Komite Hijaz
Sudah sekitar sebulan lalu saya membaca postingan dari kawan-kawan di facebook. Ada salah satu postingan yang menurutku menarik yaitu dari kawan Kang Jadul Maula. Dalam postingannya dia menampilkan foto sampul buku yang berjudul Komite Hijaz dan diberi caption silahkan PO dulu dengan harga diskon menjadi 80 ribu dan hubungi nomor dibawah. Kemudian saya catat nomor WA untuk memesan buku tersebut. Langsung saya hubungi nomor tersebut dan saya pesan 1 buku. Kemudian tidak lama nomor tersebut menjawab pesan saya. Saya suruh menghitung semua jumlah rupiah yang harus saya transfer untuk mendapatkan buku itu sekaligus ongkos kirim. Tak lama kemudian saya mendapat jawaban dan langsung saya transfer ke nomor rekening yang dikirim ke saya. Pembelian barang sekarang lebih cepat tanpa harus ketemu dengan penjual cukup mengirim nomor rekening dan transfer sudah selesai modalnya cuman trust (kepercayaan). Setelah transfer saya dijanjikan untuk dikirim setelah buku dicetak. Selang sekitar 2 minggu saya pun dikirimi buku pesanan saya tersebut.
Begitu buku itu datang saya langsung baca. Menurut saya buku ini memang menghadirkan dokumen komite hijaz yang belum pernah ada penulis yang menghadirkan secara khusus membahasa Komite Hijaz. Buku yang disunting oleh 2 orang yaitu A. Ginanjar Sya'ban dan Diaz Nawaksara ini membahas secara khusus perjalanan Komite Hijaz mulai dari awal sampai akhir. Komite Hijaz adalah sebuah komite yang dibentuk oleh organisasi Nahdlatul Ulama pada tahun 1926 yang bertujuan mengirimkan utusan menghadap Raja Hijaz waktu itu untuk menanyakan beberapa hal dan memberikan masukan kepada raja terkait aturan di wilayah Hijaz setelah berkuasanya Raja Hijaz Abdul Azis dari Najd. Selama ini sejarah hanya membahas tentang Komite Hijaz sekedarnya saja dan sambil lalu. Pembahasan secara detil tidak pernah dilakukan oleh penulis sejarah bangsa ini sehingga komite yang luar biasa perannya itu tidak pernah muncul ke permukaan. Melalui buku ini penyunting buku ingin menghadirkan nuansa lain yaitu membahas secara detil Komite Hijaz. Sebenarnya buku ini hanyalah pengulangan kembali dan penulisan kembali dari berita yang ditulis oleh suara Nahdlatul Ulama dan Utusan Nahdlatul Ulama saat itu yang memberitakan perjalanan komite hijaz mulai dari awal pembentukannya sampai kembalinya utusan ke Surabaya sebagai pusat dari organisasi Nahdlatul Ulama. Penulisan kembali berita utusan Nahdlatul Ulama dan Suara Nahdlatul Ulama ini otomatis sudah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia seperti sekarang ini. Kedua surat kabar NU itu ditulis dengan bahasa Jawa waktu itu. Sumber yang digunakan dari buku ini adalah arsip dari Nahdlatul Ulama dan merupakan usaha dari generasi penerus NU untuk menghadirkan sejarah bagi generasi sekarang secara utuh. Sumbernya sangat valid. Akan tetapi ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh penyunting karena ada beberapa halaman yang kalimatnya terpotong yang membuat pembaca tidak akan paham dengan kalimat yang dimaksud. Walaupun potongan itu sedikit tapi sangat menganggu bagi pembaca. Alangkah baiknya kesalahan itu diperbaiki dan buku dicetak ulang kembali agar pembaca enak dan tidak terganggu dengan potongan halaman tadi. Terhitung ada sekitar 5 halaman yang kalimatnya terpotong yaitu halaman 37, 38, 40-43.
