Swasembada Pangan
Swasembada pangan itulah keinginan utama presiden Prabowo Subianto dalam pemerintahannya kali ini. Ada dua tujuan penting yang ingin dicapai dalam pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka kali ini yaitu swasembada pangan dan swasembada energi. Dua hal inilah yang menjadi tujuan utama dari segala tujuan kabinet merah putih. Pasca orde baru lengser Indonesia tidak pernah mengalami swasembada pangan. Zaman orde baru Indonesia pernah mendapatkan penghargaan dari PBB untuk swasembada beras. Jumlah beras di negeri ini zaman orde baru melebihi dari kebutuhan nasional dan bahkan diekspor ke manca negara. Dengan begitu terjadilah surplus pangan di negeri ini.
Tidak ada cerita orang tidak bisa makan. Semua warga Indonesia bisa makan. Pasca orde baru lengser swasembada pangan itu hanya tinggal cerita. Sampai saat ini tidak ada lagi swasembada pangan. Bahkan pemerintah harus mengimport beras dari negara lain untuk memenuhi kebutuhan nasional. Saat ini pasca pembentukan kabinet merah putih, Indonesia sudah menetapkan import beras sejumlah 1 juta ton.
Ironis memang. Negara agraris, tanah subur dan air melimpah ternyata harus import beras.
Usaha swasembada pangan sudah dirintis sejak presiden Joko Widodo. Mulai dari pemberian kartu tani, menaikkan harga gabah, membentuk food estate (lumbung pangan), menggunakan bibit varietas unggul, mekanisasi pertanian, ekstensifikasi lahan pertanian di luar Jawa dan lain sebagainya. Akan tetapi gagal semua.
Lumbung pangan atau food estate yang dikerjakan semasa pemerintahan Joko Widodo di Kalimantan, Papua dan Sulawesi tidak ada kabar apapun bahkan ditenggarai gagal total. Ribuan lahan hutan dialih fungsikan menjadi lahan sawah produksi pangan di Kalimantan, Papua dan Sulawesi ternyata belum ada hasilnya apa-apa. Bahkan baru-baru ini di Papua dibuka lahan pertanian sawah 1 juta hektar untuk mendukung swasembada pangan dengan cara alih fungsi lahan rawa menjadi sawah.
Banyak pengamat pesimis pembuatan sawah baru dengan alih fungsi lahan rawa berhasil mendukung swasembada pangan. Lahan produktif dan subur hanya ada di pulau Jawa sementara lahan di luar pulau Jawa tidak cocok untuk pertanian sawah. Begitulah pendapat salah satu ahli pertanian dari IPB. Lahan di Kalimantan didominasi oleh lahan gambut yang tidak cocok untuk pertanian. Begitu juga dengan lahan di Papua tidak cocok untuk lahan pertanian sawah. Usaha pemerintah membuka lahan sawah di luar Jawa akan sia-sia belaka.
Memang ada benarnya kata pengamat tersebut. Food estate yang sudah dijalankan di Kalimantan, Sulawesi dan Papua memang gagal total. Lihatlah food estate yang digarap oleh konglomerat Arifin Panigoro di Papua. Tidak ada kabar dan kabar terakhir food estate tersebut gagal. Begitu juga di Kalimantan yang ditangani oleh kementerian pertahanan.
Harusnya negara ini tidak kekurangan pangan karena negara ini negara subur loh jinawe. Negara kita adalah tanah surga. Tongkat kayu dan batu jadi tanaman. Begitulah salah satu bait lagu Koes Plus yang berjudul kolam susu yang sangat terkenal pada masanya. Tapi faktanya pertanian negara ini hancur dan tidak terurus dengan baik. Petani sebagai penyangga pertanian kehidupannya tidak baik-baik saja.
Negara ini mempunyai universitas pertanian bahkan mempunyai universitas yang khusus mempelajari pertanian yaitu Institut Pertanian. Universitas pertanian pun tidak hanya satu mengapa pertanian kita terbelakang. Kalah sama Vietnam, Thailand, India dan lain sebagainya. Kemanakah para profesor, doktor dan ahli pertanian kita? Harusnya dengan mempunyai universitas pertanian, pertanian kita maju.
Memang ironis. Negara agraris, tanah subur, punya universitas pertanian akan tetapi sektor pertaniannya terbelakang. Seharusnya konsep link and match pendidikan tinggi pertanian dan pertanian harus diterapkan. Kuliah di pertanian harus tahu dan kerja di sektor pertanian. Penelitian tentang pertanian semakin diintensifkan dan dikasih biaya besar jika ingin negara ini swasembada pangan.
Bagi pemerintah Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka jika ingin mencapai swasembada pangan maka ada beberapa hal yang harus dilakukan sebagaimana usulan beberapa kelompok tani yaitu:
Model pertanian kerakyatan yang fokus terhadap petani bukan korporasi
Membentuk koperasi petani
Mekanisasi pertanian
Menyetop import pangan
Menurunkan biaya produksi pertanian
Intensifikasi lahan pertanian dengan cara pemupukan yang tepat waktu, pengendalian hama, pemilihan bibit unggul, pengolahan tanah yang baik dan irigasi yang baik
Ekstensifikasi lahan pertanian pangan.
Kalau tidak segera dimulai penataan tata kelola pertanian maka jangan harap negara ini akan swasembada pangan.
Import pangan harus dibatasi bahkan distop demi kemajuan pertanian dalam negeri. Mengapa import beras semakin besar jumlahnya? Karena dalam import beras tersebut ada keuntungan yang besar bagi sebagian importir. Negara kalah dengan pengusaha. Apakah masuk akal ketika panen raya tiba ternyata di saat yang sama pemerintah mengimport beras ratusan ton bahkan jutaan ton dari luar negeri? Padahal kualitas beras dalam negeri tidak kalah dengan kualitas beras luar negeri.
Semoga dengan pencanangan swasembada pangan dalam jangka waktu maksimal 4 tahun ini bisa terwujud.