Perubahan Iklim
Awal tahun baru 2024 sudah di depan mata. Perayaan hari Natal 25 Desember 2023 sedang berlangsung di semua gereja di seluruh dunia kecuali di beberapa gereja di Rusia atau belahan dunia lain yang tidak merayakan Natal karena empati terhadap penderitaan warga Palestina yang tiap hari di bom oleh negara teroris Zionis Israil yang didukung oleh Amerika. Kalau gereja di Rusia tidak merayakan Natal karena kondisi perang dan biaya merayakan Natal dialihkan untuk membiayai perang dengan Ukraina yang didukung NATO. Perayaan Natal biasanya dirayakan dalam kondisi musim penghujan. Perayaan Natal dan dilanjut dengan perayaan tahun baru selalu diiringi dengan hujan ringan sampai lebat. Akan tetapi tahun ini bulan Desember 2023 tidak ada hujan sama sekali bahkan gerimis pun jarang terjadi. Kondisinya seperti pada musim kemarau, panas dan suhu tinggi. Kondisi seperti ini tidak hanya terjadi di Indonesia akan tetapi juga belahan dunia lain yang merasakan musim penghujan seperti musim kemarau. Oh ya musim penghujan dan musim kemarau hanya ada di negara tropis tidak di negara sub tropis. Negara sub tropis tidak mengenal musim hujan dan musim kemarau akan tetapi mengenal 4 musim yaitu musim semi, musim dingin, musim gugur dan musim panas. Saat ini di negara sub tropis lagi mengalami musim dingin. Negara seperti Inggris, Amerika, Belanda, Prancis, Rusia atau negara yang dekat kutub utara mengalami musim dingin yang luar biasa dinginnya tidak seperti biasanya. Salju turun begitu tebal dan bahkan banjir di mana-mana. Musim dingin seperti ini membuat semua transportasi lumpuh mulai angkutan udara, darat dan laut semua lumpuh karena banyaknya salju turun. Berbeda dengan Indonesia. Bulan Desember adalah musim penghujan. Musim penghujan dimulai bulan Oktober sampai bulan April. Sementara musim kemarau dimulai bulan April sampai Oktober. Untuk tahun ini kondisinya sangat berbeda. Bulan Oktober sampai Desember belum pernah ada hujan. Memang ada hujan akan tetapi hanya beberapa kali. Biasanya petani yang sistem tanamnya menunggu musim penghujan yaitu sistem tadah hujan ketika memasuki bulan Oktober mulai menanam padi akan tetapi pada tahun ini ternyata hujan yang ditunggu tidak kunjung tiba. Petani yang menanam padi pun kekeringan karena tiada air.
Menurut para ahli, kondisi tahun 2023 adalah kondisi elnino yaitu kondisi dimana kemarau panjang akan terjadi di Indonesia. Menurut prediksi BMKG (Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika) yaitu badan yang mengurusi tentang iklim bahwa musim hujan akan mulai di Indonesia sekitar bulan Pebruari 2024. Pepatah yang mengatakan Desember adalah gede-gedene sumber tidak lagi berlaku untuk Indonesia begitu juga Januari adalah hujan sehari-hari ternyata belum berlaku untuk Indonesia saat ini. Petani tadah hujan pun harus menahan masa tanamnya yang semula bulan Oktober sampai bulan Nopember sebagai awal musim tanam menjadi tidak menentu karena menunggu hujan turun. Petani yang sudah terlanjur menanam padi harus mengeluarkan biaya ekstra karena harus membeli air untuk menjaga agar tanamannya tetap hidup. Maksud membeli air adalah mengalirkan air ke sawahnya dengan memompa air dari sumur bor. Memompa air dari sumur bor membutuhkan bahan bakar solar atau bensin. Banyak petani dengan terpaksa membuat sumur bor di sawah mereka agar menjaga tanaman mereka tetap terairi akan tetapi biaya yang dikeluarkan lebih banyak. Pengeluaran biaya produksi yang banyak tidak sebanding dengan hasil produksi sehingga kalau dikalkulasi secara cermat petani tidak pernah untung bahkan buntung. Kondisi seperti itu sebenarnya sudah lama sekali dan petani menyadari kalau pekerjaan mereka itu tidak menghasilkan. Mereka cuman berpikir kalau tidak ada yang menanam padi siapa lagi yang menanam. Kalau lahan sawah tidak ditanami terus untuk apa. Pikiran seperti inilah yang selalu tertanam di benak para petani. Petani tidak memikirkan untung dari hasil panennya. Petani hanya berpikir untuk selalu memanfaatkan lahan sawan agar tetap ada tanamannya.
Tahun 2023 jelas masa tanam mundur karena hujan yang tiada jua turun. Petani harus bersabar sampai hujan turun. Yang sudah terlanjur menanam harus bersiap-siap mengeluarkan biaya ekstra yang besarannya tidak bisa diprediksi. Biaya ekstra itu adalah biaya pembelian solar untuk mesin bor air. Jika tidak mempunyai sumur bor maka harus membeli dari petani yang mempunyai sumur bor. Tragisnya lagi ketika masa panen harga gabah turun drastis sehingga tidak menutupi biaya produksi. Kondisi seperti ini selalu berulang padahal negara kita mempunyai sarjana pertanian yang luar biasa banyak. Mengapa lulusan fakultas pertanian tidak bisa menyelesaikan masalah ini? Mengapa sarjana pertanian tidak bisa menjawab masalah ini? Mengapa sarjana pertanian tidak bisa mengatasi masalah ini? Bahkan universitas yang khusus pertanian pun tidak bisa memberikan solusi masalah ini. Sarjana itu ternyata hanya sebagai lompatan formalitas untuk menggapai gelar pendidikan dan tidak untuk problem solving. Ribuan sarjana pertanian dari banyak universitas ternyata bukan menjadi petani akan tetapi bekerja di perusahaan. Inilah kegagalan jurusan dan universitas pertanian di negeri ini. Universitas pertanian tidak mencetak petani-petani handal akan tetapi mencetak pekerja-pekerja perusahaan atau kantoran yang kerjanya di ruangan ber AC. Wajar jika bidang pertanian kekurangan tenaga. Lihat saja pekerja atau petani di sawah itu umurnya sudah tua-tua. Jarang sekali kita lihat kaum muda yang terjun di bidang pertanian. Mencari petani muda sangat sulit. Kaum muda lebih memilih bekerja di perusahaan atau di kota walaupun hanya sebagai kuli bangunan. Bukan tidak mungkin sepuluh tahun yang akan datang kondisi seperti ini semakin parah yaitu pertanian ditinggalkan oleh generasi penerus.
Semoga prediksi BMKG bahwa musim penghujan akan datang pada bulan Pebruari 2024 tidak benar dan semoga hujan segera turun agar petani segera bisa tanam kembali dan merasa bahagia dengan adanya hujan.