Tarif Trump
Kata tarif sekarang menjadi terkenal karena adanya tarif yang diberlakukan secara sepihak oleh Presiden AS, Donald Trump. Iya benar Trump sekarang memberlakukan tarif perdagangan yang disebut dengan tarif resiprokal. Tarif resiprokal ini merupakan respon atas tarif negara dunia yang berdagang dengan AS dimana tarifnya tidak adil menurut Trump. Tarif Trump ini sebenarnya bertujuan untuk membuat keadilan antar negara di dunia. Tarif resiprokal ini bertujuan agar semua negara memberlakukan tarif yang sama antar dua negara yang berdagang. Misal tarif yang dikenakan terhadap barang dari AS sebesar 10% maka AS juga akan memberlakuakn tarif sama besar dengan tarif ke negara tersebut. Sehingga hubungan antar negara tersebut sama alias adil.
Selama ini tarif perdagangan yang dikenakan oleh beberapa negara terhadap barang dari AS terlalu tinggi sementara tarif perdagangan dari negara tersebut ke AS tidak sama alias lebih rendah. Akibatnya AS merugi. Perdagangan dunia sudah diatur oleh badan perdagangan dunia yaitu WTO -word trade organization-. Semua negara di dunia yang tergabung dalam WTO harus patuh dan tunduk pada aturan WTO. Kalau tidak patuh dan tunduk pada WTO maka akan disangsi oleh organisasi tersebut.
Tarif Trump berlaku untuk semua negara bahkan tarif paling tinggi diterapkan kepada Tiongkok. Uni Eropa yang merupakan sekutu AS selama ini, juga kena tarif Trump. Walhasil tarif Trump berlaku bagi semua negara, tidak pandang kawan maupun lawan. Dari sekian negara yang diberlakukan tarif Trump hanya Tiongkok dan Kanada yang melawan. Bahkan perang dagang antara Tiongkok dan AS sejak dipimpin Trump sebelumnya kembali berkobar. Tiongkok tidak mau tunduk terhadap tarif Trump. Bahkan Tiongkok memberlakukan tarif lebih tinggi dari sebelumnya terhadap barang dari AS. Tidak mau kalah dengan perlawanan Tiongkok, Trump menaikkan tarif semua barang dari Tiongkok. Apakah Tiongkok menyerah? Tidak. Tiongkok tetap melawan bahkan pesanan pesawat Boeng oleh Tiongkok dibatalkan semua, akibatnya Boeng merugi triliunan bahkan saham Boeng menurun drastis imbas pembatalan pesanan pesawat dari Tiongkok. Melihat gejolak tersebut, Trump mengisyaratkan untuk berunding alias berdamai dengan Tiongkok. Pihak Tiongkok belum memberikan isyarat untuk menerima perundingan dari AS.
Bagaimana dengan Kanada? Kanada juga tidak mau tunduk terhadap tarif resiprokal Trump. Kanada juga memberlakukan tarif barang dari AS lebih tinggi. AS belum bersikap terkait perlawanan Kanada ini. Sejak awal menjadi Presiden AS, Trump menginginkan agar Kanada menjadi negara bagian AS yang ke-51. Pernyataan Trump tersebut langsung dijawab oleh perdana menteri Kanada bahwa pernyataan Trump tersebut hanyalah omong kosong belaka. Kanada bukan negara bagian AS akan tetapi Kanada adalah negara berdaulat yang tidak satupun negara bisa menundukkan Kanada.
Berbeda dengan dua negara diatas, Indonesia, Uni Eropa dan negara lainnya menginginkan adanya negosiasi terkait pemberlakuan tarif Trump tersebut. Indonesia membentuk tim negosiator yang terdiri dari menteri perdagangan, Airlangga Hartarto, Wakil Ketua Dewan Ekonomi Nasional, Mari Elka Pangestu dan wakil menteri keuangan, Thomas Djiwandono. Tim negosiator tersebut bertugas untuk bernegoisasi terkait tarif Trump agar dikurangi. Hasilnya ternyata bukannya dikurangi akan tetapi malah dinaikkan. Tarif yang semula 32% ternyata setelah negoisasi naik menjadi 46%. Bahkan pihak AS menekan Indonesia agar prosentase TKDN -Tingkat Kandungan Dalam Negeri- dikurangi atau dihilangkan. Bukan hanya itu saja, pemberlakuan QRIS dan GPN dalam bertransaksi harus dihapus. Ternyata tim negosiator kita kalah telak dengan tim negosiator Trump. Apakah hasil negosiasi tersebut segera berlaku atau bisa dibatalkan? Tergantung Indonesia. Seharusnya pemerintah Indonesia tidak perlu bernegosiasi terkait tarif. Biarkan saja tarif itu berlaku. Solusinya perluas kerja sama perdagangan dengan negara lain. Perkuat kerja sama dengan negara lain.
Kalau pemerintah Indonesia menuruti kemauan AS maka ekonomi Indonesia akan hancur diacak-acak oleh AS. TKDN yang bertujuan untuk memandirikan bangsa ini tetap harus dipertahankan jangan sampai TKDN ini dikurangi apalagi dihilangkan. TKDN ini akan membuat bangsa ini mandiri di segala bidang. TKDN membuka lapangan pekerjaan padat karya untuk rakyat Indonesia. Kalau TKDN dikurangi atau dihilangkan maka lapangan pekerjaan yang bersifat padat karya akan berkurang bahkan hilang. Akibatnya terjadi pengangguran. Pemerintah harus menolak persyaratan AS ini. Lebih baik pemerintah fokus ke negara lain dan lupakan AS.
Indonesia bisa mencontoh Tiongkok dan Kanada dalam menanggapi tarif Trump ini. Jangan mudah menyerah dengan persyaratan dari AS. Indonesia mempunyai modal besar dalam melawan tarif Trump. Indonesia punya SDA dan SDM yang besar dalam melawan tarif Trump. Modal SDA dan SDM inilah yang harus dikelola. Jangan tunduk pada keinginan AS. Benar tarif Trump tersebut bertujuan untuk keadilan akan tetapi jika ada syarat lain yang berpotensi melemahkan Indonesia maka harus ditolak.
Trump akan bergeming jika seluruh negara melawan tarif ini. Bagaimana kalau AS diasingkan oleh negara-negara di dunia? Memang AS adalah pasar terbesar ke-empat di dunia akan tetapi jika semua negara melawan Trump dan mengalienasi -mengasingkan- AS maka AS akan hancur ekonominya.