Gaduh Haji 2026
Penyelenggaraan haji 2026 sudah dimulai sejak dikeluarkannya daftar kuota jemaah calon haji 2026. Pengumuman daftar calon jemaah haji 2026 dikeluarkan oleh Kementerian Agama waktu itu karena Kementerian haji dan umroh belum terbentuk. Dengan adanya pengumuman daftar calon jemaah haji 2026 tersebut maka semua calon jemaah yang ada dalam daftar tersebut langsung mengadakan persiapan. Persiapan tersebut tidak menunggu instruksi dari Kementerian Haji dan Umroh karena memang belum terbentuk. Persiapan jemaah calon haji yang masuk dalam jemaah calon haji 2026 langsung dilakukan dengan cara pembuatan paspor terlebih dahulu, disusul dengan bio visa dan pemeriksaan kesehatan. Untuk pembuatan paspor biasanya ditangani oleh KBIH masing-masing bagi jemaah yang mengikuti KBIH. Begitu juga dengan pendaftaran bio visa. Selain itu jemaah calon haji juga mengikuti bimbingan manasik yang diadakan oleh KBIH. Untuk pemeriksaan kesehatan dilakukan oleh Kementerian Kesehatan. Pemeriksaan kesehatan dilakukan secara dini untuk mengetahui kondisi kesehatan jemaah calon haji apakah layak berangkat atau tidak.
Begitu Kementerian Haji dan Umroh terbentuk dengan lobi-lobi politik tingkat tinggi ternyata daftar kuota secara nasional dirubah begitu saja tanpa ada sosialisasi kepada calon jemaah haji padahal struktur Kementerian Haji dan Umroh belum terbentuk sampai tingkat bawah. Walhasil penetapan kuota baru ala Kementerian Haji dan Umroh mendapatkan protes luar biasa dari jemaah calon haji. Ihwal protes jemaah calon haji 2026 kepada pemerintah dikarenakan pemberlakuan kuota terbaru ala Kementerian Haji dan Umroh langsung diberlakukan saat ini -tahun 2026-. Pemberlakuan kuota ala Kemenhaj ini memberlakukan kuota nasional bukan kuota provinsi seperti dilakukan oleh Kementerian Agama. Akibatnya jemaah calon haji yang semula terdaftar sebagai jemaah calon haji yang akan berangkat 2026 terlempar dari daftar kuota 2026. Jawa Barat yang sangat dirugikan dengan sistem kuota nasional ini, mengkritik keras sistem kuota yang diberlakukan oleh kemenhaj tanpa adanya sosialisasi terlebih dahulu. Pemberlakuan sistem kuota nasional ini mengakibatkan sekitar 9 ribu jemaah calon haji dari Jawa Barat harus rela dan ikhlas terlempar dari kuota 2026 padahal persiapan keberangkatan sudah dilaksanakan seperti pembuatan paspor, pembuatan bio visa, pemeriksaan kesehatan dan mengikuti bimbingan manasik haji di KBIH.
Kinerja Kementerian baru ini ternyata tidak lebih baik dari Kementerian Agama. Perubahan yang digaung-gaungkan oleh kementerian baru ini ternyata hanya pepesan kosong belaka. Sebagai kementerian baru, Kementerian Haji dan Umroh seharusnya selalu melakukan koordinasi dengan Kementerian Agama yang sebelumnya menangani haji. Kementerian haji dan umroh seakan percaya diri bisa melaksanakan dan menyelenggarakan ibadah haji tanpa koordinasi dengan Kementerian Agama. Langkah awal penetapan kuota yang dilakukan oleh Kemenhaj mendapat respon negatif dari jemaah calon haji artinya bahwa Kemenhaj belum bisa bekerja dengan baik dan memuaskan jemaah calon haji.
Kritik beberapa politisi terhadap Kementerian Agama bahwa Kemenag tidak mampu melaksanakan penyelenggaraan ibadah haji karena berbiaya tinggi, pelayanan tidak memuaskan dan carut marut pelaksanaan ibadah haji dengan mempreteli pelaksanaan haji diberikan kepada kementerian baru ternyata langkah awal kementerian baru ini tidak menunjukkan perbaikan yang signifikan. Biaya haji tetap tinggi, maktab di Mekkah sama dengan tahun-tahun sebelumnya, bahkan penetapan kuota 2026 bikin gaduh jemaah calon haji. Janji Kemenhaj untuk merubah penyelenggaraan haji nyaman dan murah belum terlihat sama sekali. Untuk mengatur dirinya sendiri saja, Kemenhaj belum bisa apalagi mengatur jemaah calon haji. Bayangkan untuk memenuhi kebutuhan sebuah kementerian yang seharusnya pegawai, sarana dan prasarana tersedia akan tetapi sampai saat ini Kemenhaj tidak mampu. Pegawai Kemenhaj diambil dari ASN Kemenag secara otomatis untuk dijadikan pegawai mereka tanpa adanya assesment sebagaimana disyaratkan oleh Kemenpan RB dan BKN. Begitu juga sarana dan pra sarana, Kemenhaj langsung ambil dengan paksa semua sarana dan pra sarana perhajian dari Kemenag. Pengalihan pegawai maupun sarana pra sarana sebagai aset barang milik negara harus melalui prosedur sesuai aturan bukan dengan langkah-langkah politik. Kalau alih pegawai dan sarana pra sarana ini dilakukan tanpa melalui aturan yang ada dan bersifat politis maka tatanan seperti ini akan rapuh dan rentan untuk digugat. Ingat bahwa negara ini adalah negara hukum.
Langkah awal penyelenggaraan haji 2026 sudah menuai polemik dan bikin gaduh jemaah calon haji. Langkah awal ini menunjukkan bahwa Kemenhaj belum siap untuk melaksanakan penyelenggaraan haji 2026. Lihatlah tidak ada perubahan berarti ketika penyelenggaraan haji beralih dari Kemenag ke Kemenhaj, padahal penyelenggaraan haji di Kementerian Agama hanya dilaksanakan oleh direktorat. Kalau sampai tidak ada perubahan dalam pelaksanaan haji 2026 maka lebih baik penyelenggaraan haji dikembalikan lagi ke Kemenag.
Politisi di senayan seharusnya berpikir azas efisiensi dalam pelaksanaan penyelenggaraan haji bukan asal bapak senang. Aroma politis sangat terasa sekali dalam pembentukan kementerian haji dan umroh. Bukan tidak mungkin suatu saat kementerian haji dan umroh ini akan bubar dengan perubahan politik nasional. Semoga pelaksanaan haji 2026 sesuai dengan harapan para politisi senayan. Sayang diawal harapan itu sudah dinodai dengan suara gaduh dan demontrasi para jemaah calon haji.