Thailand vs Kamboja
Tak disangka-sangka perang terjadi di kawasan ASEAN yang nota bene aman dan damai ini. Tiga tahun ini seluruh dunia memusatkan perhatian ke perang Eropa yaitu perang antara Rusia vs Ukraina yang sampai saat ini belum juga menemukan solusinya. Kemudian seluruh dunia juga terpusat perhatiannya ke kawasan Timur Tengah yang memang sejak dulu rentan terhadap perang karena kehadiran Israil. Genosida Israil terhadap rakyat Palestina sampai sekarang belum juga usai. Kemudian tiba-tiba meletus perang Israil vs Iran yang spektakuler itu. Perang Israil vs Iran cepat direda karena ada salah satu pihak yang kalah perang yaitu Israil. Tak disangka-sangka ternyata perang terjadi di kawasan ASEAN yang sangat stabil kondisi keamanannya.
Selama ini ASEAN merupakan salah satu kawasan yang stabil dan minim konflik. Akan tetapi kemarin terjadi perang sesama negara ASEAN yaitu Thailand vs Kamboja. Menurut beberapa versi pemicu perang adalah masalah perbatasan yang tak kunjung usai. Ada yang mengatakan bahwa pemicu perang adalah tereksposnya percakapan telepon antara perdana menteri Thailand dan tokoh senior Kamboja, Hun Sen. Perdana menteri Thailand menyebut Hun Sen dengan panggilan Paman. Panggilan Paman inilah yang menjadi pemicu perang kedua negara ASEAN ini. Apakah benar pemicunya adalah panggilan perdana menteri Thailand terhadap Hun Sen ini dengan panggilan Paman?
Tereksposnya percakapan telepon antara perdana menteri Thailand dengan Hun Sen adalah salah satu pemicu perang di kawasan ASEAN tersebut. Konflik antara Thailand vs Kamboja sudah sejak lama. Konflik itu dipicu masalah kepemilikan kawasan kuil Prah Vihear. Kuil Prah Vihear merupakan kuil peninggalan kerajaan Khmer yang dibangun pada abad ke-11 M. Kawasan kuil ini berada di perbatasan antara Thailand dan Kamboja. Permasalahan inilah yang sampai sekarang belum terselesaikan secara baik-baik. Memang benar sudah ada keputusan Mahkamah Internasional tahun 1962 bahwa kawasan kuil Prah Vihear masuk dalam kedaulatan Kamboja. Pasca keputusan Mahkamah Internasional tersebut sudah terjadi paling tidak 3 kali insiden antara kedua negara yaitu tahun 2003, 2008 dan 2009. Tahun 2025 insiden saling tembak terjadi lagi antara kedua negara gegara masalah perbatasan.
Apakah benar sengketa perbatasan tersebut merupakan akar konflik kedua negara? Menurut beberapa informasi, konflik yang terjadi kemarin bukan hanya disebabkan masalah perbatasan akan tetapi ada masalah lain jika kita jeli mengamati perkembangan politik di kawasan ASEAN. Masih ingatkah tentang perdagangan orang yang menyeret kasus banyak orang Indonesia bekerja di Kamboja dan Filipina? Masih ingatkah kasus judi online yang terpusat di Kamboja? Masih ingatkah perdagangan organ tubuh manusia di Filipina dan Kamboja? Kasusnya tidak jauh dari masalah perjudian. Sejak covid 19, Kamboja membangun pusat perjudian besar (kasino) di kawasan perbatasan dengan Thailand. Bisnis kasino ini didukung oleh petinggi militer kedua negara yaitu Kamboja dan Thailand. Bisnis kasino ini menghasilkan omzet luar biasa besar dan luput dari pengamatan internasional. Kedua negara pun tidak begitu ketat mengawasi aktivitas bisnis ini. Bisnis kasino ini kemudian melebar ke internet alias judi online. Judi online yang menjadi penyakit masyarakat di Indonesia semua dikendalikan dari Kamboja. Keuntungan judi online ini sangat besar di saat ekonomi dunia melemah gegara covid 19. Karena keuntungannya besar maka judi online ini tetap didukung oleh militer kedua negara. Judi online mengalami kemunduran ketika banyak negara ASEAN terutama Indonesia dan Filipina bekerja sama memutus jaringan judi online ini. Banyak server dan admin judi online ditangkap di Indonesia. Begitu juga Filipina gencar melakukan penangkapan terhadap aktivitas judi online dan perdagangan manusia. Walhasil keuntungan judi online yang dikendalikan dari perbatasan Thailand dan Kamboja menurun drastis. Petinggi militer dan politik kedua negara yang mendukung bisnis judi online ini tidak terima dengan kondisi seperti ini akhirnya mereka saling menyalahkan. Akibatnya militer kedua negara melakukan konfrontasi. Kemungkinan pembagian keuntungan yang tidak seimbang akhirnya mereka saling serang.
Thailand dan Kamboja diperintah oleh rezim militer. Salah satu bisnis petinggi mereka adalah pembuatan kasino di perbatasan kedua negara yang tingkat pengawasannya sangat minim. inilah sebenarnya yang memicu meletusnya pertikaian kedua negara kemarin. Sampai saat ini belum ada tanda-tanda perdamaian dari kedua belah pihak. Militer Kamboja yang sangat minim kekuatan tempurnya harus menghadapi militer Thailand yang kekuatan militernya nyaris sepadan dengan Indonesia. Memang benar militer Kamboja memiliki pengalaman bertempur dengan taktik gerilya akan tetapi alut sista yang dimiliki sangat tidak mendukung perang pada jaman sekarang. Berbeda dengan kekuatan tempur militer Thailand yang sudah modern. Apalagi Thailand didukung oleh AS. Jangan sampai masalah "internal petinggi militer" kedua negara ini menjadi konflik antar negara dan menyeret negara lain terjun dalam perang tersebut.
Indonesia sebagai tetua ASEAN harusnya segera menyelesaikan masalah kedua negara ini agar stabilitas kawasan ASEAN tetap terjaga. Jangan sampai perang terjadi di kawasan ASEAN karena perang akan membawa bencana kesengsaraan dan kehancuran. Perang tidak berkontribusi terhadap kemajuan kawasan akan tetapi sebaliknya perang membuat kawasan menjadi terbelakang. Motivasi ASEAN untuk menjadikan kawasan ini sebagai kawasan bebas perang harus dikedepankan. Gesekan kecil harus segera diselesaikan. Jangan sampai gesekan kecil itu menjadi pemicu perang terbuka antar negara ASEAN.