Mumet Bersama
Tadi malam adalah deadline terakhir waktu mumet bersama. Apa itu mumet bersama? Mumet bersama adalah ketika dikejar-kejar deadline untuk mengajukan sasaran kinerja bagi ASN se-Indonesia di aplikasi e-kinerja. Mengapa disebut mumet bersama? Sebenarnya mudah untuk membuat sasaran kinerja pegawai akan tetapi yang bikin mumet atau pusing adalah aplikasi yang tidak bersahabat. Aplikasi tidak bersahabat karena begitu dibuka pasti error ataupun kalau bisa buka tidak bisa dipakai. Itulah ciri aplikasi buatan lembaga atau kementerian kita. Semua pegawai yang berada di kementerian pasti merasakan aplikasi yang dibuat oleh kementerian. Ada ribuan aplikasi bahkan ratusan ribu yang dibuat oleh kementerian/lembaga pemerintah katanya untuk memudahkan pekerjaan akan tetapi faktanya memperlambat pekerjaan. Sudah menjadi rahasia umum jika pembuatan aplikasi merupakan salah satu sekian proyek yang harus dikeluarkan anggarannya. Tujuan pembuatan aplikasi bukan sebagai solusi mempermudah pekerjaan akan tetapi untuk menghabiskan anggaran. Wajar jika berganti pejabat maka gantilah aplikasi itu. Ironisnya praktek tersebut terus berlangsung sampai sekarang. Misi presiden untuk mengganti beberapa layanan dengan mesin atau robot mungkin disebabkan adanya praktek seperti itu.
Kembali ke pembuatan SKP di aplikasi e-kinerja. Batas akhir pengajuan SKP tanggal 15 Januari 2024. Setelah SKP jadi kemudian diajukan ke pimpinan untuk disetujui. Semua pegawai paham dan pasti bisa membuat SKP karena setiap tahun membuat SKP. SKP layaknya raport bagi ASN dimana kinerjanya dinilai oleh pimpinan walaupun sebenarnya yang menilai adalah sekretarisnya atau bagian kepegawaian. Tidak benar jika ASN tidak dinilai oleh pimpinannya. Cuman ada ASN yang mahir IT dan tidak mau bekerja alias ogah-ogahan bekerja akan tetapi bisa membuat SKP di aplikasi e-kinerja. Karena mahir menggunakan teknologi akhirnya nilai SKPnya juga baik padahal faktanya tidak mau bekerja atau ogah-ogahan kerja. Setelah SKP diajukan ke atasan maka tugas atasan adalah menyetujui ajuan tersebut. Langkah selanjutnya bagi ASN setelah SKPnya disetujui adalah mengisi realisasi dan mengupload bukti pendukung. Untuk mengupload bukti dukung paling akhir tanggal 31 Januari 2024. Bagi Jabatan Fungsional Tertentu (JFT) seperti penghulu, penyuluh dan guru sangat mudah untuk membuat bukti pendukung karena sudah ada aturannya. Bagi jabatan JFT seperti penghulu sudah ada aturan membuat bukti fisik sebagaimana untuk mengajukan penilaian angka kredit. Jadi tidak perlu bingung karena sudah ada panduannya. Bagi JFT penghulu ada panduan PMA nomor 16 tahun 2021 tentang pembuatan bukti fisik. Semua tugas pokok penghulu sudah ada contoh bukti fisiknya. Jadi tidak perlu lagi mencari bentuk lain bukti fisik (pendukung) kegiatan. Tinggal mengupload di aplikasi e-kinerja. Masalahnya tinggal aplikasi kinerjanya apakah masih error atau tidak. Yang bikin pusing bukan bisa atau tidaknya membuat bukti fisik akan tetapi bisa atau tidak mengupload bukti fisik tersebut di aplikasi e-kinerja.
Setelah mengisi realisasi dan mengupload bukti pendukung maka selesailah pembuatan SKP. Pimpinan tinggal memberikan penilaian dan umpan balik. Setelah pimpinan memberikan penilaian dan umpan balik maka akan muncul nilai seorang pegawai dalam setahun. Nilai itulah nanti yang akan dikonversi menjadi angka kredit bagi jabatan fungsional. Konversi predikat penilaian kinerja otomatis akan dikonversi dalam aplikasi e-kinerja. Konversi predikat penilaian kinerja akan digabungkan dengan penilaian tahun sebelumnya dan dijadikan acuan untuk mengajukan kenaikan pangkat dan jabatan bagi jabatan fungsional. Silahkan dilihat dalam menu nilai angka kredit dalam aplikasi e-kinerja untuk melihat berapa capaian nilai angka kredit seorang pegawai. Dari nilai angka kredit tersebut jabatan fungsional bisa memperkirakan butuh berapa tahun untuk naik pangkat dan jabatan.
Permasalahan yang timbul menggunakan aplikasi e-kinerja adalah banyak ASN yang hanya berkutat pada pembuatan SKP dan tidak fokus untuk bekerja ketika musim pembuatan SKP. Akibatnya pekerjaan kantor terbengkalai. Gejala seperti ini seharusnya bisa dicarikan solusinya agar ke depan tidak lagi ada ASN yang hanya fokus mengerjakan SKP sementara pekerjaannya terbengkalai. Beberapa permasalahan terkait penggunaan aplikasi e-kinerja harus diidentifikasi oleh BKN dan Kemenpan RB dan dicarikan solusinya agar tidak merugikan ASN di kemudian hari. Penggunaan e-kinerja perdana ini memberikan masukan kepada Badan Kepegawaian Negara untuk berbenah dan membuat solusi yang tepat dalam penggunaan e-kinerja. Semoga para ASN bisa mengisi e-kinerja tepat waktu dan tidak mengabaikan pekerjaan kesehariannya.