Kalender Hijriyah Global Tunggal
Majlis Tarjih dan Tajdid pimpinan pusat Muhammadiyah menyepakati pemberlakuan Kalender Hijriyah Global Tunggal mulai tahun depan -tahun 2025- dalam penutupan musyawarah nasional Muhammadiyah ke-32 di Pekalongan tanggal 25 Pebruari 2024. Artinya Muhammadiyah sudah meninggalkan pendapat yang selama ini dibela mati-matian yaitu wujudul hilal. Kalender Hijriyah Global Tunggal (KHGT) merupakan kalender hiriyah yang didasarkan pada imkanur rukyah dan bermatla' global (internasional). Prinsip Kalender Hijriyah Global Tunggal adalah satu hari satu tanggal hijriyah global. Ada beberapa syarat pemberlakuan kalender hijriyah tunggal global yaitu:
Seluruh kawasan di dunia dianggap sebagai kesatuan (ittihad al-mathali’)
Bulan baru dimulai secara bersama di seluruh kawasan.
Bulan baru akan dimulai apabila di bagian bumi mana pun sebelum pukul 24.00 GMT telah memenuhi kriteria tertentu yaitu ketinggian minimal 5° (derajat) dan sudut elongasi minimal 8°
Ini adalah sebuah kemajuan bagi ormas Muhammadiyah yang selama ini masih mempertahankan konsepnya wujudl hilal. Konsep Wujudul hilal adalah sebuah konsep dimana awal bulan hijriyah didasarkan pada penampakan hilal di atas ufuk berdasarkan hitungan (hisab). Tidak penting apakah hilal bisa dilihat atau tidak jikalau secara perhitungan posisi hilal sudah positif alias di atas ufuk maka hari berikutnya sudah masuk awal bulan hiriyah. Momentum MPP Muhammadiyah beralih ke aliran imkanur rukyah adalah sebuah momentum kemajuan dan visioner seperti klaim Muhammadiyah sebagai Islam berkemajuan. Beralihnya konsep awal bulan hijriyah Muhammadiyah dari wujudul hilal ke imkanur rukyah hampir sama dengan konsep yang selama ini diikuti oleh saudara mudanya Nahdlatul Ulama. Sejak dahulu NU selalu mengutamakan rukyah dibandingkan hisab. Hisab adalah alat bantu untuk melaksanakan rukyah. Sekarang Muhammadiyah lebih maju lagi dengan mengadopsi Kalender Hijriyah Global Tunggal. Ini menandakan bahwa Muhammadiyah mengikuti tren globalisasi atau trans nasional. Kalender Hijriyah Global Tunggal selanjutnya disebut dengan KHGT seperti kalender masehi dimana satu hari satu tanggal secara internasional. Bedanya kalender Masehi didasarkan pada peredaran matahari sementara kalender hijriyah berdasarkan peredaran bulan.
Kalender Masehi dikenal adanya Internasional Date Line atau IDL di mana awal sebuah hari ditentukan berdasarkan garis internasional ini. Kebetulan garis tanggal internasional ini ada di bujur 0° (derajat) yaitu Greenwich Mean Time (GMT) di Inggris. Makanya dikenal dengan jam GMT. Dari jam GMT ini jika di timur GMT maka jam ditambahkan sesuai dengan garis bujurnya dengan ketentuan tiap 15° garis bujur akan bertambah 1 jam. Dari manakah angka 15° menghasilkan 1 jam. Bulatan bumi itu jumlahnya 360° dibagi dengan 24 jam (jumlah jam sehari semalam) hasilnya 15°. Tiap 1° adalah 4 menit maka 15° sama dengan 4 kali 15 hasilnya 60 menit atau 1 jam. Jadi bulatan bumi kalau dikonversi ke jam adalah 24 jam. Kalau di Barat GMT maka dikurangi sesuai titik bujurnya masing-masing dengan ketentuan seperti diatas. Inilah mengapa kalender Masehi bisa digunakan satu hari satu tanggal karena berdasarkan peredaran matahari.
Bagaimana dengan Kalender Hijriyah Global Tunggal? Ada beberapa hal yang harus dilakukan ketika menggunakan parameter dan syarat agar bisa satu hari satu tanggal dalam sistem kalender hiriyah yaitu:
Harus ada garis tanggal internasional yang disepakati oleh negara yang menggunakan sistem KHGT ini.
