Model N10
Mungkin pada bertanya apa maksud model N10? Model N10 adalah salah satu model blanko pernikahan. Sesuai dengan singkatannya N 10 terdiri dari huruf N dan angka 10. Maksud huruf N adalah singkatan dari Nikah. Sementara angka 10 adalah model blanko pernikahan urutan ke-10. Begitulah kira-kira pembuat blanko pernikahan zaman dahulu menamakan model blankonya agar mudah mengingatnya.
Sama seperti penamaan blanko zaman penjajah Belanda. Blanko itu ada yang model A, B, C dan D. Penamaan blanko atau buku administrasi pemerintahan pada zaman Belanda dinamakan dengan Letter. Letter adalah bahasa Inggris artinya surat. Belanda menamakan buku administrasi pemerintahan dengan Letter. Ada Letter A, B, C dan D. Letter A adalah buku catatan untuk orang nikah. Letter B adalah catatan untuk orang bercerai. Letter C adalah catatan tanah yang ada di desa. Letter D atau lebih dikenal dengan petok D adalah catatan tanah di desa akan tetapi lebih spesifik. Penamaan blanko seperti diatas adalah hanya untuk memudahkan administrasi.
Untuk administrasi pernikahan juga ada blanko pernikahan yang disebut dengan model N. Model N banyak macamnya mulai 1-10. Model N10 sekarang berbeda dengan model N10 sebelum tahun 2020. Model N10 yang saat ini dibahas adalah model N10 berdasarkan lampiran 25 PMA nomor 2 tahun 1990. Model N10 adalah catatan kehendak nikah dikhususkan untuk pembantu pegawai pencatat nikah di Jawa. Buku ini merupakan pegangan bagi para pembantu PPN di seluruh pulau Jawa sebagai catatan peristiwa nikah di tingkat desa. Buku ini sangat penting bagi administrasi pernikahan di desa. Model N10 ini berisi kolom-kolom data yang harus diisi oleh pembantu pegawai pencatat nikah alias mbah modin. Adapun kolom-kolomnya adalah nomor urut, tanggal laporan, nama calon suami beserta identitasnya, nama calon istri beserta identitasnya, nama wali dan statusnya, tanda tangan kepala desa dan pembantu PPN, tanggal akad nikah, nomor dan tanggal akta nikah, biaya pencatatan, tanda tangan PPN dan keterangan.
Model N10 ini sangat membantu bagi aparatur desa untuk mengecek keabsahan pernikahan warga desa setempat. Selain itu model N10 ini sangat memudahkan bagi warga desa untuk mengurus duplikat buku nikah karena kehilangan buku nikah. Dalam mengurus duplikat buku nikah dibutuhkan nomor akta dan tanggal nikah. Jika kedua persyaratan itu sudah ada maka pegawai KUA tinggal mencari dalam register akta nikah sehingga pelayanan lebih cepat. Berbeda jika kedua syarat pengurusan duplikat buku nikah tersebut tidak ada maka harus mencari per lembar register akta nikah di KUA. Apalagi terkadang warga desa lupa tanggal nikahnya apalagi nomor akta nikah. Bahkan ada yang hanya ingat tahunnya saja. Konsekuensinya pegawai KUA harus mencari data tersebut dalam buku register akta nikah kurun waktu tahun tersebut. Kalau dalam setahun jumlah peristiwa nikah KUA tersebut ada 500 peristiwa nikah maka pegawai KUA harus mencari satu-persatu data sampai 500 data. Apalagi kalau peristiwa nikahnya dalam setahun sampai ribuan maka konsekuensinya harus mencari ribuan data tersebut. Sangat tidak efektif sekali. Model N10 sangat membantu bagi warga yang mencari duplikat buku nikah.
Pada zaman sekarang model N10 pencatatan peristiwa nikah khusus pembantu PPN sudah dihapus dan tidak ada. Akibatnya desa tidak mempunyai catatan tersendiri peristiwa nikah warganya. Tragisnya lagi kalau ada warga desa yang mengurus duplikat buku nikah maka warga tersebut harus langsung ke KUA dan menanyakan nomor akta dan tanggal nikahnya. Jika KUA nya sudah melakukan digitalisasi data maka akan cepat untuk menemukan data yang dikehendaki. Berbeda jika KUA nya belum melakukan digitalisasi data nikah maka pencarian data tersebut memakan waktu lama.
