PKK
PKK bukanlah PKK sebagaimana kita dengar yaitu Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga akan tetapi PKK yang dimaksud adalah Perempuan Kepala Keluarga. Perempuan kepala keluarga adalah perempuan yang menjadi tulang punggung keluarga. Dalam keluarga normal yang menjadi tulang punggung keluarga adalah laki-laki yang berperan sebagai suami. Semua tanggung jawab dan masalah apa pun dalam keluarga merupakan tanggung jawab seorang suami. Menurut data Badan Pusat Statistik tahun 2019 jumlah perempuan kepala keluarga ada sekitar 19 juta atau sekitar 15% dari jumlah penduduk. Tahun 2022 perempuan kepala keluarga menurun menjadi sekitar 12.72%. Angka ini menurun dibandingkan dengan tahun 2021 sekitar 14.38%.
Penyebab perempuan menjadi kepala keluarga adalah karena perceraian, migrasi, janda dan tidak menikah. Perempuan kepala keluarga didominasi oleh status janda cerai. Menurut data BPS tahun 2022 prosentase perempuan kepala keluarga karena perceraian sekitar 86%. Sangat tinggi sekali. Perceraian tersebut bisa disebabkan cerai mati ataupun cerai hidup. Kasus perceraian 3 tahun terakhir ini meningkat tajam. Pada tahun 2022 meningkat sekitar 77%. Tahun 2022 jumlah kasus perceraian mencapai 516.344 kasus dibandingkan tahun 2020 sekitar 291.677 kasus. Penyebabnya pun bermacam-macam akan tetapi penyebab utama adalah masalah ekonomi. Masalah ekonomi mendominasi penyebab perceraian. Sekitar 70% perceraian disebabkan masalah ekonomi. Selebihnya karena kekerasan rumah tangga, zina, selingkuh dan lain sebagainya. Adapun pasangan yang bercerai mayoritas usia 30-40 tahun yaitu usia milineal. Berangkat dari sinilah kemungkinan besar penyebab perempuan menjadi kepala keluarga karena kebutuhan ekonomi tinggi. Perkembangan ekonomi yang tidak menentu dan semakin tinggi kebutuhan menyebabkan perempuan enggan untuk mencari pasangan lagi.
Perceraian naik bukan karena kegagalan institusi pernikahan seperti KUA akan tetapi karena masalah ekonomi. Ekonomi sekarang tidak bisa diprediksi bahkan menjurus ke resesi ekonomi. Resesi ekonomi global berakibat kepada ekonomi nasional. Walaupun perkembangan ekonomi kita masih diatas 5% akan tetapi faktanya banyak pengangguran dan harga semakin melambung. Betul ekonomi kita masih di atas 5% akan tetapi perkembangan ekonomi kita hanya menyasar pada kelompok kecil masyarakat. Ekonomi kita dikuasai oleh segelintir orang. Pendapatan per kapita penduduk yang sudah mencapai 4.000 usd ternyata tidak merata dan hanya berkutat pada kelompok tertentu. Akibat dari ketidakmerataan pendatapan inilah menyebabkan semakin banyak perceraian.
Akibat dari perceraian perempuan harus menanggung beban ekonomi keluarga. Mayoritas ketika sudah bercerai mantan suami tidak mau tahu nafkah anaknya. Nafkah anak ditanggung semua oleh mantan istri walaupun sudah ada putusan perceraian bahwa nafkah anak ditanggung oleh si ayah bukan ibu dari anak. Kondisi seperti ini membuat perempuan harus banting tulang mencukupi kebutuhan baik untuk si anak maupun untuk diri sendiri. Tidak ada lagi pikiran untuk mencari pasangan lagi karena untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari saja sudah menyita pikiran dan tenaga. Bayangkan pagi sampai sore harus bekerja. Pulang kerja masih mengurus anak. Belum lagi kegiatan sosial masyarakat lainnya. Seakan tidak ada waktu untuk sekedar istirahat dan santai. Ini adalah salah satu faktor mengapa banyak perempuan yang menjadi kepala keluarga dan menanggung semua kebutuhan rumah tangga. Apalagi di masa ekonomi sulit seperti sekarang ini. Bisa mencukupi kebutuhan sehari-hari saja sudah sangat beruntung. Biaya pendidikan naik walaupun sudah ada biaya operasional sekolah akan tetapi masih saja ada tarikan sana-sini. Harga pangan naik. Belum lagi uang jajan anak sekolah juga naik. Belum lagi kebutuhan sosial masyarakat dan lain sebagainya menyebabkan perempuan enggan untuk menikah lagi. Lebih baik mencari nafkah untuk mencukupi kebutuhan rumah tangga. Celakanya peluang kerja pun sangat sedikit karena banyak pengangguran dan pemutusan hubungan kerja.
Adakah solusi untuk mengatasi agar perempuan tidak menjadi tulang punggung keluarga? Selama ini belum ada solusi kongkrit untuk mengatasi masalah ini. Kuncinya ada di ekonomi. Jika kondisi ekonomi baik maka masalah ini akan teratasi dengan sendirinya. Selama ekonomi tidak menentu maka jangan harap masalah perempuan kepala keluarga ini bisa selesai.