Harus ada kesepakatan bahwa hilal baik terlihat maupun tidak terlihat dikarenakan adanya mendung atau hujan awal bulan tetap berjalan.
Minimal 2 pra syarat diatas harus disepakati oleh pengguna KHGT. Mengapa harus ada garis tanggal internasional berdasarkan penampakan hilal atau Internasional Lunar Date Line? Karena kalau syaratnya seperti yang sudah disebutkan bahwa awal bulan didasarkan pada penampakan hilal di semua wilayah atau kawasana manapun di muka bumi maka akan terjadi masalah. Contoh jika menurut perhitungan di Saudi Arabia hilal sudah sesuai kriteria yaitu ketinggian minimal 5° dan elongasi 8° sementara di negara sebelah Timur Saudi Arabia hilal masih di bawah ufuk. Apakah negara yang penampakan hilalnya masih di bawah ufuk boleh mengikuti negara yang ketinggian hilalnya di atas ufuk? Sementara hadits Nabi Muhammad sangat jelas berbunyi "Berpuasalah karena melihat hilal dan berbukalah jika melihat hilal". Artinya "melihat hilal" adalah penampakan alias hilal di atas ufuk. Secara dalil naqli (al-Qur'an dan hadits) ibadah puasa didasarkan pada penampakan hilal alias hilal di atas ufuk. Masalah ini harus diselesaikan terlebih dahulu jika ingin menerapkan KHGT. Buat garis tanggal internasional yang disepakati semua negara. Kondisi hilal pada awal bulan itu berbeda antar negara. Kalau misal dibuat garis tanggal internasional seperti Internasional Date Line (IDL) seperti dalam kalender masehi maka masalah ini akan selesai. Masalahnya hilal itu tidak tergantung pada garis bujur sebuah wilayah. Tiap hari ketinggian hilal bertambah kurang lebih 11°-12°. Inilah yang harus dirumuskan agar KHGT bisa diterima oleh semua negara dan sesuai dengan dalil naqli. Kalau misal ILDL (Internasional Lunar Date Line) ditetapkan di kota Mekkah maka harus segera dirumuskan kalau misal negara di timur Saudi Arabia kayak apa begitu juga negara yang ada di sebelah barat Saudi Arabia.
Untuk kesepakatan nomor 2 harus disepakati bersama karena sabda Rasulullah sangat jelas bahwa "berpuasalah jika melihat hilal dan berbukalah jika melihat hilal apabila hilal tertutup mendung (tertutup awan) maka sempurnakanlah bulan itu menjadi 30 hari". Kalau hilal tertutup mendung jelas harus disempurnakan atau istikmal menjadi 30 hari. Jikalau kriteria KHGT hanya didasarkan pada ketinggian dan elongasi bulan maka hadits ini tidak terpakai karena jelas kriteria tersebut meniadakan prasyarat kondisi mendung atau tertutup awan.
KHGT berbeda dengan kalender Masehi. Kalender masehi didasarkan peredaran matahari sementara kalender hijriyah berdasarkan penampakan bulan. Kalender Masehi untuk urusan duniawi sementara kalender hijriyah tidak hanya urusan duniawi saja akan tetapi urusan agama alias ibadah. Prasyarat ketinggian hilal dan sudut elongasi bulan sudah bagus akan tetapi untuk matla' global ini belum bisa diterima baik secara syar'i maupun ilmu. Kadang orang awam berkata orang Mekkah sudah merayakan idul fitri sementara orang Indonesia belum. Mengapa demikian karena secara hitungan ketinggian hilal berbeda antara negara Saudi Arabia dengan Indonesia. Praktis kalau menggunakan KHGT hanya menggunakan metode hisab saja sementara metode rukyah diabaikan.
Dengan menerapkan KHGT maka perbedaan akan sering dijumpai nanti di negeri ini antara Muhammadiyah, NU, Persis dan pemerintah sendiri. Apakah Muhammadiyah akan konsisten memakai kriteria KHGT ini? Ataukah akan berubah seiring perjalanan waktu karena Muhammadiyah adalah ormas yang mempunyai semboyan kembali kepada al-Qur'an dan sunnah sebagai ciri khas gerakan mereka. Kita akan lihat dalam perjalanan waktu.