Tasu'a dan Asyura
Ada dua hari pada bulan Muharram yang disunahkan untuk berpuasa yaitu tanggal 9 dan 10 Muharram. Puasa tanggal 9 dan 10 Muharram itu sering disebut dengan puasa tasu'a untuk tangga 9 dan puasa Asyura untuk tangga 10. Mengapa dinamakan puasa tasu'a dan asyura? Kosakata tasu'a berasal dari bahasa Arab tis'atun yang artinya sembilan. Tasu'a artinya hari yang kesembilan. Sementara Asyura berasal dari bahasa Arab Asyrotun yang artinya sepuluh. Asyura artinya hari yang kesepuluh.
Tradisi puasa Asyura sebenarnya sudah lama dilaksanakan oleh umat sebelum Nabi Muhammad terutama umat Nabi Musa yaitu orang Yahudi. Setiap tanggal 10 Muharram semua orang Yahudi berpuasa. Ketika Nabi Muhammad bertanya kepada orang Yahudi kenapa setiap tanggal 10 Muharram berpuasa? Mereka menjawab sebagai ungkapan rasa syukur kepada Allah SWT atas nikmat yang telah diberikan oleh Allah kepada Nabi Musa dan pengikutnya yang diselamatkan dari kejaran Fir'aun laknatullah. Kejadian tersebut bertepatan dengan tanggal 10 Muharram. Mendengar jawaban orang Yahudi seperti itu maka Nabi Muhammad merasa bahwa umat Islam lebih dari orang Yahudi maka harus juga berpuasa. Untuk membedakan dengan orang Yahudi maka umat Islam dianjurkan untuk berpuasa sehari sebelum tanggal 10 Muharram yaitu tanggal 9 Muharram kemudian berpuasa pada tanggal 10 Muharram jadilah puasa pada bulan Muharram itu menjadi puasa Tasu'a dan Asyura. Itulah sejarah mengapa dianjurkan untuk berpuasa pada tanggal 9 dan 10 Muharram. Untuk keutamaan puasa pada tanggal tersebut bisa dibaca di berbagai literatur hadits atau literatur tentang keutamaan puasa bulan Muharram.
Pertanyaan yang muncul sekarang adalah kapan tanggal 9 dan 10 Muharram itu? Sebagai orang awam jelas bahwa tanggal 9 dan 10 Muharram adalah tanggal yang sudah jelas tertera dalam almanak atau kalender. Bagi orang awam tidak ada masalah karena ada almanak yang jelas menerangkan tanggal tersebut. Berbeda dengan para ahli astronomi Islam atau falakiyyun. Apa yang tertera dalam almanak belum tentu sesuai dengan kenyataannya. Untuk menetapkan awal bulan hijriyah ada dua metode yaitu hisab dan rukyah. Metode hisab adalah metode penetapan awal bulan hijriyah dengan cara menghitung. Perhitungan ini sebenarnya sangat rumit akan tetapi karena teknologi sudah maju maka tinggal mengklik saja sudah muncul hasil perhitungan awal bulan. Metode rukyah adalah metode penetapan awal bulan hijriyah dengan cara melihat hilal. Para pengikut metode ini akan menetapkan awal bulan hijriyah jika hilal sudah bisa dilihat baik dengan alat maupun dengan kasat mata. Bagaimana kalau hilal tidak dapat dilihat? Otomatis akan berlaku kaidah istikmal yaitu dengan cara menggenapkan bulan berjalan menjadi 30 hari. Pelaksanaan rukyah selalu dilaksanakan pada tanggal 29 bulan berjalan. Pengikut metode ini tetap berpegang kepada perhitungan (hisab) awal bulan akan tetapi mereka akan membuktikan apakah benar perhitungan tersebut sebagai konsekuensi logis dari hadits Nabi Muhammad yang berbunyi:
إِذَا رَأَيْتُمُوْهُ فُصُوْمُوْا وَإِذَا رَأَيْتُمُوْهُ فَأَفْطِرُوْا فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَاقْدُرُوْا لًهُ
Jika kamu melihat hilal maka berpuasalah jika melihatnya (lagi) maka berbukalah (hari rayalah) dan jika (hilal itu) tertutup awan maka genapkanlah (bulan berjalan menjadi 30 hari).
Dari sinilah muncul perbedaan awal bulan hijriyah. Bagi penganut hisab akan berpegangan pada hasil perhitungan saja sementara bagi penganut rukyatul hilal maka akan berpegangan kepada penampakan hilal. Contoh perbedaan antara metode hisab dan metode rukyatul hilal adalah penetapan awal bulan Muharram 1446 H tahun ini. Menurut metode hisab awal bulan Muharram 1446 H jatuh pada hari Ahad, 07 Juli 2024 sementara menurut metode rukyatul hilal jatuh pada hari Senin, 08 Juli 2024 karena ketika pelaksanaan rukyatul hilal pada tanggal 29 Dzulhijjah 1445 H yang bertepatan dengan tanggal 06 Juli 2024 hilal tidak bisa dilihat maka dari itu bulan Dzulhijjah 1445 H harus diistikmalkan alias digenapkan menjadi 30 hari. Walhasil awal bulan Muharram terjadi perbedaan. Untuk pengikut metode hisab tanggal 9 dan 10 Muharram jatuh pada tanggal 15 dan 16 Juli 2024 sementara pengikut metode rukyatul hilal tanggal 9 dan 10 Muharram jatuh pada tanggal 16 dan 17 Juli 2024.
Bagaimana kita menyikapi perbedaan tersebut? Sebagai orang awam ikutilah keputusan pemerintah. Sebagai rakyat kita harus mengikuti keputusan pemerintah yang nota bene pimpinan kita. Pemerintah menetapkan bahwa awal bulan Muharram 1446 H jatuh pada hari Ahad, 07 Juli 2024 maka dari itu ikutilah penetapan pemerintah sehingga pelaksanaan puasa tasu'a dan asyura jatuh pada tanggal 15 dan 16 Juli 2024. Bagi orang awam sangat mudah menyikapi perbedaan ini dengan mengikuti pemerintah sementara bagi para ahli ikutilah pendapatnya masing-masing.
Mengapa selalu terjadi perbedaan walaupun dalam hal penetapan awal bulan. Bukankah perbedaan ini bisa didialogkan dan dicarikan solusinya. Memang menjadi ahli itu sangat sulit.