Digitalisasi Arsip
Sudah nyaris sebulan saya ditelpon oleh salah satu kawan yang posisinya sekarang adalah pejabat di tingkat kabupaten. Telpon itu meminta kepada saya untuk memberikan materi pelatihan digitalisasi arsip di KUA. Saya berjanji siap memberikan materi akan tetapi menyesuaikan waktu saya. Mengapa demikian? karena pada bulan Rabiul Akhir ini ternyata pelayanan nikah sangat banyak, bahkan tiap hari ada pelayanan nikah. Saya mencarikan waktu luang ketika tidak ada pelayanan nikah dan saya menyanggupi pada tanggal 21 Oktober 2025 karena saat itu belum ada pendaftaran nikah. Ternyata tanggal tersebut juga ada pendaftaran nikah akhirnya saya mengalihkan jam pelayanan nikah yang semula mulai jam 8-10 ke jam 7 pagi. Kebetulan pelayanan nikah itu semua ada di kantor.
Ternyata saya juga baru nyadar hampir seminggu tidak membuat tulisan apapun di blog ini. Kesibukan melayani masyarakat membuat tidak ada waktu untuk menulis. Baiklah akan saya tulis beberapa hal tentang undangan kawan yang sudah jadi pejabat di tingkat kabupaten tersebut.
Tanggal 21 Oktober 2025 saya memberikan pemaparan tentang digitalisasi arsip di KUA. Ihwal adanya kegiatan ini adalah surat dirjen bimas Islam nomor: B.425/Dt.III.II/HM. 01/10/2025 tertanggal 02 Oktober 2025 tentang Pelaksanaan Digitalisasi Arsip di lingungan KUA. Dalam surat tersebut diperintahkan kepada seluruh KUA untuk melakukan digitalisasi arsip baik arsip aktif maupun arsip statis yang berkaitan dengan layanan masyarakat meliputi pencatatan nikah, wakaf, dan dokumen kelembagaan lainnya. Mengapa kawan tadi meminta saya untuk memberikan materi tersebut? Bukan dari dirjen bimas atau kanwil atau pemateri lain yang berhubungan dengan per-KUA-anan. Memang saya mempunyai aplikasi yang saya namakan SIADIK (Sistem Informasi Arsip Digital KUA Kecamatan). Akan tetapi aplikasi tersebut bukanlah aplikasi resmi milik Kementerian Agama akan tetapi aplikasi pihak ketiga yang pembuatannya tidak ada sepeser pun anggaran dari negara. Walhasil jika ada kawan yang ingin menggunakan aplikasi ini, ada donasi yang harus dibayarkan.
Kembali ke digitalisasi arsip di lingkungan KUA. Pertemuan tanggal 21 tersebut temanya adalah pertemuan operator KUA bukan pemaparan tentang digitalisasi arsip sebagaimana pemberitahuan ke saya. Saya sempat kaget menanyakan masalah tersebut karena temanya tidak sesuai dengan apa yang disampaikan ke saya. Saya positif thingking saja mungkin anggaran yang ada adalah untuk pertemuan operator bukan penyampaian materi digitalisasi arsip.
Peserta yang diundang adalah semua calon operator digitalisasi arsip dan calon penghulu. Ada sekitar 42 orang dari 21 KUA. Semua hadir dan mayoritas peserta berusia muda. Usia muda ini adalah darah segar bagi KUA dalam pelayanan masyarakat. Dalam pertemuan tersebut saya sampaikan beberapa hal terkait surat dari dirjen bimas Islam tersebut. Definisi digitalisasi arsip, apakah aplikasinya sudah siap, kondisi KUA dan sebuah solusi.
Arsip di KUA memang sangat banyak dan masih berupa kertas yang ditumpuk-tumpuk dan kodifikasinya tidak jelas. Bahkan kadang berkas tersebut berserakan di lantai, dimakan rayap, bahkan kalau kebanjiran ikut diterjang air bah. Melihat kondisi seperti inilah perlu adanya gerakan digitalisasi arsip karena arsip KUA adalah arsip negara yang harus diselamatkan apalagi arsip pencatatan nikah dan wakaf yang berlaku selamanya.