Bagi generasi muda NU khususnya dan aliran ahli sunnah wal jmaah umumnya sebaiknya mengetahui tentang Komite Hijaz dan usaha yang luar biasa dari organisasi NU untuk berperan aktif dalam kancah internasional dalam rangka menolak aliran Islam yang tidak bermadzhab. Komite Hijaz adalah usaha Islam Ahli Sunnah wal Jamaah untuk menentang Islam yang tidak bermadzhab. Komite Hijaz ini awal dari perjuangan Islam ahli sunnah wal jamaah di dunia untuk melawan Islam tidak bermadzhab alias wahabi. Pembentukan komite hijaz dilatarbelakangi runtuhnya Turki Usmani tahun 1924 dan kekalahan raja Husain Hijaz (Mekkah) oleh Raja Abdul Azis dari Najd. Raja Husain yang beraliran ahli sunnah wal jamaah dikalahkan oleh raja dari Najd yang beraliran wahabi (tidak bermadzhab). Dengan berkuasanya Raja Abdul Azis yang tidak bermadzhab maka aturan di Mekkah pun berubah total. Semua praktek ibadah ahli sunnah dihentikan dan penyebaran buku tasawuf dilarang di tanah Hijaz. Akibatnya beberapa karangan Imam al-Ghozali dilarang oleh raja Abdul Azis yang tidak bermadzhab ini. Situs-situs sejarah pun dihancurkan bahkan makam Nabi Muhammad pun tidak luput untuk dihancurkan oleh Raja ini. Berangkat dari inilah kemudian NU membentuk Komite Hijaz dan mengirimkan utusan ke tanah Hijaz untuk menghadap raja. Sebenarnya ketika diadakan musyawarah alam islami di Mekah tahun 1926, sudah ada utusan yang akan berangkat ke Mekkah akan tetapi karena tidak ada atau ketinggalan kapal yang menuju ke Mekkah maka utusan itu tidak jadi berangkat dan Komite Hijaz hanya bisa mengirimkan aspirasi kepada raja melalui telegram. Kemudian pada tahun 1928 barulah ada utusan ke Mekkah yang saat itu diwakili oleh KH. Wahab Hasbullah dan Syekh Ghonaim untuk menghadap raja menyampaikan aspirasi Islam Ahlus Sunnah wal Jamaah dari Hindia Belanda (saat itu belum ada nama Indonesia). Kedua utusan ini sebenarnya mau berangkat haji mandiri dan atas kehendak sendiri menawarkan diri untuk menjadi utusan bagi NU khususnya dan Islam ahlu sunnah wal jamaah umumnya menghadap Raja Abdul Azis. Dalam perjalanan kedua utusan ini singgah di Singapura dan bertemu dengan perwakilan organisasi Islam ahli sunnah wal jamaah di sana. Perwakilan Islam ahli sunnah wal jamaah di Singapura setuju dengan materi yang dibawa oleh utusan dari NU ini. Kedua utusan ini juga memberitakan ada organisasi NU di Jawa yang beraliran ahli sunnah wal jamaah. Singkat cerita utusan itu pun bertemu dengan raja dan disambut dengan baik. Surat yang dibawa oleh utusan tadi dibaca dan dibalas oleh Raja saat itu. Tidak lupa balasan raja juga ditulis dan ditujukan kepada utusan NU tadi. Inti balasan itu bahwa umat Islam harus bersatu dan harus berpegang teguh pada al-Qur'an dan Hadits dan rajapun bermadzhab yaitu madzhab Hanbali. Untuk praktek ibadah yang mengarah kepada kekufuran dan tidak sesuai dengan al-Qur;an dan Hadits harus dilarang. Soal penghancuran makam Nabi Muhammad SAW, Raja akan memikirkan ulang.
Dari sejarah Komite Hijaz ini akan diketahui bahwa peran internasional umat Islam Indonesia sudah terlihat sejak tahun 1926. Sebenarnya sebelum tahun tersebut ulama-ulama Nusantara sudah menjadi panutan dan tokoh di negeri Hijaz, sebut saja Syekh Nawawi al-Bantani, Syekh Yasi a;-Fadani, Syekh Mahfud at-Termasi dan lain sebagainya. Ulama-ulama tersebut perannya luar biasa di wilayah Hijaz bahkan Syekh Nawawi al-Bantani dijuluki sebagai Sayyidul Ulama'ul Hijaz. Semua ulama pasti mengenal peran Syekh Nawawi al-Bantani. Komite Hijaz yang selama ini dipahami merupakan cikal bakal organisasi Nahdlatul Ulama ternyata malah sebaliknya. Nahdlatul Ulama berdiri tahun 1926 kemudian karena ada pergantian kekuasaan di Mekkah yang semula dari Turki Usmani yang beraliran ahlus sunnah wal jamaah ke Raja Abdul Azis dari Najd yang beraliran Wahabi maka organisasi NU yang beraliran ahli sunnah wal jamaah membentuk komite hijaz untuk memberikan aspirasi kepada penguasa Mekkah yang baru tersebut. Komite Hijaz inilah yang merupakan wakil dari islam ahli sunnah wal jamaah yang berani menyampaikan aspirasi kepada raja Abdul Azis yang didukung oleh inggris untuk menguasai wilayah Hijaz. Islam ahli Sunnah wal Jamaah dari negara lain di dunia ini tidak ada yang berani memberikan aspirasi apalagi sampai mengirim utusan kepada raja baru Mekkah itu. Inil adalah usaha berani dari organisasi NU untuk menyelamatkan aliran ahli sunnah wal jamaah di wilayah Hijaz khususnya dan dunia pada umumnya.
Penerbitan buku Komite Hijaz ini patut diapresiasi dengan segala kekurangan dan kelebihannya. Dengan adanya buku ini generasi penerus bangsa akan mengetahui peran umat Islam secara internasional sejak tahun 1926. Inilah pentingnya jangan sekali-kali melupakan sejarah. Peran umat Islam Indonesia dalam kancah internasional sudah dimulai sejak dahulu kala tidak hanya saat sekarang. Jangan sampai peran umat Islam Indonesia ini tidak diketahui oleh generasi bangsa ini. Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghormati dan mengingat jasa para pahlawan dan pejuang bangsa.