Dana Reses DPR
Ramai di media sosial terkait dana reses DPR yang disoroti oleh publik. Saat ini DPR memasuki masa reses. Masa reses adalah masa dimana anggota DPR diberi kesempatan untuk turun mengunjungi konstituen di daerah pemilihannya masing-masing karena tidak ada jadwal sidang.
Masa reses ini dilakukan setiap tahun sekali. Jika periode keanggotaan DPR 5 tahun maka ada 5 kali masa reses. Ketika masa reses ini, anggota DPR mengunjungi konstituennya untuk menyerap aspirasi dan usulan masyarakat terkait negara ini. Setiap masa reses, anggota DPR diberi hak berupa dana reses. Dana reses ini mengalami kenaikan signifikan pada masa DPR 2024-2029. Semula dana reses berjumlah Rp. 400 juta per anggota DPR. Pada periode ini -2024-2029- mengalami kenaikan yang signifikan, hampir 100% yaitu menjadi Rp. 702 juta.
Kalau jumlah dana reses per anggota DPR Rp. 702 juta maka hanya untuk dana reses, DPR membutuhkan anggaran Rp. 407.160.000.000 -Rp. 407 miliar-. Anggaran segitu hanya untuk sekali masa reses. Kalau masa reses 5 kali dalam satu periode maka tinggal mengalikan saja berapa jumlah anggaran DPR untuk masa reses.
Untuk apa dana reses yang segitu besar bagi anggota DPR. Menurut Sufmi Dasco -Wakil ketua DPR- anggaran tersebut untuk kebutuhan menyerap aspirasi masyarakat di dapil masing-masing anggota DPR. Bahkan anggota DPR selalu nombok jika turun ke konstituen dapil dalam masa reses karena banyaknya aspirasi masyarakat. Lanjut wakil ketua DPR dari Partai Gerindra ini.
Pertanyaannya mengapa anggota DPR hanya menyerap aspirasi masyarakat saja ada anggarannya? Kalau mau membantu masyarakat silahkan saja membantu, tidak perlu menggunakan anggaran APBN. Dana reses sumbernya adalah APBN. Dana reses tidak berasal dari kantong pribadi anggota DPR. Kalau mau menyerap aspirasi masyarakat mengapa harus menggunakan anggaran APBN. Padahal ketika menggunakan anggaran APBN di atasnamakan anggota DPR tersebut.
Benar kita mendengar ada dana aspirasi. Akan tetapi dana aspirasi itu adalah APBN kita, bukan milik pribadi anggota DPR. Ketika anggota DPR memberikan bantuan berupa dana aspirasi faktanya dipotong yang besarannya bervariasi mulai 10%-50%. Silahkan cek di penerima dana aspirasi di masyarakat. Lagi-lagi kita dibodohin sama anggota DPR. Dana aspirasi seakan dana pribadi mereka. Faktanya bukan dana pribadi akan tetapi anggaran APBN. Tragisnya dana aspirasi yang diberikan kepada masyarakat masih dipotong. Sementara penerima dana aspirasi harus mempertanggungjawabkan dan melaporkan penggunaan dana aspirasi 100%. Begitu teganya anggota DPR ini ya. Lebih tragis lagi, masyarakat penerima dana aspirasi yang sudah dipotong oleh anggota DPR tersebut mau menerima dan melaporkan penggunaan dana tersebut 100%. Inilah fakta dana aspirasi anggota dewan terhormat itu.
Sebenarnya ada cara efektif dan sederhana untuk menjaring aspirasi masyarakat yaitu menggunakan media sosial. Anggota DPR tidak perlu turun ke konstituen dan menghabiskan dana yang bermiliar-miliar itu. Cukup melalui media sosial aspirasi masyarakat akan terkumpul. Kita perlu khawatir dana aspirasi adalah akal-akalan anggota DPR untuk mengembalikan modal ketika mencalonkan diri jadi wakil rakyat.
Mengapa dana reses periode saat ini naik fantastis di saat kondisi perekonomian masyarakat tidak baik-baik saja. Kita patut bertanya apakah anggota DPR tidak memiliki sense of belonging (rasa memiliki) negeri ini. Mengapa anggota DPR tidak memiliki rasa peduli terhadap kondisi masyarakat dan negara saat ini. Mengapa anggota DPR tidak memiliki empati ketika kehidupan ekonomi masyarakat sulit. Kenaikan dana reses memang patut dipertanyakan. Apakah DPR tidak instrospeksi diri setelah ada aksi demonstrasi Agustus kemarin.
Harusnya pimpinan DPR instrospeksi diri dan memikirkan kembali kenaikan dana reses ini. Ketua DPR harus berani bersuara dan menghentikan kenaikan dana reses ini. Menjaring aspirasi cukup melalui media sosial. Jangan sampai dana reses diplesetkan menjadi dana rese DPR.