Dampak Efisiensi
Perintah Presiden Prabowo Subianto untuk melakukan efisiensi besar-besaran di semua kementerian/lembaga berdampak besar terhadap operasional kementerian/lembaga tersebut. Walaupun belum final akan tetapi perintah efisiensi sudah memakan korban. Dampak dari efisiensi jelas dirasakan sekali oleh pegawai pemerintah. Beberapa kementerian/lembaga sudah mengeluarkan aturan terkait program efisiensi tersebut. Salah satu lembaga pemerintah yang sudah mengeluarkan instruksi terkait efisiensi adalah Badan Kepegawaian Negara (BKN) dimana pegawai di instansi tersebut sudah tidak mendapatkan anggaran perjalanan dinas. Selain itu pegawai BKN akan melaksanakan kerja dari mana saja (WFA) tiap 2 hari dalam seminggu. Banyak media massa yang memberitakan beberapa kementerian juga melakukan efisiensi seperti tidak menyalakan AC kantor, berangkat kerja dengan angkutan umum atau berjalan kaki dan lain sebagainya.
Beberapa daerah juga terdampak dari perintah efisiensi ini. Efisiensi ini bisa mengurangi transfer dana pusat ke daerah baik alokasi umum maupun alokasi khusus. Untuk daerah yang pendapatan asli daerahnya tinggi tidak menjadi masalah. Bagi daerah yang pendapatan asli daerahnya rendah akan bermasalah. Transfer dana dari pusat biasanya digunakan untuk belanja pegawai seperti gaji, tunjangan dan belanja pegawai lainnya. Kalau transfer dana ke daerah berkurang dikhawatirkan daerah tidak bisa menggaji pegawainya. Apalagi saat ini sedang ada rekrutmen besar-besaran pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) dan pegawai negeri sipil (PNS). Apakah rekrutmen itu nanti akan tetap berjalan ataukah tidak? belum ada jawaban pasti. Banyak daerah sudah ancang-ancang untuk merumahkan pegawai honorernya karena tidak mampu untuk membayar gaji mereka.
Bahkan sudah ada honorer teknis dirumahkan oleh lembaga/instansi pemerintah karena tidak bisa membayar gaji mereka. Ada video banjir di Kaligawe Kota Semarang yang viral di tiktok. Banjir tersebut tidak segera surut karena pompa air yang beroperasi hanya 2 dari 7 pompa air. Massa yang geram mendatangi rumah pompa air tersebut dan "mempersekusi" penjaga rumah pompa tersebut. Massa menginterograsi penjaga sekaligus operator rumah pompa air tersebut. Penjaga sekaligus operator pompa air tersebut menjawab bahwa mesin tidak dijalankan semua karena kehabisan bahan bakar. Massa pun tidak terima dengan jawaban tersebut akan tetapi pegawai tersebut melanjutkan bahwa dia sudah melaporkan ihwal kekurangan bahan bakar kepada atasannya. Atasannya menjawab karena ketiadaan anggaran disebabkan efisiensi.
Ternyata dampak efisiensi sangat dirasakan oleh masyarakat bawah. Banjir akhirnya tidak cepat surut karena pompa air hanya sebagian yang berjalan. Belum lagi penghentian pembangunan yang ditangani oleh pemerintah dalam hal ini Kementerian Pekerjaan Umum. Proyek padat karya yang ditangani Kementerian PU sangat banyak dan menyerap pekerja yang tidak sedikit. Dengan adanya efisiensi maka otomatis pekerjaan padat karya tersebut akan berhenti. Banyak pekerja yang menganggur. Belum lagi tidak adanya pemeliharaan infrastruktur seperti jalan, bendungan, irigasi dan lain sebagainya. Dipastikan dalam 5 tahun akan datang banyak infrastruktur yang rusak dan dibiarkan begitu saja. Akibatnya masyarakat bawah lagi yang terdampak.
Belum lagi pekerja hotel dan tempat wisata yang selama ini sektor perhotelan dan pariwisata sangat menggantungkan kegiatan kementerian/lembaga pemerintah. Proyeksi sektor pariwisata dan perhotelan yang berdampak efisiensi mencapai 50%. Ini akan berdampak terhadap para pekerja dan masyarakat sekitar lokasi wisata yang berakibat pendapatan masyarakat turun.
Efisiensi yang sedianya digunakan untuk membiayai program Makan Bergizi Gratis yang diharapkan bisa meningkatkan ekonomi daerah menjadi 8-10% ternyata belum kelihatan dampaknya. Proses pelaksanaan MBG yang bertahap dan hanya diuji coba terhadap sekolah-sekolah tertentu yang nota bene sekolah unggulan dan bonafid yang mayoritas orang tuanya termasuk kelas menengah ke atas yang sudah mampu memberikan jaminan gizi terhadap anaknya ternyata masih menemui kendala. Bahkan di beberapa daerah sudah ada pegawai dapur MBG yang mengundurkan diri karena ketidakjelasan gaji. Entah benar atau tidak kabar tersebut yang jelas program MBG ini memang perlu dievaluasi secara menyeluruh. Infrastruktur MBG belum tertata secara rapi. Pembuatan dapur MBG yang terkesan dipaksakan, rekrutmen pegawai, menu masakan, pengawasan dan distribusi belum sepenuhnya tertata dengan baik.
Program MBG seharusnya melibatkan UMKM atau masyarakat sekitar sekolah akan tetapi faktanya program MBG tidak menyentuh sama sekali UMKM dan masyarakat sekitar sekolah. Akhirnya perputaran ekonomi yang diharapkan bisa berputar di daerah tidak sepenuhnya berputar di daerah. Idealnya pemasok bahan, pelaku lapangan program Makan Bergizi Gratis adalah masyarakat sekitar sekolah bukan dikelola oleh tim yang ada di Kabupaten/kota. Mungkin bisa melibatkkan orang tua wali murid dalam pengadaan bahan, tukang masak dan lain sebagainya. Dengan begitu ekonomi akan berputar di sekitar sekolah tersebut. Akhirnya pendapatan masyarakat bertambah. Untuk masalah pengawasan bisa ditempatkan satu kecamatan 5 pengawas untuk memantau pemenuhan gizi menu makan bergizi gratis. Atau program MBG ini dikhususkan daerah tertentu yang memang membutuhkan kecukupan gizi. Jadi tidak semua anak Indonesia diberi program MBG. Hanya anak yang benar-benar membutuhkan kecukupan gizi yang diberi program MBG.
Mungkin tim ekonomi presiden Prabowo Subianto sudah memperhitungkan secara matang anggaran program Makan Bergizi Gratis yang sampai saat ini masih belum tersedia anggarannya secara penuh. Hasil dari efisiensi, anggaran MBG ditambah 100 Triliun dari yang semula 71 triliun. Masih kurang sekitar 300 Triliun.
Apakah proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini menjadi 8% akan tercapai sebagaimana yang diinginkan oleh tim ekonomi pemerintah dengan melihat kondisi seperti sekarang ini? Banyak pengamat sudah memberikan masukan kepada pemerintah terkait pemangkasan anggaran dan dampaknya terhadap ekonomi Indonesia. Para pengamat juga menyoroti kinerja Badan Gizi Nasional yang menangani program makan bergizi gratis yang tidak menyasar kalangan bawah dan tidak berdampak pada UMKM.
Semoga presiden Prabowo Subianto mereview lagi program makan bergizi gratis ini dan ada perubahan yang signifikan.