Sekolah (tidak) Harus Mahal
Awal tahun pelajaran 2024/2025 telah dimulai. Awal masuk sekolah berbeda antara sekolah dibawah naungan Kementerian Agama dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Sekolah dibawah naungan Kementerian Agama sudah mengawali tahun pelajaran barunya pada tanggal 15 Juli 2024 sementara sekolah dibawah naungan Kemendikbud baru masuk tanggal 22 Juli 2024 kemarin. Sangat senang sekali melihat generasi bangsa ini pagi-pagi pergi ke sekolah dengan semangat. Kelihatan dari seragam mereka yang baru, tas baru, sepatu baru bahkan yang sudah bisa naik sepeda motor memakai sepeda motor baru walaupun secara aturan umur mereka belum bisa memiliki surat ijin mengendarai alias SIM.
Jalan raya jadi ramai sekali ketika masuk jam sekolah dengan banyaknya anak-anak yang berangkat sekolah. Denyut nadi kehidupan mulai bergerak lagi setelah libur sekolah hampir sebulan. Dengan adanya sekolah denyut ekonomi mulai bergerak lagi. Pedagang asongan, pedagang kaki lima dan pedagang keliling kembali bernafas. Begitu juga angkutan umum, jasa penitipan sepeda motor, toko foto copi dan alat tulis kembali bergeliat. Sekolah menjelma menjadi pusat ekonomi yang menggerakkan roda ekonomi lainnya selain menjadi pusat pendidikan. Tak bisa dipungkiri ekonomi bergerak karena adanya pendidikan di wilayah tersebut. Tapi apakah kita tahu dibalik sekolah yang menjelma menjadi pusat ekonomi baru ini ada keresahan orang tua siswa yang teriak mahalnya biaya sekolah.
Lihatlah sekolah sekarang yang katanya sudah mendapatkan Bantuan Operasional Siswa (BOS) yang katanya sudah mencukupi kebutuhan siswa ternyata masih ada biaya ini itu yang harus dikeluarkan oleh orang tua siswa. Besarannya pun tidak tanggung-tanggun bisa jutaan bahkan puluhan juta. Lihatlah sekolah baik negeri maupun swasta berlomba-lomba untuk menaikkan sumbangan masuk sekolah. Sekolah negeri yang katanya tidak boleh menarik sumbangan karena sudah dicukupi oleh pemerintah ternyata tetap saja menarik sumbangan dengan mengatasnamakan sumbangan A atau sumbangan B dan seterusnya. Apalagi sekolah swasta. Sekolah swasta yang dikelola oleh yayasan ataupun pribadi juga tidak mau kalah untuk menaikkan sumbangan atau biaya pendidikannya dengan dalih menaikkan mutu dan sarana pra sarana sekolah. Tidak jarang sekolah swasta berlomba-lomba menjadi sekolah mahal dengan iming-iming prestasi dan program yang menjadi jaminan harga mahal tersebut. Mungkin hanya sekolah-sekolah di kampung yang jauh dari hiruk pikuk keramaian kota yang masih "lugu" untuk tidak menaikkan biaya pendidikan sekolah. Itupun bisa dihitung dengan jari.
Ada sekolah favorit dengan menjual kesuksesan alumninya masuk ke beberapa perguruan tinggi ternama. Ada sekolah yang menjual prestasi alumninya menjadi juara tingkat nasional bahkan internasional dan masih banyak lagi cara sekolah untuk mempromosikan sekolahnya agar mendapatkan murid. Satu sisi kita melihat banyak sekolah yang tidak mendapatkan murid bahkan ada yang tutup karena sudah beberapa tahun tidak mendapatkan murid sesuai dengan aturan. Celakanya mainset masyarakat kita sekarang bangga jika memasukkan anaknya di sekolah yang mahal. Mainset ini ditangkap oleh pihak sekolah untuk berlomba-lomba menaikkan biaya pendidikan dengan iming-iming prestasi atau unggulan sekolah tersebut. Tak jarang praktek tidak terpuji dilakukan demi ambisi memasukkan anak di sekolah ternama dan mahal seperti pindah alamat domisili anak di kartu keluarga. Masyarakat kita bangga jika anaknya masuk di salah satu sekolah unggulan, ternama dan berbayar mahal. Wajar saja sekarang kita melihat banyak sekolah mahal. Ada sekolah yang biayanya murah bahkan gratis tidak mendapatkan murid karena dianggap kurang bonafid dan tidak ada prestasinya.
Melihat fenomena tersebut kita harus mengingat kembali apa tujuan dan urgensi pendidikan itu. Pendidikan bukan untuk gagahan. Pendidikan bukan untuk prestise. Pendidikan bukan untuk privelege. Pendidikan adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa sebagaimana amanat pembukaan UUD 1945. Inti dari pendidikan itu adalah mencerdaskan bangsa. Ukuran mencerdaskan kehidupan bangsa itu apa? Apakah biaya pendidikan yang mahal? Apakah bangunan sekolah yang mewah dan megah? Apakah sarana dan pra sarana yang wah? Silahkan tanya kepada ahli pendidikan apakah ukuran kecerdasan sebuah bangsa itu? Ukuran mencerdaskan kehidupan bangsa adalah out put siswa yang baik budi pekertinya dan membentuk karakter personal yang baik sehingga terbentuk karakter bangsa yang baik. Inilah sebenarnya inti dari pendidikan yang mencerdaskan kehidupan bangsa.
Maka dari itu janganlah bersedih dan kecewa bagi orang tua jika tidak bisa menyekolahkan anaknya di sekolah yang mahal, sekolah yang megah bangunannya, sekolah bonafid. Ingatlah bahwa inti pendidikan adalah mencerdaskan kehidupan bangsa.