Korupsi Pertamina
Direktur Utama (Dirut) Pertamina, Simon Aloysius Mantiri meminta maaf kepada publik terkait korupsi Pertamina yang diungkap oleh Kejaksaan Agung. Korupsi tersebut mengakibatkan kerugian negara hampir 1 kuadtriliun tepatnya 980 Triliun. Fantastis sekali. Apakah nanti vonis terhadap pelakunya seimbang dengan kerugian yang ditimbulkan? Saya jawab pasti tidak. Seharusnya pelaku korupsi yang sudah merugikan negara sebegitu fantastis harus dihukum mati dan semua harta kekayaannya disita oleh negara. Jangan lagi ada kata-kata hukuman mati melanggar HAM. Apakah kerugian negara yang dilakukan oleh pelaku korupsi tidak melanggar HAM. Apakah kerugian publik akibat perbuatan korupsi tidak melanggar HAM. Sudah benar KUHP yang baru harus ada pasal tersendiri hukuman bagi para koruptor. Negeri ini sudah menjadi surga para koruptor.
Perangkat regulasi hukuman bagi koruptor harus segera disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat. Rakyat sudah geram dengan kasus yang diungkap ke publik akan tetapi hukumannya cuman maksimal 20 tahun penjara. KUHP harus segera dirubah dengan mencantumkan pasal khusus hukuman pelaku korupsi. Misal dicantumkan secara jelas korupsi dengan nilai di atas 1 miliar hukumannya adalah hukuman mati. Rakyat yakin jika ada pasal khusus terkait hukuman pelaku korupsi, para pelaku yang akan melakukan tindakan korupsi akan berpikir ulang.
Kita juga patut bertanya apakah pengungkapan kasus korupsi akhir-akhir ini hanya semacam gimmick saja dari pemerintah Prabowo Subianto atau memang benar-benar ingin mengungkap dan menyelesaikannya? Ataukah ini hanya semacam ingin mengabarkan kepada publik bahwa telah terjadi korupsi besar-besaran di semua sektor dan pelakunya tetap tidak dihukum sesuai perbuatannya dan hanya terjadi pergantian pemain saja. Publik pesimis dengan hukuman terhadap pelaku korupsi. Berkali-kali publik dibuat kecewa dengan hukuman terhadap pelaku korupsi. Hakim sebagai penjaga marwah keadilan di negeri ini sudah masuk angin. Lihatlah kasus Tannur yang divonis bebas oleh hakim itu. Belum lagi kasus lain yang divonis bebas oleh hakim. Vonis bebas hakim terhadap pelaku korupsi tidak mencerminkan keadilan publik. Ketika ditanya mengapa hukumannya cuman sekian tahun dan tidak dihukum seumur hidup? Jawaban hakim belum ada regulasi yang mengatur ancaman hukuman bagi pelaku korupsi dihukum maksimal dan hakim masih mempertimbangkan keluarga dari pelaku korupsi. Pertanyaannya apakah hakim tidak melihat akibat dari kerugian tindakan korupsi tersebut? Mengapa hakim hanya melihat pelaku korupsi dan keluarganya saja? Mengapa tidak melihat akibat dari tindakan korupsinya itu? Memang aneh hakim sekarang itu.
Publik menunggu bagaimana ending dari kasus mega korupsi Pertamina ini. Apakah akan layu sebelum berkembang ataukah kasus ini akan direproduksi untuk membuat rating kepercayaan rakyat terhadap pemerintahan sekarang ini sangat tinggi ataukah akan berakhir dengan vonis yang tidak memenuhi rasa keadilan masyarakat?
Kasus korupsi di negeri ini akan diobral terus-menerus ke publik. Kalau netizen cermat membaca berita media massa baik online maupun offline sejak pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka ditetapkan secara resmi pemenang kontestasi pemilihan presiden-wakil presiden, langsung ada pengumuman korupsi timah yang merugikan negara 300 Triliun yang vonis pelakunya hanya 6 tahun kemudian menjadi 20 tahun. Hukuman ini tidak sebanding dengan kerugian yang begitu fantastis. Selang beberapa hari pengungkapan mega korupsi Pertamina yang kerugian negara mencapai nyaris 1 kuadtriliun. Disusul kemudian kasus korupsi PT ASDP yang kerugiannya nyaris 1 triliun tepatnya 893 miliar. Akan ada pengungkapan kasus korupsi lain yang menunggu diumumkan oleh Kejaksaan Agung. Pelaku korupsi sekarang mulai was-was menunggu pengumuman dari Kejaksaan Agung. Entah korupsi apalagi dan di lembaga mana akan diumumkan oleh Kejaksaan Agung. Rakyat tidak akan tahu di lembaga mana dan korupsi apa terjadi perbuatan melawan hukum itu.
Kembali ke korupsi Pertamina. Pertamina seharusnya instrospeksi diri. Rakyat yakin tidak semua pegawai Pertamina melakukan korupsi. Akan tetapi akibat pengungkapan kasus mega korupsi ini membuat pegawai Pertamina kecil hati dan malu terhadap rakyat. Rakyat yakin masih ada pegawai Pertamina yang bersih dan bermoral. Masih ada pegawai Pertamina yang punya hari nurani. Hanya karena segelintir orang melakukan korupsi maka semua pegawai menanggung akibatnya. Pegawai Pertamina sangat setuju bagi yang melakukan tindakan korupsi dihukum seberat-beratnya. Mungkin harapan pegawai Pertamina yang masih punya hari nurani seperti harapan rakyat Indonesia semua.
Harapan rakyat hanyalah bisa hidup makmur, sejahtera, bisa menyekolahkan anak ke tingkat yang lebih tinggi dan kebutuhan pokok tercukupi. Harapan rakyat tidak muluk-muluk. Tidak seperti harapan para koruptor itu yang ingin terus menumpuk kekayaannya sampai anak cucunya. Bahkan kalau perlu 7 turunan hartanya tidak habis.
Semoga pengungkapan kasus korupsi akhir-akhir ini benar-benar ditindaklanjuti dengan vonis yang sesuai dengan akibat korupsinya itu.
Semoga pengungkapan kasus korupsi akhir-akhir ini tidak hanya gimmick untuk menjaga kepercayaan rakyat terhadap pemerintah baru ini.
Semoga pengungkapan kasus korupsi ini tidak hanya ganti pemain saja seperti sebelumnya.
Kita doakan semoga pemerintahan baru ini memang benar-benar serius memberantas korupsi dan pelakunya dihukum seberat-beratnya.
Semoga kalangan anggota DPR segera mengesahkan UU khusus hukuman bagi pelaku korupsi.