yang panas dan digoreng sampai hangus setelah itu baru diambil dan ditiriskan. Maka berhati-hatilah para kontestan. Memang saat umbar janji petuah baik seakan tidak ada gunanya. Tidak perlu para kyai, ulama mengeluarkan kata-kata bijak atau nasehat luhur karena tidak akan didengar oleh para kontestan. Cukup diam dan mengamati apa yang dilakukan oleh para kontestan.