Hiruk Pikuk Politik
Akhir-akhir ini kita dijejali dengan berita politik. 24 atau bahkan 25 jam kita menyaksikan perkembangan politik tidak hanya di Indonesia akan tetapi juga luar negeri. Memang peristiwa politik dari dulu sampai sekarang menarik siapa pun. Tidak hanya ahli politik ataupun pelaku politik akan tetapi tukang macul, bakul tempe, buruh bangunan dan lain sebagainya tertarik masalah politik dan bisa ngomong politik. Tanpa harus menempuh kuliah ilmu politik siapa pun bisa bicara politik. Lihatlah pengamat politik yang ada di media sosial atau media massa apakah mereka lulusan fakultas ilmu politik? apakah mereka lulusan fakultas ilmu komunikasi politik? Tidak. Mereka ada yang latar belakangnya SLTA, lulusan filsafat, lulusan ekonomi dan lain sebagainya akan tetapi mereka lihai dan pandai bicara politik. Untuk menjadi pengamat politik tidak perlu sekolah tinggi-tinggi. Cukup baca perkembangan politik sehari-hari dan analisa dengan akal sehat maka bisa disebut menjadi pengamat politik.
Politik memang menarik siapapun. Ada fakultas ilmu sosial dan ilmu politik akan tetapi tidak bisa mengikuti perkembangan politik saat ini. Lihatlah perkembangan politik di negara kita yang tiap detik selalu ada yang baru dan menarik. Perkembangan itu tidak ada dalam bangku kuliah. Dalam politik semua dijalani tanpa ada norma. Dalam politik yang penting menang. Jalan menuju kemenangan dilakukan dengan berbagai cara istilah pengamat politik menghalalkan segala cara. Politik tidak mengenal norma. politik tidak mengenal tata krama. Apalagi mengenal sopan santun. Politik merubah manusia baik menjadi jelek. Politik merubah nasib manusia dari miskin menjadi kaya atau sebaliknya. Politik merubah manusia jadi culas. Lihatlah bagaimana prilaku saling membohongi atau saling prank terjadi dalam perpolitikan. Itu semua demi ambisi politik. Politik tidak dapat dijadikan contoh mendidik bangsa ini. Politik adalah puncak keserakahan manusia atas kuasa. Apabila ada yang menghalangi maka akan dilibas. Itulah hukum politik.
Lihatlah bagaimana partai politik saling sikut dan menjatuhkan hanya demi kekuasaan yang pendek. Hubungan sesama manusia menjadi renggang karena ambisi politik. Maka politik bukanlah habibat orang baik. Ada yang mengatakan politik itu tergantung pelakunya. Jika pelakunya baik maka baiklah politik sebaliknya jika pelakunya jelek maka jeleklah politik. Adagium itu kebenarannya maksimal hanya 30%. Silahkan terjun ke dunia politik maka akan tahu semua tentang politik. Contoh pencalonan gubernur dan wakil gubernur atau bupati dan wakil bupati. Saling jegal sangat terlihat dalam proses pencalonan ini. Politik hanyalah untuk mengumbar hawa nafsu keserakahan. Politik tujuannya untuk berkuasa. Yang menang dalam politik adalah orang yang paling lihai tipu muslihatnya. Ingatlah peristiwa Tahkim Daumatul Jandal dimana terjadi mediasi antara pihak Ali dan Mu'awiyah. Karena kelihaian dari pihak Mu'awiyah maka pihak Ali pun kalah.
Peristiwa akhir-akhir ini pun sangat jelas terlihat orang yang paling lihai tipu muslihatnya yang akan memenangkan pertarungan. Orang jujur tidak akan menang dalam pertarungan politik. Adakah politik yang santun? Adakah politik yang tidak kejam? Adakah politik yang baik? Jawabannya tergantung pengalaman masing-masing. Mayoritas akan menjawab politik itu kotor, politik itu kejam dan politik itu kasar. Jangan sampai kita dibuat geger hanya karena masalah politik. Politik ibarat candu. Memuaskan, menenangkan akan tetapi daya rusaknya luar biasa. Perlakukan politik hanya sekedar pernik-pernik kehidupan sehari-hari. Berpolitik jangan melibatkan hati dan perasaan.