Pahlawan Nasional
10 Nopember 2025 merupakan momentum hari Pahlawan. Dalam momentum tersebut diberikanlah anugerah gelar pahlawan nasional ke sejumlah tokoh bangsa ini. Pemberian gelar pahlawan nasional selalu dilaksanakan pada hari pahlawan. Pemberian gelar tersebut dimaksudkan untuk mengenang jasa para pahlawan terhadap bangsa ini.
Ada 10 tokoh bangsa yang kemarin dikukuhkan sebagai pahlawan nasional berdasarkan surat Sekretaris Militer Presiden nomor: R-28/KSN/SM/GT.02.00/11/2025 tanggal 06 Nopember 2025 yaitu:
Almarhum K. H. Abdurrahman Wahid (Jawa Timur)
Almarhum Jenderal Besar HM. Soeharto (Jawa Tengah)
Almarhumah Marsinah (Jawa Timur)
Almarhum Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja (Jawa Barat)
Almarhumah Hajjah Rahmah el-Yunusiyyah (Sumatera Barat)
Almarhum Jenderal TNI (purn) Sarwo Edhie Wibowo (Jawa Tengah)
Almarhum Sultan Muhammad Salahuddin (Nusa Tenggara Barat)
Almarhum Syaikhona Muhammad Kholil (Jawa Timur)
Almarhum Rondahaim Saragih (Sumatera Utara)
Almarhum Zaenal Abidin Syah (Maluku Utara)
Dari kesepuluh pemberian gelar pahlawan nasional tersebut, rakyat Indonesia tidak ada yang menentang kecuali pemberian gelar pahlawan nasional kepada Almarhum Jenderal Besar H. M. Soeharto. Tokoh yang paling vocal menentang pemberian gelar pahlawan nasional kepada mantan presiden Indonesia kedua tersebut adalah KH. Mustofa Bisri, tokoh besar Nahdlatul Ulama. Aktivis Reformasi 98 tercatat sebagai penentang pemberian gelar kepada mantan presiden Indonesia yang kedua tersebut. Kemudian banyak aktivis pro demokrasi yang menentang pemberian gelar kepada penguasa Orde Baru tersebut.
Mengapa banyak tokoh dan aktivis menolak pemberian gelar pahlawan nasional kepada penguasa Orde Baru tersebut? Bagi aktivis pro demokrasi dan warga Nahdlatul Ulama, pemberian gelar pahlawan nasional kepada Soeharto adalah menciderai semangat reformasi dan demokrasi di negara ini. Kiprah politik Soeharto dinodai dengan darah rakyat Indonesia. Soeharto tidak mentolerir terhadap perbedaan. Bagi yang lahir tahun 60-70-an sangat jelas kekejaman Soeharto terhadap para aktivis politik negeri ini. Pemilu 1971, bagaimana intimidasi terhadap lawan politik Soeharto waktu itu sangat represif, tidak segan-segan Soeharto membunuh lawan politiknya dengan dukungan militer. Peristiwa Malari 1974, Pemaksaan asas tunggal Pancasila, penembakan misterius (petrus), peristiwa Tanjung Priok, PEristiwa Talagnsari dan masih banyak lagi. Yang paling akhir adalah peristiwa penghilangan aktivis 98 yang sampai saat ini belum ada kabar dimana posisi mereka. Kalau sudah meninggal dimana kuburnya dan kalau masih hidup dimana keberadaannya.
Bagi warna Nahdlatul Ulama, Soeharto meninggalkan noda hitam pekat terhadap perjalanan organisasi terbesar di Indonesia tersebut. Pemilu 1971, Soeharto menangkapi lawan politiknya saat itu yaitu para kyai NU sewaktu NU masih menjadi partai politik. Operasi dukun santet yang menyasar para kyai NU dan yang paling membekas di hati para Nahdliyin adalah ketika Soerhato turut campur dalam pencekalan Gus Dur ketika Muktamar NU di Cipasung tahun 1994. Bahkan menurut pengakuan Anita Wahid -putri mendiang almarhum KH. Abdurrahman Wahid- ancaman pembunuhan terhadap Gus Dur nyata adanya ketika jaman Soeharto. Tiap hari telepon berdering yang isinya ancaman penghilangan nyawa ayahnya. Semasa Orde Baru yang dipimpin Soeharto, NU selalu dimarginalkan dan tidak diberi kesempatan apapun. Untuk jadi PNS saja, warga NU tidak bisa.
Sebenarnya yang paling tertampar dengan pemberian gelar pahlawan nasional terhadap mantan penguasa orde baru tersebut adalah aktivis reformasi 98. Mengapa demikian? Karena peran merekalah penguasa orde baru itu lengser dari kursi kepresidenan dan orde baru runtuh. Sayangnya para aktivis reformasi 98 yang berperan penting dalam penurunan Soeharto itu sekarang diam seribu bahasa padahal mereka banyak mengisi parlemen, kabinet dan posisi penting lainnya. Mungkin bagi para aktivis 98 yang sudah menikmati kue kekuasaan lebih baik diam daripada kehilangan kursi empuk kekuasaan. Ternyata kekuasaan itu nikmat. Mungkin yang ada dibenak para aktivis 98 yang menempati posisi di pemerintahan seperti itu.
Apakah pemberian gelar pahlawan nasional terhadap almarhum H. M. Soeharto bisa dicabut? Secara regulasi tidak bisa kecuali dalam pengajuannya ada kesalahan administrasi. Pemerintah harusnya merespon pro dan kontra pemberian gelar pahlawan nasional kepada mantan penguasa orde baru tersebut agar tidak mengganggu perjalanan kehidupan berbangsa dan bernegara bangsa ini.