Musibah di Musim Penghujan
Tiap memasuki musim penghujan selalu saja ada bencana dan selalu terulang. Bencana itu ada yang berupa banjir bandang, banjir, tanggul sungai ambrol, tanah longsor dan lain sebagainya. Seakan pemangku kebijakan dan masyarakat negara ini tidak mau instrospeksi diri dan koreksi terhadap bencana yang selalu berulang itu. Tiap musim penghujan pasti ada bencana. Bencana ya itu-itu saja. Mengapa tidak ada solusi untuk mengatasi bencana yang selalu terulang itu. Apakah pemangku kebijakan kita sudah tutup mata dan masyarakat juga sudah kebal dengan bencana karena seringnya mengalami bencana.
Mitigasi bencana seharusnya dilakukan untuk mencari solusi. Solusi tersebut harus dilaksanakan tidak hanya ada di meja diskusi dan laporan kepada pimpinan. Lihatlah bencana banjir di Ngawi, Trenggalek, Demak, Grobogan, Pekalongan dan masih banyak lagi kota-kota yang mengalami bencana banjir ketika musim penghujan tiba. Tragisnya bencana tersebut menelan korban jiwa yang tidak sedikit jumlahnya. Banjir bandang dan tanah longsor di Kecamatan Petungkriyono Kabupaten Pemalang sementara menelan korban jiwa 16 orang tewas dan lainnya belum ditemukan. Tidak hanya manusia yang menjadi korban, hewan ternak, bangunan rumah, gedung sekolah, infrastruktur jalan dan sungai dan lain sebagainya. Kalau ditotal bisa mencapai miliaran bahkan triliunan. Banjir Grobogan juga begitu parah. Tanggul sungai ambrol yang membuat kawasan sekitar tanggul yang jebol terendam. Kerugian pun tidak bisa dihitung dengan cepat. Sawah mau panen terendam, infrastruktur jalan, rel kereta api rusak sehingga menghambat transportasi. Belum lagi kerugian bencana di tempat lain se-Indonesia.
Tahun kemarin banjir Demak yang menenggelamkan sebagian besar Kabupaten Demak dan memutus akses jalan pantai utara sehingga kerugian ekonominya mencapai triliunan karena akses jalan pantura sebagai urat nadi perekonomian nasional terhenti. Tepat setahun dari bencana banjir Demak sekarang bencana banjir Grobogan, Pekalongan, Brebes, Ngawi dan lain sebagainya. Seharusnya masyarakat harus sadar dengan bencana yang terus berulang ini. Sayangnya kesadaran masyarakat sangat rendah sekali terhadap bencana. Bencana banjir mengapa kerap terjadi? Karena tidak adanya kawasan penahan air hujan yaitu hutan. Hutan ditebangi tanpa pandang bulu dan dialihfungsikan menjadi ladang sehingga ketika musim penghujan air hujan langsung menuju ke hilir. Ketidakmampuan infrastruktur pengairan seperti sungai dan waduk untuk menampung besarnya volume air hujan membuat waduk dan tanggul sungai ambrol. Akibatnya kawasan sekitar banjir. Masyarakat tidak berpikir kalau hutan ditebang akan menimbulkan banjir. Kalau sudah ada bencana baru sadar. Kesadaran masyarakat tersebut hanya sesaat saja nanti setelah banjir surut tidak lagi sadar dan kembali membabat hutan untuk kepentingan egonya masing-masing. Seharusnya begitu banjir surut masyarakat segera bertindak bersama untuk mengatasi bencana banjir yang berulang ini. Memang menyadarkan masyarakat ini sangat susah dan membutuhkan waktu serta kesabaran. Bagi mereka kalau kepentingannya terpenuhi sudah cukup. Tidak perlu memikirkan kondisi orang lain apalagi kondisi negara. Negara sudah ada yang mengurus, begitulah yang ada dalam pikiran mereka.
Tidak hanya masyarakat akan tetapi pemangku kebijakan seharusnya segera mengambil kebijakan dan melaksanakan solusi bencana yang terus berulang tersebut. Semua harus bersatu padu mengatasi masalah bencana yang terus berulang ini. Jangan hanya pemangku kepentingan saja akan tetapi semuanya harus dilibatkan. Bukan tidak mungkin bencana ini akan terus berulang jika tidak ada niat dan tekad bersama untuk mengatasi bencana yang terus berulang tersebut. Para politisi hanya duduk di kantor dan memperdebatkan anggaran sementara para pejabat hanya melihat dan membiarkan bencana tersebut. Kalau bisa ditangani, ditangani kalau tidak bisa ditangani biarkan saja. Biarkan masyarakat merasakan bencana yang berulang tersebut karena susah untuk disadarkan. Begitulah mungkin pikiran para pejabat yang menangani bencana.
Musibah yang terus berulang ini seharusnya bisa diatasi sedini mungkin kalau ada niat dan tekad bersama mengatasi masalah bencana yang selalu terulang ini. Jika rakyat patuh terhadap pemimpin kemungkinan bencana yang selalu terulang ini bisa diatasi. Sayangnya ada sebagian kecil masyarakat yang lebih mengedepankan egonya daripada kepentingan umum. Kalau lebih mengedepankan ego pribadi maka tunggulah bencana itu akan selalu datang. Mungkin bencana itu sebagai teguran terhadap kebebalan dan egoisme masyarakat dari sang Pencipta. Ingatlah bahwa Allah SWT tidak akan mengubah suatu kaum kecuali kaum itu sendiri yang mengubahnya.
Masyarakat memang harus diedukasi untuk tanggap bencana. Bencana yang berulang datang itu harus segera diatasi dan dicari solusinya. Jangan berpangku tangan dan mengharapkan bantuan orang lain atau pemerintah. Banyak orang pintar lulusan perguruan tinggi di negeri ini. Banyak insyinyur yang dihasilkan oleh perguruan tinggi mengapa bencana yang selalu datang berulang ini tidak bisa diatasi?
Tragisnya lagi ketika bencana datang banyak netizen yang memviralkan bencana tersebut. Banyak netizen yang mengambil untung memviralkan bencana dengan mendapatkan like, subscribe dan komen dari sesama netizen. Eksploitasi bencana di media sosial oleh para netizen bukan mengurangi beban masyarakat yang diterpa bencana akan tetapi menambah beban korban bencana.
Semoga korban bencana selalu diberi kesabaran dan tabah menghadapi bencana.