RRI pun Tumbang
Dampak efisiensi yang dilakukan oleh Presiden Probowo Subianto ternyata luar biasa. Lembaga Penyiaran Pemerintah, RRI (Radio Republik Indonesia) harus mengambil keputusan pahit yaitu berhenti siaran. Ya RRI wilayah Semarang atau yang disebut dengan RRI Pro 4 Semarang membuat keputusan untuk menghentikan siarannya mulai tanggal 10 Pebruari 2025. RRI Pro Semarang menghentikan siarannya baik pemancar FM maupun AM. Sebagai gantinya RRI Pro 4 Semarang akan melakukan siaran secara online. Adapun waktunya disesuaikan. Keputusan itu diambil sebagai tindak lanjut dari instruksi presiden nomor 1 tahun 2025 tentang efisiensi.
RRI merupakan salah satu lembaga penyiaran milik pemerintah yang sudah berdiri sejak 1945. RRI lah yang menyiarkan proklamasi kemerdekaan Indonesia ke seantero Nusantara dan dunia. Jasa RRI sangat besar terhadap eksistensi negara ini. Melalui siaran yang mencapai seluruh pelosok Nusantara menjadikan RRI satu-satunya radio yang bisa dinikmati oleh seluruh rakyat Indonesia. RRI adalah aset strategis komunikasi waktu itu bahkan sampai sekarang. Pemancar RRI bertebaran di seantero Nusantara. Siaran RRI bisa dinikmati oleh seluruh rakyat Indonesia bahkan sampai pelosok tanah air. Semua orang mengetahui dan kenal betul dengan RRI. Dulu setiap jam 6 pagi pasti ada siaran berita dan didengarkan oleh seluruh rakyat Indonesia. Kalau malam hari ada acara wayang kulit semalam suntuk. Hiburan wayang kulit yang disiarkan oleh RRI menjadi idola rakyat Indonesia terutama di daerah pedesaan. RRI menjadi corong pemerintah saat itu. Zaman orde baru hanya RRI yang diperbolehkan pemerintah untuk mengakses informasi karena RRI adalah lembaga penyiaran resmi pemerintah selain TVRI.
Zaman orde baru, RRI menjadi anak emas pemerintah karena memang satu-satunya lembaga resmi pemerintah di bidang penyiaran. Semua radio non pemerintah harus mengambil berita dari RRI. Karena menjadi satu-satunya lembaga pemerintah maka semua kebutuhan RRI dipenuhi oleh pemerintah. Maka wajar jika pemancar RRI berdiri di seantero pelosok tanah air.
Dalam sejarahnya, RRI menghentikan siarannya saat agresi militer Belanda I ketika ibu kota Yogyakarta diduduki oleh Belanda. Setelah itu RRI terus mengudara. Baru zaman pemerintah Prabowo Subianto ini RRI menghentikan siarannya lagi. RRI mempunyai semboyan atau slogan "Sekali di Udara Tetap di Udara". Slogan ini berarti bahwa RRI tidak akan berhenti siaran dan akan selalu ada. Akan tetapi kenyataannya RRI harus turun dan mendarat dan tidak terus mengudara.
Ihwal penghentian siaran RRI adalah efisiensi yang gencar dilakukan oleh Presiden Prabowo Subianto. Efisiensi itu dimaksudkan untuk mencarikan anggaran program unggulan makan bergizi gratis yang sampai saat ini anggarannya masih kurang. Sebenarnya bukan efisiensi akan tetapi refocusing atau pengalihan anggaran. Kalau efisiensi itu adalah pengurangan anggaran kegiatan yang tidak penting dan tidak berdaya guna atau kurang manfaat ke kegiatan yang lebih berdaya guna dan bermanfaat. Efisiensi kali ini bukan bermaksud seperti itu. Efisiensi saat ini ternyata mengalihkan anggaran dari kementerian/lembaga ke anggaran lain. Efisiensi saat ini ternyata bukannya menjadi solusi akan tetapi memunculkan masalah baru. Bayangkan anggaran yang sudah tepat untuk kementerian/lembaga yang berkaitan langsung dengan kehidupan rakyat ternyata dipangkas untuk anggaran lain yang belum jelas jluntrungnya. Ada kata-kata terakhir seorang penyiar RRI Pro 2 Ternate yang kena PHK akibat efisiensi yang ditujukan kepada presiden Prabowo Subianto. Kata-kata tersebut sudah viral di media online. Ini saya kutipkan kata-katanya:
“Bapak, kita tahu bahwa efisiensi anggaran yang bapak lakukan saat ini, yaitu untuk menunjang agar program-program bapak bisa berjalan dengan baik. Seperti makan gratis untuk anak-anak,”
“Tapi sudahkah bapak berpikir bahwa, ketika pagi hari bapak berhasil memberikan makanan gratis dan bergizi untuk anak-anak, tapi ketika mereka pulang ke rumah, mereka dapati orang tua mereka tidak bisa memberikan makan siang dan makan malam yang layak, karena ternyata orang tua mereka harus di-PHK, harus dirumahkan karena efisiensi yang telah bapak lakukan,”
Memang sangat menyayat hati kata-kata penyiar RRI tersebut. Bisa dibayangkan akibat "efisiensi" akhirnya banyak gelombang PHK di mana-mana. Apabila yang di PHK tersebut mempunyai tanggungan akan menimbulkan masalah ekonomi di kemudian hari. Jika tanggungan yang di PHK itu sekeluarga maka akan terjadi masalah ekonomi bagi keluarga tersebut. Sementara "efisiensi" anggaran dialihkan ke anggaran makan bergizi gratis yang hanya bisa dinikmati oleh anak-anak. Bagaimana dengan orang tuanya yang kena PHK? ada jiwa yang perlu makan tiap hari dan tidak hanya makan siang saja akan tetapi makan pagi dan malam. Belum kebutuhan primer lainnya. Alih-alih membuat efisiensi ternyata akibatnya lebih mengerikan.
Jika memang benar presiden Prabowo Subianto ingin efisiensi anggaran contohlah presiden Argentina atau Vietnam. Perkecil jumlah kementerian/lembaga. Bubarkan kementerian/lembaga yang tidak penting. Rasionalisasi pegawai pemerintah. Pangkas tunjangan MPR/DPR. Hapus uang pensiun DPR seumur hidup. Tangkap, adili dan miskinkan koruptor. Jika itu dilakukan APBN akan surplus.
Masih ada waktu untuk mereview lagi langkah "efisiensi" ini. Semoga ada perbaikan ke depan. Memang langkah ini menimbulkan gaduh di awal akan tetapi kalau benar-benar efisiensi diterapkan bukan pengalihan anggaran, ekonomi Indonesia akan baik-baik saja. Sebaliknya jika tidak ada review dan perbaikan serta masih seperti sekarang ini bisa jadi akan memicu gelombang protes dan ketidakstabilan ekonomi di negara ini.