TELPON KYAI
Suatu sore setelah pulang kerja tiba-tiba ada chat WA dari seorang kyai muda sekaligus ketua MUI. Kyai ini juga menjabat sebagai dosen di salah satu perguruan tinggi di kabupaten Pati. Beliau mempunyai santri yang dikhususkan untuk menghafal al-Qur'an. Pondoknya tidak begitu besar dan tidak kelihatan dari jalan raya karena lokasinya masuk kampung. Begitu sopannya adab kyai ini sehingga mau nelpon saja chat dulu yang isinya memberitahukan atau permisi mau nelpon. Beliau menelpon langsung dari hp bukan lewat telpon WA karena menurut pengakuannya beliau tidak suka kalau nelpon pakai WA karena putus-putus dan sinyalnya di daerahnya tidak baik. Kyai ini memberitahukan dan sekaligus berdiskusi terkait suatu hal yaitu salah satu santrinya atau mahasiswinya karena pernah dibimbing skripsi mau menikah . Masalah yang disampaikan kyai ini memang mengelitik. Santrinya ini mau menikah sementara ayah kandungnya sudah meninggal. Santrinya ini tidak pernah berhubungan alias putus hubungan dengan kedua orang tuanya. Ayah kandung sudah meninggal sementara ibunya tidak diketahui alamatnya. Ayah dan ibunya bercerai dan hanya mempunyai seorang anak perempuan yang mau nikah ini. Masih menurut kyai ini ayah santri ini mempunyai istri lagi di kabupaten sebelah dan mempunyai anak laki-laki. Otomatis walinya adalah saudara laki-laki seayah ini. Kemudian saya bertanya apakah sudah didaftarkan ke KUA? jawabnya belum baru mau akan didaftarkan besok. Santrinya ini ingin dinikahkan oleh kyainya akan tetapi ketika konsultasi dengan mbah modin katanya harus wali hakim. Kemudian saya bertanya kenapa harus wali hakim? Jawabnya karena orang tuanya tidak nikah resmi alias nikah tidak tercatat.
Saya baru paham ternyata orang tuanya nikah kyai alias nikah tidak tercatat. Saya pun menjawab kalau KUA berdasarkan hitam di atas putih. Saya jawab bisa nikah dengan wali nasab asalkan orang tuanya mengajukan isbat ke Pengadilan Agama. Begitu ada keputusan dari Pengadilan Agama maka pernikahan orang tua tersebut diakui oleh negara. Pertanyaan lanjutan dari kyai ini yang bikin kepala berpikir. Kata kyai ini yang tidak ketemu antara syar'i dan negara. Akan tetapi kyai ini memahami terkait regulasi perkawinan yang ada di negeri ini. Kyai ini salah satu santri KH. Sahal Mahfudz yang juga salah satu penggagas Kompilasi Hukum Islam Indonesia yang dijadikan buku pedoman atau kitab sucinya orang KUA se-Indonesia.
Mendapatkan informasi seperti itu saya langsung cari informasi ke mbah modin petugas desa yang paham masalah kependudukan warganya. Informasi mbah modin sangat berbeda dengan informasi dari kyai tadi. Informasinya bahwa orang tua anak tersebut mempunyai 4 orang istri yang semuanya tidak nikah secara resmi alias nikah kyai dan tidak ada yang dimintakan isbat ke pengadilan agama. Sementara ayah anak ini sudah meninggal dan ibunya tidak diketahui alamatnya. Aturan selama ini jika ada pernikahan tidak tercatat di KUA maka bisa dimintakan isbat ke Pengadilan Agama. Jika Pengadilan Agama menerima dan mengabulkan isbat tersebut maka pernikahannya bisa didaftarkan dan dicatatkan di KUA dan orang tersebut mendapatkan buku nikah. Memang terkadang ada kendala di lapangan dimana orang tua tersebut mengakui bahwa itu anaknya akan tetapi ketika ditanya buku nikahnya orang tua tersebut tidak bisa menunjukkan buku nikah. Akhirnya petugas KUA atau penghulu memutuskan bahwa walinya tetap wali hakim karena nikahnya tidak tercatat. Persoalan semacam ini banyak sekali di masyarakat. Sebenarnya ada solusi tapi mengapa tidak dilakukan? Penentuan wali nikah memang hal yang gampang-gampang sulit bagi penghulu apalagi anak yang sudah terputus atau tidak tahu menahu keluarganya. Masalah di lapangan lebih pelik daripada regulasi yang ada. Seorang penghulu harus piawai dalam mengungkap nasab seseorang agar tidak salah dalam menentukan wali nikah. Wali nikah adalah rukun dan salah satu keabsahan nikah.
Setelah telpon dari kyai tersebut saya berangan-angan kalau misal ada solusi yang lebih diterima akal tidak hanya sekedar bukti pernikahan adalah buku nikah apakah dimungkinkan dan dibenarkan oleh regulasi.