Polisi Tembak Polisi
Sebuah berita viral di media sosial dan media online pada Sabtu, 23 November 2024. Kejadian itu terjadi di Mapolres Solok Selatan Provinsi Sumatera Barat dini hari. Kali ini polisi tembak polisi. Yang menembak adalah Kepala Bagian Operasional Polres Solok Selatan dan yang ditembak adalah Kepala Satuan Reserse dan Kriminal Polres Solok Selatan. Kok bisa seorang pimpinan menembak pimpinan. Apalagi sesama anggota kepolisian dan satu kantor lagi.
Setelah penembakan Kabag Ops Polres Solok Selatan langsung menuju ke Mapolda untuk menyerahkan diri. Setelah menyerahkan diri dan diperiksa ternyata penembakan tersebut dilatarbelakangi masalah tambang ilegal. Menurut berita beberapa media Kabag Ops tega menembak Kasat Reskrim karena penambang ilegal di daerah Solok Selatan yang dibekingi oleh Kabag Ops Polres Solok Selatan ditangkap oleh Kasat Reskrim. Sebelumnya Kabag Ops telah meminta kepada Kasat Reskrim untuk melepaskan penambang yang ditangkap tersebut akan tetapi tidak digubris.
Dalam pemeriksaan lanjutan ternyata Kabag Ops yaitu DI tidak hanya menembak Kasat Reskrim saja akan tetapi juga menembak rumah dinas Kapolres Solok Selatan dengan maksud menembak Kapolres. Dibuktikan ada 7 selongsong peluru mengenai rumah dinas Kapolres. Saat penembakan terjadi Kapolres berada dalam rumah dinas tersebut. Untungnya tidak mengenai Kapolres. Sementara Kasat Reskrim ditembak di tempat parkir dengan ditemukan dua selongsong peluru. Hasil visum terhadap Kasat Reskrim membuktikan bahwa Kasat Reskrim ditembak dari jarak dekat dan mengenai pipi serta pelipisnya menembus bagian tengkuk.
Sangat disayangkan aparat penegak hukum malah terlibat pelanggaran hukum. Seharusnya aparat penegak hukum yang menegakkan hukum bukan malah membekingi pelanggaran hukum. Apakah memang prilaku aparat penegak hukum kita seperti itu. Ataukah memang sudah menjadi kebiasaan bahwa aparat penegak hukum bermain-main dengan para pelanggar hukum. Coba kalau kita adakan poling terhadap semua masyarakat dari tingkat desa sampai pusat apakah memang prilaku aparat penegak hukum kita seperti itu yaitu sering mempermainkan hukum.
Mungkin ini hanya oknum. Cobalah tanya kepada masyarakat pedesaan apakah mereka mengerti kalau aparat penegak hukum kita sering mempermainkan hukum? Ada adagium yang disampaikan oleh Prof. Mahfud MD -mantan Menko Polhukam- kehilangan 1 sapi lapor polisi biaya urusnya 5 sapi. Memang kondisi hukum di negara ini sangat memprihatinkan. Hukum bisa dibeli. Orang benar bisa dijadikan tersangka dan bersalah. Inilah fakta hukum di negeri ini. Siapa punya uang dia bisa beli hukum. Lihat kasus Ronald Tannur itu.
Muara semua kasus tersebut adalah materi. Wajar saja jika banyak aparat penegak hukum kita menjadi beking yang menghasilkan materi. Beking tambang ilegal, beking penyelundupan barang, beking judi online, beking penjualan miras dan seterusnya. Semuanya kembali kepada mentalitas aparat penegak hukum. Walaupun dilatih dan dididik dengan kurikulum anti korupsi dan lain sebagainya kalau mentalnya tidak baik maka tetap tidak akan baik.
Penyakit mental inilah yang menjadi masalah di institusi penegak hukum kita.
Menemukan polisi seperti mantan Kapolri Hoegeng sangatlah sulit. Mungkin seribu satu polisi baru ada satu polisi Hoegeng. Masih ingat kelakar Gus Dur tentang kepolisian kita?
Masyarakat harus mendukung aparat penegak hukum kita agar kembali berwibawa. Jangan sampai masyarakat malah mendukung pembusukan institusi penegak hukum kita. Aparat penegak hukum kita pun harus instrospeksi diri. Jangan sekali-kali mempermainkan hukum.