Protes Petani
Sudah sebulan lebih kawasan benua biru dipenuhi dengan protes petani. Sejak akhir tahun 2023 petani seantero negara Uni Eropa melakukan demontrasi di kota-kota besar negara tersebut. Petani-petani membawa semua yang dipunyai untuk meluapkan amarahnya dan menuntut pemerintah agar menerima tuntutan mereka. Kebanyakan petani membawa traktor besar menuju kota-kota besar negara mereka. Bahkan ada yang membawa kotoran hewan dan ditumpahkan di toko-toko dan jalanan. Petani di negara seperti Prancis, Jerman, Belgia, Inggris, Polandia, Swiss, Belanda dan lain sebagainya kompak melakukan demonstrasi menuntut pemerintah masing-masing. Latar belakang petani melakukan demonstrasi karena dipengaruhi oleh berbagai masalah diantaranya adalah pembatasan subsidi pestisida, kenaikan harga, dibukanya kran import pertanian, kalah saingnya produk petani dalam negeri dengan produk pertanian import sehingga memicu hasil pertanian petani tidak laku dan masih banyak lagi.
Demontrasi petani di negara Uni Eropa ini akan semakin membesar seiring semakin banyaknya petani di negara Uni Eropa yang bergerak. Demonstrasi yang semula hanya di negara Prancis sekarang sudah meluas ke banyak negara. Uni Eropa yang sekarang dilanda perang dengan Rusia kondisi ekonominya sangat mengenaskan karena terjadinya lonjakan harga energi yang luar biasa. Lonjakan harga energi di Uni Eropa ini dikarenakan sanksi Uni Eropa terhadap Rusia. Semua negara Uni Eropa tidak boleh membeli energi dari Rusia. Padahal energi Rusia menguasai negara Uni Eropa dan harga murah. Mau tidak mau negara Uni Eropa membeli energi dari Amerika atau Asia. Walhasil harga energi naik drastis. Banyak perusahaan yang gulung tikar gegara kenaikan harga energi. Jerman yang merupakan negara penyokong Uni Eropa harus menerima kenyataan industrinya hancur dan pertumbuhan ekonominya minus. Belum lagi adanya keputusan Uni Eropa untuk membeli semua hasil pertanian dari Ukraina yang harganya sangat murah sehingga hasil pertanian negara Uni Eropa lainnya kalah bersaing. Akibatnya hasil pertanian negara Uni Eropa lainnya tidak terbeli. Belum lagi adanya pembatasan pestisida dan pembatasan subsidi. Inilah penyebab petani bergerak di Uni Eropa.
Dari kasus unjuk rasa petani di Uni Eropa kita bisa belajar bahwa ternyata negara harus melindungi petani. Ketika petani tidak dilindungi kenyataannya mereka hancur. Negara Uni Eropa ternyata melindungi petani mereka dengan tidak mengijinkan hasil pertanian negara lain masuk ke negaranya. Proteksi negara terhadap petani sangat diperlukan. Sekelas negara maju Uni Eropa ternyata masih memproteksi petani mereka. Padahal selama ini mereka mengembar-gemborkan liberalisasi perdagangan dan liberalisasi pertanian. Kenyataannya negara mereka sangat proteksionis terhadap petani mereka sendiri. Slogan liberalisasi pertanian hanya slogan belaka dan hanya ditujukan kepada negara selain Uni Eropa. Sejatinya kalau sama-sama tidak dilindungi negara, petani negara maju akan lebih parah nasibnya dibandingkan petani negara berkembang. Petani negara maju menjadi kaya karena proteksi negara terhadap mereka sementara petani di negara berkembang seperti negara Indonesia menjadi miskin gegara liberalisasi pertanian yang didengung-dengungkan oleh negara maju. Saatnya dunia terbalik. Petani negara berkembang tenang saja walaupun hasil panen mereka tidak cukup untuk makan sehari-hari bahkan untuk mulai produksi lagi tidak cukup. Menjadi petani di negara berkembang ibarat memperlambat kematian. Prinsip petani di negara berkembang sawah atau ladang harus ada tanamannya bukan bagaimana mendapat untung dari tanaman tersebut. Petani di negara berkembang hanya ingin eksis saja bukan mencari keuntungan. Sementara petani di negara maju tujuannya adalah keuntungan yang banyak dengan mendesak negara untuk melindungi mereka.
Di Eropa sekarang terjadi krisis ekonomi dan krisis politik. Benua biru itu mengalami greenflation kenaikan harga energi yang gila-gilaan sehingga menimbulkan gejala sosial dan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi negara Uni Eropa mayoritas minus alias dibawah nol. Penyebab salah satunya adaah perang Ukraina yang berkepanjangan. Sementara negara seperti Rusia tidak mengalami greenflation karena harga energi murah dan tidak ada dampak sosial maupun ekonomi. Rusia tidak tergantung energi dari negara lain. Rusia mencukupi kebutuhan energinya dari dalam negeri. Amerika yang selama ini berseteru dengan Rusia masih mengimpor minyak dari Rusia. Petani Rusia tidak pernah bergejolak gegara kenaikan harga energi bahkan hasil gandum mereka dikirim ke negara lain dengan harga tinggi.
Bagaimana petani di Indonesia? Ngenes itulah jawaban yang tepat. Mengapa demikian? Tidak lain dan tidak bukan karena liberalisasi pertanian yang diwajibkan oleh WTO yaitu organisasi negara serakah dan munafik yang hanya ingin mengeruk keuntungan bagi negaranya sendiri. Petani tidak boleh diproteksi menurut WTO. Jika ada proteksi petani maka hasil pertaniannya tidak boleh diekspor dan akan dikenakan sanksi. Petani tidak boleh dibantu dengan subsidi pupuk atau pestisida. Kalau disubsidi akan diberi sanksi. Contoh nyata adalah kasus sawit yang ditolak oleh negara Uni Eropa. Negara Uni Eropa tidak mau membeli sawit Indonesia karena petani sawit Indonesia disubsidi oleh negara. Isu yang dilemparkan adalah petani sawit Indonesia menanam sawit di lahan hutan yang dijadikan lahan sawit. Praktek seperti itu tidak diperbolehkan karena akan terjadi bencana alam akibat deforestasi padahal di negara Uni Eropa sendiri petani diproteksi dan disubsidi. Memang negara maju hanya ingin menangnya sendiri. Mereka maju karena mengeksploitasi negara miskin. Penjajahan ekonomi sangat jelas terlihat atas negara miskin. Bagaimana negara-negara Afrika dikeruk habis sumber dayanya oleh negara Uni Eropa semacam Inggris, Prancis, Jerman dan kawan-kawan. Begitu ada perlawanan terhadap dominasi dan hegemoni mereka, ramai-ramai menuduh negara tersebut melanggar HAM, deforestasi, politik dumping, proteksi terhadap petani dan lain sebagainya. Inilah kondisi ekonomi dunia saat ini. Protes dan unjuk rasa petani di Uni Eropa membuka tabir kemunafikan negara Uni Eropa.
Semoga pemerintah selalu memproteksi dan mensubsidi petani kita agar petani menjadi makmur dan sejahtera. Kalau ada tuntutan WTO lawan saja sampai darah penghabisan seperti yang telah dilakukan oleh presiden kita Joko Widodo melawan negara Uni Eropa lewat WTO. Jangan mundur sebelum melawan. Lawan sampai darah penghabisan demi petani kita. Baru kali ini ada presiden Indonesia yang berani melawan hegemoni dan dominasi Uni Eropa di WTO. Joko Widodo lantang berteriak lawan Uni Eropa demi kemajuan dan kejayaan negara Indonesia.