Berdasarkan Bukti Yang Ada
Menjadi pelayan masyarakat memang harus luwes dan fleksibel. Kalau menjadi pelayan masyarakat tidak luwes dan fleksibel akan membuat gaduh dalam masyarakat itu sendiri. Pelayan masyarakat harus memahami kondisi sosial, kultural dan psikologi masyarakat, maka dari itu syarat seorang pelayan masyarakat harus memiliki kompetensi sosial dan kultural disamping kompetensi teknis dan manajerial.
Kompetensi sosial dan kultural dibutuhkan oleh setiap pelayan masyarakat karena dalam memutuskan sesuatu, pelayan masyarakat harus melihat latar belakang sosial, kultural dan psikologis masyarakat. Pelayanan tidak boleh berbelit-belit dan menyusahkan. Dalam hadits Nabi Muhammad SAW disebutkan yassiruu wala tu'assiruu....Mudahkanlah jangan dipersulit. Pelayanan masyarakat sepatutnya memegang hadit Nabi Muhammad SAW ini dalam melayani masyarakat. Tentunya kemudahan urusan tidak kemudian melanggar aturan atau regulasi yang ada.
Ada kejadian di sebuah kantor layanan masyarakat sebutlah kantor tersebut dengan Kantor Urusan Agama di sebuah Kabupaten. Kasus tersebut bikin kepala pening bagi pelayan masyarakat yang ada di kantor tersebut. Mengapa demikian?
Ada calon pengantin yang mendaftar secara mendadak dan langsung minta nikah saat itu juga. Sementara berkas-berkasnya tidak singkron antar persyaratan nikah. Calon pengantin tersebut begitu datang langsung bersama dengan para pengiringnya yang jumlahnya puluhan orang. Padahal sudah diatur jika pendaftaran nikah kurang dari 10 hari pelaksanaan nikah harus melampirkan dispensasi camat atau surat pertanggungjawaban mutlak. Persyaratan tersebut tidak masalah karena bisa dipenuhi.
Masalah terjadi ketika pemeriksaan berkas-berkas dimana antar berkas persyaratan nikah tidak singkron. Kebetulan calon pengantin perempuan dari luar kecamatan dan statusnya adalah janda cerai. Permasalah muncul ketika tanggal kelahiran antar akta cerai dan berkas lainnya tidak sama. Kebetulan lagi calon pengantin perempuan ini anak pertama. Bagi petugas pencatat nikah, jika calon pengantin perempuan anak pertama maka diminta foto copy atau menunjukkan buku nikah orang tuanya walaupun dalam regulasi tidak dicantum persyaratan tersebut. Mengapa demikian? Ini adalah wujud kehati-hatian petugas pencatat nikah dalam menentukan wali nikah.
Kebetulan orang tua calon mempelai perempuan datang dan membawa buku nikahnya. Setelah dicek berdasarkan data di akta cerai dan buku nikah orang tua ternyata anak lahir sebelum orang tua menikah. Sementara ketika dicek berdasarkan akta kelahiran, KTP dan KK calon mempelai perempuan ternyata lahir setelah pernikahan orang tua. Ketika semua berkas dicek ternyata berkas selain akta cerai baru dikeluarkan setelah akta cerai terbit. Berkas akta kelahiran, KK dan KTP diterbitkan pada tahun 2025 sementara Akta Cerai diterbitkan pada tahun 2017.
Inilah yang membuat petugas harus mengambil keputusan untuk menetapkan siapa wali nikah pada pelaksanaan akad nikah nanti. Proses pengambilan keputusan tidak semudah membalik telapak tangan. Orang tua dan calon pengantin ngotot walinya adalah ayahnya sendiri. Petugas berdasarkan data diatas memutuskan untuk menghubungi KUA yang mengeluarkan rekomendasi dan mengecek kebenaran data yang dikirimkan. Setelah dihubungi ternyata sebelum terjadi perceraian, calon mempelai perempuan juga menikah di KUA tersebut dan KUA memberikan keterangan berdasarkan bukti register akta nikah calon mempelai perempuan bahwa kelahirannya sesuai dengan akta cerai yang diterbitkan oleh pengadilan agama. KUA yang mengeluarkan rekomendasi nikah juga memberitahukan arsip ketika calon mempelai perempuan menikah sebelumnya. Arsip itu mengatakan bahwa tanggal kelahiran sesuai KTP, KK dan akta kelahiran dengan tanggal kelahiran yang ada di akta cerai yang diterbitkan oleh pengadilan agama.
Keterangan KUA yang mengeluarkan rekomendasi nikah sangat membantu petugas pencatat nikah dalam menentukan wali nikah ketika peristiwa akad nikah dilaksanakan. Dapat disimpulkan terjadi manipulasi data terbaru terhadap kelahiran calon mempelai perempuan. Berdasarkan data yang ada, petugas pencatat nikah memutuskan bahwa wali nikah ketika pelaksanaan akad nikah adalah wali hakim karena calon mempelai perempuan lahir sebelum peristiwa nikah orang tuanya. Inilah yang disebut dengan memutuskan hukum berdasarkan fakta yang ada berdasarkan kaidah ushul fiqh nahnu nahkumu bi al-dhowahir.
Inilah mengapa begitu pentingnya pemeriksaan nikah dan kebenaran data persyaratan nikah. Mayoritas petugas pencatat nikah selalu menanyakan buku nikah orang tua jika calon mempelai perempuan anak pertama dalam menentukan wali nikah. Tindakan ini tidak mempersulit masyarakat akan tetapi demi kebenaran dalam pelaksanaan akad nikah. Jika akad nikah diwalikan orang yang tidak benar maka dipastikan akad nikahnya tidak sah baik secara syar'i maupun regulasi. Jika akad nikah tidak sah maka status hubungannya juga tidak sah. Anak yang dilahirkan pun hanya punya nasab kepada kepada ibunya secara syar'i.
Inilah mengapa diperlukan petugas pencatat nikah dan memiliki kompetensi teknis hukum munakahat, kompetensi sosial-kultural dan kompetensi manajerial.