Mayoritas KUA belum melakukan digitalisasi data nikah. Data nikah masih tersimpan rapi dalam tumpukan buku register akta nikah. Bahkan beberapa register akta nikah ada yang dimakan rayap atau bukunya rusak entah karena kertasnya menguning, datanya tidak terbaca, halaman jamuran dan lain sebagainya.
Digitalisasi data nikah adalah sebuah keniscayaan dalam pelayanan KUA. Selain itu digitalisasi data nikah mempercepat layanan KUA dan menyelamatkan data nikah dari kepunahan dikarenakan register akta nikah rusak, dimakan rayap, lapuk atau sebab lain.
Beberapa KUA sudah melakukan digitalisasi data nikah bahkan tidak hanya data nikah akan tetapi semua data yang ada di KUA. KUA sebagai ujung tombak layanan Kementerian Agama sudah waktunya memberikan layanan digital. Layanan digital bisa diakses oleh semua masyarakat. Bahkan akses digital tersebut bisa lewat aplikasi yang lagi ngetren seperti whatsapp, telegram atau aplikasi lain yang bisa diakses secara real time oleh masyarakat.
Masalahnya digitalisasi KUA membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Paling tidak peralatan dan mesin pengolah data harus ada di setiap KUA yang jumlahnya sekitar lima ribuan KUA. Kalau Kementerian Agama memang benar-benar niat memperbaiki layanan KUA maka solusinya adalah perbaiki KUA sebagai etalase dan ujung tombak Kementerian Agama dengan memberikan fasilitas memadai dan biaya operasional memadai.
Kembali ke model N10. Dengan adanya model N10 pernikahan warga tercatat di desa. Dengan dihapusnya model N10 untuk pencatatan peristiwa nikah di desa maka semua peristiwa nikah hanya tercatat di KUA. Konsekuensinya jika ada warga yang mengurus duplikat buku nikah maka langsung ke KUA untuk mencari nomor akta nikah dan tanggal nikahnya.
Kemarin ada warga yang mengurus duplikat buku nikah yang sebelumnya sudah diberi catatan dari desa berdasarkan catatan model N10. Karena KUA sudah mendigitalisasi semua akta nikah mulai berdirinya KUA yaitu tahun 1932 maka pegawai KUA tinggal mencari dalam database tersebut dan ternyata data di N10 tidak sama dengan data yang ada di KUA. Database KUA juga bisa diakses dengan Whatsapp sehingga warga mudah untuk mencari data akta nikahnya secara mandiri. Jika datanya ada maka dalam waktu tidak sampai 1 menit WA tersebut akan dijawab dan menampilkan data orang tersebut. Fasilitas pencarian data via Whatsapp tersebut dinamakan WA Autorespon.
Berkali-kali warga tersebut mencari datanya via WA Autorespon akan tetapi tidak ketemu karena datanya memang berbeda. Setelah dicari via database data tersebut ketemu. Teknologi memang harus benar-benar tepat dalam penulisannya. Jika salah dalam penulisan walaupun satu karakter saja maka tidak akan dijawab atau jawabannya salah karena tidak sesuai dengan data base yang ada. Memang teknologi kadang seperti itu membuat gregeten. Kadang datanya sudah sesuai dengan data pendukung akan tetapi karena databasenya tidak sesuai dengan data tersebut maka teknologi itu tidak akan menjawab.
Bisa dibayangkan kalau belum digitalisasi maka pegawai KUA harus membuka perlembar register akta nikah dan pencarian tersebut membutuhkan waktu. Model N10 -bukan N10 seperti sekarang-memang masih perlu dipertahankan walaupun mayoritas warga sudah mempunyai smart phone dan sudah lihai dengan smart phone akan tetapi catatan manual masih perlu dipertahankan bagi setiap desa. Celakanya model N10 sudah dihapus sementara KUA belum digitalisasi akibatnya jika ada pelayanan duplikat buku nikah yang warganya tidak tahu kapan nikahnya maka pegawai KUA akan berkeringat dalam mencari data tersebut.
Pencarian data secara manual dengan membolak-balik lembaran register akta nikah sangatlah ketinggalan zaman di zaman yang serba teknologi ini. Sudah waktunya KUA mendigitalisasi semua arsipnya demi pelayanan yang memuaskan.