Bocor 5 T
Ramai di media sosial dan juga media massa baik offline maupun online bahwa biaya penyelenggaraan haji bocor Rp. 5 triliun. Ihwal kebocoran itu disampaikan sendiri oleh wakil kementerian haji, Dahnil Simanjutak ke banyak media di tanah air. Tak pelak pernyataan wamenhaj tersebut menjadi berita yang menarik bagi publik atau istilah jurnalistiknya hot news. Pernyataan wamenhaj ini tidak hanya menarik publik akan tetapi juga para politisi senayan yang merupakan mitra kerja Kemenhaj.
Tidak hanya pernyataan bocor Rp. 5 triliun saja yang dikeluarkan Dahnil akan tetapi ada beberapa pernyataan yang memang membuat kuping orang awam panas. Misal pernyataan penyelenggaraan haji tahun sebelumnya penuh dengan intervensi berbagai pihak, penyelenggaraan haji sebelumnya penuh dengan korupsi, bahkan secara terang-terangan menuduh penyelenggara haji sebelumnya integritasnya dipertanyakan. Padahal saat itu kementerian haji belum terbentuk dan masih sebatas badan. Akibat dari pernyataan tersebut ketika Kementerian Haji dan Umroh mengadakan rapat dengan mitra kerjanya, DPR Komisi VIII, menjadi bumerang bagi kementerian yang baru dibentuk tersebut.
Dalam video di platform media sosial baik youtube maupun tiktok, pertemuan dengan komisi VIII tersebut, wamenhaj dicecar pertanyaan tentang kebocoran Rp. 5 Triliun itu. Pimpinan sidang bahkan mengatakan kami dari DPR declare tidak ikut-ikutan dengan kebocoran tersebut. Berarti kebocoran ada di Kemenhaj. Bagaimana jawaban Wamenhaj ini. Jawabannya muter-muter dan tidak tentu arah. Jawaban muter-muter tersebut ternyata tidak nyambung dengan pertanyaan kebocoran Rp. 5 Triliun tersebut. Pertanyaan anggota DPR saat itu adalah kemana uang hasil kebocoran tersebut mengalir? di bagian mana kebocoran itu terjadi? Seharusnya wamenhaj yang mantan ketua PP Muhammadiyah ini bisa menjelaskan secara tepat dan transparan. Akan tetapi jawabannya tidak nyambung sama sekali. Walaupun anggota DPR sudah mengilustrasikan ibarat air melewati pipa, uang sejumlah Rp. 17 Triliun (biaya penyelenggaraan haji 2026) ketika masuk pipa maka akan keluar Rp. 17 Triliun. Kalau terjadi kebocoran dimana kebocorannya, dimasalah apa dan kemana aliran kebocoran tersebut. Kalau terjadi kebocoran mengapa biaya penyelenggaraan haji 2026 hampir sama dan persis dengan tahun sebelumnya. Seharusnya kalau terjadi kebocoran Rp. 5 T maka biaya ibadah haji 2026 harus dikurangi Rp. 5 T.
Wamenhaj ternyata tidak bisa menjawab ilustrasi yang sudah diberikan oleh anggota DPR tersebut. Wamenhaj hanya menjawab bahwa terjadi potensi bargaining atau suap dalam menentukan kuota. Menurut logika orang awam jelas jawaban seperti ini tidak masuk akal. Kebocoran itu dari anggaran negara bukan non budgeter. Kalau memang benar ada kebocoran kemanakah kebocoran tersebut mengalir? Inilah yang menjadi pertanyaan publik. Kementerian haji harus bisa menjelaskan kepada publik bahwa jika ada kebocoran Rp 5 T maka harus dijelaskan agar publik tidak menerka-nerka dan menjadi bola panas penyelenggaraan haji 2026. Semangat dibentuknya kementerian baru ini adalah agar penyelenggaraan haji transparan, bebas dari korupsi dan berbiaya murah. Baru saja penyelenggaraan haji 2026 dimulai sudah banyak isu yang menerpa kementerian baru ini. Isu yang sangat jelas dan dibahas antara kementerian haji dan DPR adalah kebocoran Rp. 5 Triliun. Belum lagi ada isu miring dalam tender penyelenggara haji di Arab Saudi. Isu ini pun juga sudah dilaporkan ke KPK. Bola sekarang sudah ada di KPK. Tinggal KPK akan turun atau tidak. Aroma koruptif penyelenggaraan haji 2026 sudah terendus publik sejak koar-koar kebocoran Rp. 5 Triliun dan tender pelaksana haji di Arab Saudi.
Seharusnya kementerian baru ini mengambil pelajaran dari penyelenggaraan haji sebelumnya dan memperbaiki tata kelolanya jika dipandang tata kelolanya kurang baik. Tidak perlu pejabat kementerian baru ini mengeluarkan statemen yang membuat publik geram apalagi menyalahkan penyelenggara haji sebelumnya. Kementerian baru ini belum mengalami dan belum pernah menyelenggarakan haji. Maka lebih baik belajar pada penyelenggara haji sebelumnya dalam hal ini Kementerian Agama dan memperbaiki yang kurang baik.
Lontaran statemen yang tidak berdasar akan menjadi bumerang kementerian baru ini, apalagi dalam rapat dengan Komisi VIII tentang biaya perjalanan ibadah haji 2026 diputuskan hanya turun kurang lebih Rp. 570 ribu tidak Rp. 1 juta sebagaimana berita. Penurunan biaya haji tahun ini tidak sesuai dengan semangat dibentuknya kementerian baru ini yaitu biaya haji murah.
Semoga pejabat kementerian baru segera menyadari bahwa obral statement bukan membuat kementerian ini menjadi baik akan tetapi malah menjadi bumerang di kemudian hari. Bekerjalah secara senyap dan membuat publik puas. Bekerja tidak dengan kata-kata akan tetapi bekerja dengan data dan fakta.