Evaluasi Penyuluh Agama Islam ASN dan Non ASN
Tahun 2024 segera berakhir. Sudah menjadi kebiasaan semua lembaga atau instansi baik dikelola oleh negara maupun tidak untuk mengadakan kegiatan evaluasi terhadap kegiatan yang sudah dilaksanakan dalam setahun. Tidak terkecuali evaluasi penyuluh agama Islam baik ASN maupun non ASN. ASN itu terdiri dari Pegawai Negeri Sipil dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Sementara selain ASN adalah honorer. Honorer adalah pegawai yang bekerja di lembaga pemerintahan atau institusi tanpa berstatus sebagai pegawai tetap.
Status pegawai honorer ini harus tuntas tahun 2024 ini. Setelah 2024 sudah tidak ada lagi status pegawai honorer atau dalam bahasa UU Nomor 20 tahun 2023 adalah pegawai Non ASN. Penuntasan pegawai honorer ini merupakan amanat dari UU ASN nomor 20 tahun 2023 pasal 66 yang mulai berlaku sejak tanggal 31 Oktober 2023. UU Nomor 20 tahun 2023 ini mengganti UU Nomor 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara yang telah dicabut. Mau tidak mau pemerintah harus melaksanakan amanat UU Nomor 20 tahun 2023 ini. Sebagai tindak lanjut dari amanat Undang-Undang ini pemerintah membuka lowongan ASN di semua kementerian/lembaga pemerintah. Kuota paling banyak ada di Kementerian Agama.
Berdasarkan Surat Keputusan MenPANRB nomor 347 tahun 2024 tentang Mekanisme Seleksi Pegawai Pemerintah Dengan Perjanjian Kerja Tahun Anggaran 2024 bahwa tenaga honorer yang tidak lulus seleksi PPPK 2024 dapat dipertimbangkan untuk menjadi PPPK paruh waktu (Ketetapan nomor 31). Artinya semua tenaga honorer harus terselesaikan pada tahun 2024 ini.
Kembali ke evaluasi penyuluh agama Islam ASN dan Non ASN. Dalam Keputusan Direktur Jenderal Bimas Islam Nomor 1226 tahun 2024 tentang Petunjuk Pelaksanaan Evaluasi Kinerja Penyuluh Agama Islam Aparatur Sipil Negara dan Non Aparatur Sipil Negara telah dijelaskan secara detil pelaksanaan evaluasi tersebut mulai dari tujuan, persyaratan, Standar kompetensi, pembiayaan dan Evaluasi.
Ada hal yang patut diperhatikan terkait Kepdirjen ini yaitu dalam item Mekanisme Pelaksanaan. Dalam item Mekanisme Pelaksanaan nomor 8 disebutkan "hasil pelaksanaan seleksi kompetensi teknis evaluasi kinerja non ASN menjadi dasar dalam pengangkatan kembali atau pemberhentian penyuluh Islam Non ASN". Artinya evaluasi penyuluh Non ASN berfungsi untuk diangkat kembali atau diberhentikan. Saat ini semua tenaga honorer telah melaksanakan ujian dalam rangka diangkat menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Sesuai amanat UU Nomor 20 tahun 2023 tentang ASN status tenaga honorer harus tuntas pada tahun 2024. Sementara dalam Kepdirjen ternyata ada klausul yang menyatakan bahwa hasil evaluasi dijadikan dasar untuk mengangkat kembali atau memberhentikan penyuluh agama Islam non ASN. Artinya Penyuluh Agama Islam Non ASN jika memenuhi kriteria maka diangkat kembali menjadi penyuluh agama Islam non ASN alias tenaga honorer. Kalau tidak memenuhi kriteria maka diberhentikan dari tenaga non-ASN. Kepdirjen Bimas Islam Nomor 1226 tahun 2024 menyebutkan secara jelas ada penyuluh agama Islam non ASN periode tahun 2025-2029. Keputusan terebut ada dalam Kepdirjen nomor 1226 tahun 2024 dalam item Mekanisme Pelaksanaan nomor 9.
Ada kontradiksi antara UU Nomor 20 tahun 2023 dengan Kepdirjen Bimas Islam nomor 1226 tahun 2024 ini. Manakah yang dijadikan pegangan?
Secara hirarki urutan perundang-undangan posisi Undang-undang ada di urutan paling atas. Undang-undang dijadikan referensi utama oleh aturan yang ada dibawahnya. Jika ada ketidaksesuain antara aturan yang ada dibawahnya maka Undang-undang harus didahulukan. Bagaimana dengan Kepdirjen nomor 1226 tahun 2024? Kalau disandingkan dengan Undang-undang nomor 20 tahun 2023 maka Kepdirjen ini bertolak belakang dengan amanat Undang-undang tersebut. Kalau memang ada tenaga non-ASN pasca 2024 maka menyalahi amanat pasal 66 UU Nomor 20 tahun 2023.
Apakah Kepdirjen ini akan jadi pegangan dan rujukan untuk mengangkat kembali penyuluh agama Islam Non ASN periode 2025-2029? Pasti. Apakah ada jaminan Kepdirjen ini tidak berlaku karena bertolak belakang dengan UU Nomor 20 tahun 2023? Wallahu A'lam. Mestinya pembuat kebijakan punya tujuan yang tujuan tersebut sudah dituangkan dalam keputusan tersebut. Akankah Kepdirjen ini nanti akan berhenti ditengah jalan? Terserah pembuat Kepdirjen ini. Kepdirjen ini dalam pertimbangannya sudah menyebutkan UU Nomor 20 tahun 2023 akan tetapi mengapa isinya ada yang tidak sesuai dengan amanat UU Nomor 20 tahun 2023.
Ada informasi bahwa kemunculan Kepdirjen Bimas islam 1226 tahun 2024 ini sebagai solusi jika nanti Surat Keputusan PPPK hasil seleksi 2024 melebihi bulan Januari 2025. Khawatirnya akan terjadi kekosongan status penyuluh agama Islam Non-ASN. Sebenarnya tidak perlu khawatir karena negara sudah menjamin dan UU sudah mengamanatkan bahwa masalah pegawai non-ASN harus selesai Desember 2024.