Sayangnya surat perintah tersebut tidak dibarengi dengan pengadaan alat pengolah data untuk digitalisasi arsip. Surat itu hanya sekedar perintah dan tidak ada efek apapun dari surat itu. Seharusnya surat itu dibarengi dengan petunjuk teknis pelaksanaan digitalisasi arsip, aplikasi yang digunakan dan pengadaan alat pengolah data. Surat itu semestinya tidak hanya surat perintah saja. Pembuat kebijaksanaan semestinya tahu kondisi KUA kayak apa. Banyak KUA yang tidak mempunyai alat pengolah data seperti scanner dan PC, kalaupun ada itu pun kondisinya memprihatinkan. Kalaupun ada alat pengolah data yang memadai itu hanya KUA revitalisasi yang jumlahnya sekitar seribuan itu.
Aplikasi digitalisasi arsip itu apakah disediakan oleh kementerian atau memakai aplikasi pihak ketiga? atau menunggu aplikasi dari pusat? Banyak pertanyaan yang harus dijawab dari penerbitan surat tersebut. Sementara surat sudah berlaku mulai saat surat dikeluarkan, ibaratnya memberikan perintah sementara prakteknya silahkan anda pikir sendiri. Inilah yang membuat bawahan berbeda cara meresponnya. Bagi bawahan yang perfeksionis akan langsung tancap gas dengan surat perintah tersebut tanpa memikirkan kondisi yang diperintah. Bagi bawahan yang acuh tak acuh akan merespon dengan sak karepmu dewe, mbuh piye carane yang penting surat diteruskan ke bawahannya lagi.
Fenomena seperti ini memang sering sekali terjadi di semua lembaga/kementerian saat ini. Tidak seperti dulu, ketika memberikan perintah maka akan dibarengi dengan pendataan, petunjuk teknis, pelatihan dan pengadaan alat. Jaman sekarang sangat jauh berbeda dengan jaman dulu. Untuk pegawai atau SDM KUA sekarang sangat berlimpah dengan adanya CPNS dan PPPK. Untuk SDM ini tidak perlu ditanyakan lagi. Pasti tersedia banyak. Yang belum terjawab adalah aplikasi yang digunakan dan alat pengolah datanya. Tanpa kedua hal tersebut mustahil KUA bisa melakukan digitalisasi arsip.
SIADIK adalah aplikasi yang memang digunakan untuk mendigitalisasi arsip akan tetapi aplikasi ini bukan dari kementerian. Saya membuat SIADIK memang untuk memenuhi kebutuhan saya saat itu untuk mendigitalisasi arsip KUA dimana saya bekerja. Alhamdulillah dengan aplikasi tersebut saya bisa mendigitalisasi semua arsip pencatatan nikah mulai KUA berdiri tahun 1932 sampai sekarang. Saya tidak memaksa semua orang memakai aplikasi ini karena memang tujuan utama saya adalah untuk memenuhi kebutuhan saya bukan untuk lembaga. Kalaupun ada yang berminat menggunakan saya pun tidak melarang.
Masalah yang paling penting adalah alat pengolah data. Alat pengolah data di KUA mayoritas sudah pada uzur karena sudah begitu lama. Contoh yang paling mudah adalah printer pasbook untuk mencetak buku nikah. Printer ini sudah berumur puluhan tahun dan belum ada pengadaan lagi. Bayangkan hanya untuk pengadaan printer pencetak buku nikah saja harus menunggu puluhan tahun. Padahal mencetak buku nikah adalah tugas utama KUA. Mungkin ada beberapa kabupaten/kota yang pengadaan printer passbook tiap 5 tahun tergantung pada perencana dan pejabat masing-masing kabupaten/kota. Walhasil perintah digitalisasi arsip tidak akan berjalan mulus seperti yang dikehendaki karena adanya keterbatasan di KUA sendiri.